Panel-panel surya mampu mengurangi emisi karbon. Listrik yang ada saat ini dihasilkan energi kotor batu bara.

Masjid Al Muharram yang berada di Kampung Brajan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dikenal sebagai salah satu masjid yang mengusung konsep ramah lingkungan atau eco masjid. Sejak tahun 2023, masjid ini telah menggunakan panel surya sebagai sumber listrik utama. Dalam waktu dekat, masjid ini akan genap dua tahun memanfaatkan energi terbarukan berbasis tenaga matahari tersebut.
Ketua Takmir Masjid Al Muharram, Ananto Isworo (47), mengungkapkan bahwa penggunaan panel surya merupakan buah dari mimpi panjang yang ia simpan sejak satu dekade lalu. Ia mulai bercita-cita memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap sejak 2013. Keinginannya itu baru bisa terealisasi pada 2023, setelah melalui proses panjang.
Baginya, penggunaan panel surya adalah bagian dari ikhtiar untuk menjadikan Masjid Al Muharram sebagai masjid yang ramah lingkungan—tempat ibadah yang tak hanya memuliakan Allah, tapi juga menjaga bumi-Nya.
Ananto merupakan penggerak utama sejumlah program lingkungan hidup di Masjid Al Muharram. Sejumlah inisiatif telah digagas, mulai dari program sedekah sampah, masjid ramah anak dan difabel, penanaman pohon, hingga penampungan air hujan. Pemasangan panel surya menjadi bagian dari upaya masjid ini menjalankan prinsip transisi energi terbarukan.
Keinginan untuk memasang panel surya juga dilatarbelakangi oleh kondisi kelistrikan di Kampung Brajan yang kerap terganggu. Pemadaman listrik di wilayah ini bisa berlangsung hingga tiga sampai empat jam dalam satu kali kejadian. Hal tersebut berdampak langsung pada aktivitas keagamaan di Masjid Al Muharram.
Dukungan untuk merealisasikan pemasangan panel surya datang dari program Sedekah Energi yang diinisiasi oleh Muslims for Shared Action on Climate Impact (MOSAIC). Melalui program tersebut, lebih dari 5.000 orang ikut berdonasi, sehingga memungkinkan pemasangan delapan panel surya berukuran 2×1 meter dengan kapasitas total 4.300 wattpeak (wp).
Panel-panel surya tersebut mampu mengurangi emisi karbon hingga 34 ton CO₂ per tahun. Diketahui, listrik yang ada saat ini dihasilkan pembangkit listrik yang bersumber dari energi kotor batu bara yang tidak ramah lingkungan. Pembangkit bahan bakar fosil ini menyumbang emisi dan berkontribusi pada pemanasan global dan memicu krisis iklim.
Teknologi ini menjadi solusi nyata di tengah masalah kelistrikan yang dihadapi warga. Masjid Al Muharram menjadi satu-satunya titik terang ketika terjadi pemadaman listrik di desa. Hal ini menjadi nilai tambah besar bagi warga yang menggantungkan banyak aktivitas sosial dan keagamaan di masjid.
Ananto menuturkan salah satu momen penting ketika panel surya sangat membantu kegiatan di masjid. Saat itu, Masjid Al Muharram tengah mengadakan pengajian akbar, namun seluruh desa mengalami pemadaman listrik. Meski begitu, masjid tetap bisa menjalankan kegiatan dengan lancar karena ditopang panel surya.
“Itu kan cukup besar dan panel surya mampu memenuhi kebutuhan masjid sekaligus kebutuhan kalau pengajian akbar, kan kita biasa pakai sound system besar,” katanya, dikutip dari Trend Asia, diakses Minggu, 25 Mei 2025.
Bahkan, para panitia yang sedang menyiapkan gamelan untuk acara tidak menyadari bahwa listrik di luar padam karena masjid tetap terang. Namun, keanehan mulai dirasakan ketika jamaah belum juga datang.
“Lho, kok gak ada jamaah? Ternyata padam listrik. Hanya saja, kami umumkan di sound luar bahwa jamaah masih bisa ke masjid karena di sini masih nyala semua, dan termasuk ustaznya kami pastiin, di masjid masih nyala,” ujar Ananto.
Kisah sukses Masjid Al Muharram menjadi contoh konkret penerapan energi bersih di tempat ibadah. Upaya ini juga sejalan dengan semangat transisi energi yang mulai digencarkan di berbagai negara.
Manajer Program Energi Terbarukan Trend Asia, Beyrra Triasdian, menegaskan pentingnya edukasi publik mengenai energi terbarukan seperti PLTS atap. Menurutnya, pemahaman ini perlu menjadi hal umum, bukan hanya wacana teknis yang hanya dikuasai segelintir pihak.
“Kalau kita belajar dari Jerman atau Jepang kan sebenarnya mereka mulai dari pemerintahannya dulu yang pasang di mana-mana gitu, ya, dan di Indonesia tuh itu belum populer,” ujarnya.
Ia mencontohkan, Jepang telah membuat regulasi baru yang akan mewajibkan pemasangan panel surya pada bangunan residensial baru mulai April 2025. Selain itu, pengembang perumahan besar juga diwajibkan melaporkan pelaksanaan kebijakan tersebut.
Namun di tingkat regional, Indonesia masih tertinggal. Dalam laporan Global Energy Monitor 2024, Indonesia menempati peringkat kedelapan dari sebelas negara ASEAN dalam pemanfaatan panel surya. Sebagai perbandingan, Vietnam telah memasang panel surya dengan total kapasitas 13.035 megawatt.
Kisah Masjid Al Muharram menunjukkan bahwa tempat ibadah bisa menjadi pionir dalam adopsi energi bersih di tengah masyarakat. Bukan hanya sebagai simbol spiritual, tetapi juga sebagai pusat edukasi dan keteladanan dalam menjaga kelestarian lingkungan.