Penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan kesehatan mental.

Ilustrasi. (Foto: RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat/Kemenkes RI)
Ilustrasi. (Foto: RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat/Kemenkes RI)

Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala (FK USK) berkolaborasi dengan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh menggelar kampanye peduli kesehatan mental di area Car Free Day (CFD) Banda Aceh pada 23 Juni 2024. Kegiatan ini digelar dalam rangka memperingati Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) 2025 dengan tema “We Care for Mental Health”.

Ketua Program Studi (KPS) PPDS Psikiatri USK Syahrial mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap dampak penggunaan zat adiktif dan adiksi digital, serta pentingnya menjaga kesehatan jiwa.

“Kami ingin masyarakat menyadari bahwa gangguan adiksi, baik zat maupun digital, merupakan kondisi medis yang dapat ditangani secara profesional,” ucap dr. Syahrial, diakses Jumat, 25 Juli 2025.

Berbagai kegiatan interaktif diadakan, seperti skrining adiksi game online dan media sosial, pengisian Mood Meter Wall, konsultasi dengan psikiater dan psikolog klinis, serta aktivitas edukasi berupa kuis mitos dan fakta tentang adiksi. Booth Psikiatri FK USK juga menyediakan area menulis pesan penyemangat untuk penyintas adiksi.

Antusiasme masyarakat terlihat dari banyaknya pengunjung yang berinteraksi, mengikuti skrining, dan berdiskusi tentang isu kesehatan jiwa di kehidupan sehari-hari. Dr. Syahrial berharap kegiatan ini dapat meningkatkan literasi kesehatan jiwa, menghapus stigma gangguan mental, serta mendorong langkah preventif dan kuratif terhadap adiksi dan masalah psikologis lainnya.

Data gangguan mental di Indonesia

Permasalahan kesehatan mental juga menjadi perhatian nasional. Berdasarkan data di Indonesia, sebanyak 6,1% penduduk berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan kesehatan mental. Hal ini diungkapkan dr. Khamelia Malik dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dalam temu media luring pada Selasa, 12 Oktober 2023, di Jakarta.

Khamelia juga menyampaikan bahwa terdapat paradoks pada kesehatan remaja. Di sisi lain secara fisik masa remaja merupakan periode paling sehat sepanjang hidup dari segi kekuatan, kecepatan, kemampuan penalaran, lebih tahan terhadap kondisi dingin, panas, kelaparan, dehidrasi dan berbagai jenis cedera.

“Justru angka kesakitan dan kematian meningkat hingga 200% di masa remaja akhir ini,” kata dr. Khamelia. Ia menjelaskan, meski secara fisik masa remaja merupakan periode paling sehat sepanjang hidup, banyak remaja rentan mengalami gangguan mental karena ketidakmampuan mengendalikan perilaku dan emosi.

Menurut dr. Khamelia, perkembangan otak remaja yang tidak merata membuat mereka lebih cenderung bertindak impulsif dan berperilaku berisiko dibanding orang dewasa. Karena itu, peran orang tua sangat penting untuk membimbing remaja dalam membangun kecerdasan emosi dan membuat pilihan yang lebih sehat.

Orang tua ataupun guru perlu membantu remaja untuk mengevaluasi risiko dan mengantisipasi konsekuensi dari setiap pilihan yang diambil remaja. Selain itu juga mengembangkan strategi untuk mengalihkan perhatian dan energi ke aktivitas yang lebih sehat agar kesehatan mental juga terjaga.

Anggota Perhimpunan Psikolog Indonesia Nimaz Dewantary mengatakan bahwa edukasi diri sendiri mengenai apa yang dialami anggota keluarga akan sangat membantu kestabilan emosi. Upaya lain yang bisa dilakukan adalah membantu mendapatkan bantuan profesional ke psikolog, memberi dukungan dalam menjalani terapi, menghilangkan stigma, dan meluangkan waktu untuk diri sendiri.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses