Fakultas Kedokteran Unpad melakukan uji klinik vaksin TBC M72 untuk melawan masalah kesehatan serius di Indonesia.

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) terlibat uji klinik vaksin fase 3 kandidat vaksin Tuberkulosis (TBC) M72. Uji klinik ini bertujuan mengevaluasi efektivitas dan keamanan vaksin dalam mencegah penyakit TBC yang sampai saat ini menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia.
“Alhamdulillah kami bersyukur Unpad mendapat lagi kepercayaan, ikut serta dalam uji klinik fase 3 kandidat vaksin TBC,” ujar Dekan Fakultas Kedokteran Unpad Yudi Mulyana Hidayat, diakses dari keterangan resmi, Selasa, (1/7/2025).
“Saya merasa yakin Unpad akan melaksanakan kepercayaan ini dengan baik karena kami memiliki pakar di bidang tersebut,” lanjut Yudi.
Proses uji klinik fase 3 vaksin TBC M72 dimulai 3 September 2024. Rekrutmen partisipan telah selesai 16 April 2025. Uji klinik serupa juga dilaksanakan di empat negara, yaitu Afrika Selatan, Kenya, Zambia, dan Malawi.
Di Indonesia, uji klinik dilakukan di sejumlah institusi medis antara lain Unpad, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Universitas Indonesia, RSUP Persahabatan, RS Islam Cempaka Putih di Jakarta.
Pengembangan vaksin TBC didukung Gates Foundation. Kandidat vaksin TBC M72 dikembangkan sejak awal 2000-an dan menunjukkan profil keamanan yang baik dalam studi-studi sebelumnya. Uji klinik ditargetkan selesai diuji pada akhir tahun 2028.
Menurut Yudi, Unpad sangat siap mendukung pelaksanaan uji klinik dan terbuka untuk bekerja sama dengan berbagai pihak dari dalam maupun luar negeri, termasuk dalam pengembangan vaksin dan obat-obatan lainnya. Kesiapan ini didukung peralatan laboratorium dan tenaga ahli di bidang uji klinik yang ada di Unpad.
Pelibatan Unpad dalam uji klinik vaksin TBC M72 menjadi semakin relevan mengingat tingginya kasus TBC di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI, kasus TBC baru yang ditemukan pada 2022 mencapai lebih dari 724.000 kasus dan meningkat menjadi 809.000 kasus pada 2023.
Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan masa sebelum pandemi, ketika penemuan kasus rata-rata berada di bawah 600.000 per tahun.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Imran Pambudi menjelaskan, peningkatan jumlah kasus mencerminkan perbaikan dalam sistem deteksi dan pelaporan, bukan semata peningkatan penularan.
“Sebelum pandemi, penemuan kasus TBC hanya mencapai 40–45% dari estimasi kasus. Jadi, masih banyak kasus yang belum ditemukan atau belum dilaporkan,” ujar Imran di Jakarta, dalam keterangan resmi 29 Januari 2024, diakses Selasa, (1/7/2025).
Dengan sistem deteksi yang lebih baik, potensi penyembuhan meningkat dan risiko penularan menurun. Kementerian Kesehatan melakukan sejumlah langkah untuk memperbaiki sistem pelaporan, di antaranya mengembangkan Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) yang memungkinkan pelaporan langsung dari laboratorium atau fasilitas pelayanan kesehatan.
Hasilnya, dari 60% kasus yang tadinya tidak ditemukan, saat ini hanya 32% kasus yang belum ditemukan. “Laporan atau notifikasi kasus juga menjadi lebih baik karena menemukan lebih banyak sesuai angka perkiraan yang diberikan WHO,” jelas Imran.
Ia menyebut, percepatan penanganan TBC juga membuahkan capaian signifikan. Kementerian Kesehatan menemukan 90% kasus baru, dengan seluruh pasien yang terdeteksi mendapatkan pengobatan. Dari jumlah tersebut, 90% di antaranya telah menyelesaikan pengobatan. Selain itu, 58% orang dengan kontak erat TBC telah mendapatkan terapi pencegahan TBC (TPT).
Upaya pelibatan fasilitas kesehatan swasta dan pemerintah dalam program Public Private Mix (PPM) turut memperkuat sistem penanganan TBC secara nasional. Melalui program ini, fasyankes dapat segera melaporkan kasus TBC terduga ke SITB, mempercepat tindak lanjut medis dan epidemiologis.
Peningkatan sistem pelaporan juga berdampak pada lonjakan angka insiden yang tercatat. Kenaikan insiden TBC di Indonesia pada tahun 2020 dan 2021 sekitar 14,9% per tahun, sementara di tahun 2021 dan 2022, peningkatan insiden mencapai 42,3% per tahun.
Imran memperkirakan insiden akan mulai menurun pada 2024 seiring meningkatnya deteksi dan pengobatan. Sebagai langkah pencegahan, masyarakat diimbau menjalankan pola hidup bersih dan sehat, menghindari kontak dengan penderita TBC, serta menjaga imunitas melalui pola makan seimbang dan olahraga. Vaksinasi BCG dan pemeriksaan rutin juga dianjurkan bagi kelompok berisiko tinggi.
“Dengan meningkatkan kesadaran, akses ke perawatan, dan langkah-langkah pencegahan, kita dapat bersama-sama mengatasi penyebaran penyakit ini dan melindungi kesehatan masyarakat,” ujar Imran.