APINDO bersama parapihak membangun ekosistem kopi berkelanjutan sebagai jalan menuju investasi hijau.

Sumatera Selatan (Sumsel) tengah memosisikan diri sebagai episentrum baru investasi hijau dan inklusif di Indonesia. Di tengah himpitan tantangan domestik dan tekanan global, dunia usaha di Bumi Sriwijaya didorong untuk bertransformasi, beralih dari sekadar penghasil bahan mentah menjadi pusat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sumatera Selatan, Sumarjono Saragih, menegaskan bahwa langkah kolaboratif lintas sektor adalah kunci untuk mewujudkan ambisi ini.

Menurut Sumarjono, dunia usaha di Sumsel saat ini menghadapi tantangan di dua front. “Secara internal, mereka bergulat dengan ketidakpastian hukum di sektor perkebunan, keterbatasan infrastruktur, dan kesenjangan kualitas sumber daya manusia,” katanya pada 2nd Sriwijaya Economic Forum 2025 di Palembang, Selasa (21/10/2025).

Sementara dari luar, tekanan datang dari isu sertifikasi keberlanjutan, kampanye hitam terhadap komoditas ekspor andalan, serta dinamika geopolitik global yang kian tak menentu.

Meski demikian, Sumarjono meyakini bahwa tantangan tersebut justru membuka momentum untuk membangun fondasi ekonomi daerah yang lebih tangguh dan berkeadilan.

“Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuki kegelapan. Dunia usaha harus mengambil peran nyata dalam perubahan,” ujarnya.

Salah satu fokus utama untuk mewujudkan transisi ini adalah sektor kopi. Sumarjono melihat potensi luar biasa kopi Sumsel untuk kembali merebut panggung dunia, namun dengan pendekatan yang berbeda: menempatkan petani sebagai pusatnya.

Melalui South Sumatera Sustainable Coffee Initiative (SoCOFI), APINDO bersama pemerintah daerah, lembaga internasional, dan pelaku usaha berupaya membangun ekosistem kopi berkelanjutan dari hulu ke hilir.

Tujuannya jelas, yakni memastikan petani tidak lagi terpinggirkan dalam rantai pasok. “Petani kopi tidak boleh hanya menjadi penonton. Mereka harus menjadi pelaku utama yang menikmati hasil dari jerih payahnya sendiri,” tegasnya.

Langkah ini diperkuat dengan inisiatif yang lebih luas. Sumarjono mengungkapkan bahwa APINDO telah menjalin kerja sama dengan lembaga global seperti GIZ (Jerman) dan ILO (Organisasi Buruh Internasional) dalam program Just Transition (Transisi Berkeadilan).

Program ini berfokus pada transisi ekonomi hijau yang berbasis masyarakat, dengan target menciptakan lapangan kerja baru sekaligus memperkuat daya saing komoditas lokal Sumsel di pasar global yang kian menuntut aspek keberlanjutan.

Membangun merek kolektif

Untuk mendobrak pasar, APINDO juga menyiapkan forum tahunan multipihak bertajuk InaCOF 2026. Forum ini dirancang untuk mempertemukan petani, pelaku industri, eksportir, pemilik kafe, LSM, hingga pembeli internasional.

InaCOF 2026 diharapkan menjadi momentum kebangkitan kopi Sumsel, yang selama ini pamornya kerap tertinggal jika dibanding provinsi tetangga seperti Lampung.

“Sumatera Selatan punya kopi, tapi belum punya nama besar. Ini saatnya kita bangkit bersama. Pemerintah, pengusaha, dan masyarakat harus bersatu membangun merek kopi Sumsel di kancah dunia,” kata Sumarjono.

Gerakan ini juga ditopang dengan upaya peningkatan kapasitas UMKM agar naik kelas. Ia menilai UMKM adalah motor penggerak utama penciptaan lapangan kerja, terutama di sektor pertanian dan industri olahan.

Peluang besar, menurutnya, hadir dari program pembibitan kopi nasional yang akan digulirkan Kementerian Pertanian pada 2026, dengan alokasi Rp3 triliun dari total anggaran Rp40 triliun, yang harus bisa dimanfaatkan oleh pelaku UMKM di Sumsel.

Bagi Sumarjono, paradigma investasi di era baru ini harus bergeser. Investasi tidak lagi hanya soal angka dan modal besar, tetapi harus mampu menciptakan nilai tambah dan kesejahteraan sosial yang nyata bagi masyarakat.

“Investasi yang baik bukan hanya menumbuhkan pabrik, tapi juga menumbuhkan manusia di sekitarnya,” ujarnya.

Ia pun mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk bekerja kolaboratif di bawah kepemimpinan pemerintah daerah, bergerak cepat menangkap peluang ekonomi hijau ini.

“Mari kita menyalakan lilin perubahan bersama. Sumatera Selatan punya semua modal: sumber daya alam, potensi manusia, dan semangat gotong royong. Tinggal bagaimana kita bergerak cepat dan kompak,” pungkasnya.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses