Kasus radiasi di kawasan industri Cikande menarik perhatian publik. Apa yang perlu diketahui setiap warga negara?

Penyelidikan radiasi di Kawasan Industri Modern (KIM) Cikande, Serang, Banten, (Kementerian Lingkungan Hidup)
Penyelidikan radiasi di Kawasan Industri Modern (KIM) Cikande, Serang, Banten, (Kementerian Lingkungan Hidup)

Kasus paparan radiasi di Kawasan Industri Modern (KIM) Cikande, Serang, Banten, mengguncang publik Indonesia sejak Agustus 2025. Temuan kontaminasi radioaktif Cesium-137 (Cs-137) pada produk ekspor udang beku ke Amerika Serikat menjadi titik awal penyelidikan besar-besaran oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dan sejumlah instansi pemerintah. Peristiwa ini menimbulkan kekhawatiran luas karena menyangkut keamanan pangan, kesehatan masyarakat, dan kelestarian lingkungan.

Kasus bermula ketika Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat menolak beberapa kontainer udang beku asal Indonesia karena mengandung radioaktif melebihi ambang batas. Pemeriksaan di dalam negeri pun dilakukan. Hasil investigasi BAPETEN, KLHK, BRIN, dan KKP menunjukkan bahwa sumber kontaminasi berada di lapak scrap metal dalam kawasan industri Cikande. Logam bekas di lokasi itu mengandung isotop radioaktif Cesium-137.

Tim gabungan kemudian memperluas penyelidikan hingga radius 2 km dari titik awal. Sepuluh titik kontaminasi ditemukan, dan pada 23 September 2025, material radioaktif dipindahkan ke tempat penyimpanan sementara yang dijaga ketat. Pemerintah menetapkan kawasan ini berstatus kejadian khusus cemaran radiasi Cs-137, serta menerapkan Radiation Portal Monitoring di pintu keluar kawasan untuk mengontrol lalu lintas barang dan kendaraan.

Apa Itu Cs-137 dan Bahayanya?

Cesium-137 adalah isotop radioaktif hasil fisi nuklir. Ia memancarkan radiasi beta dan sinar gamma yang mampu menembus jaringan tubuh dan benda padat. Paruh waktu Cs-137 mencapai 30 tahun, sehingga paparan lingkungan bersifat jangka panjang. Karena mudah larut dalam air, Cs-137 dapat menyebar melalui air tanah atau aliran permukaan, lalu masuk ke rantai makanan — misalnya lewat ikan, udang, atau tanaman — dan akhirnya mengendap dalam tubuh manusia (https://ugm.ac.id/id/berita/berisiko-tinggi-dosen-ugm-minta-dilakukan-inspeksi-dan-dekontaminasi-radiasi-cesium-137-di-cikande/
).

Dosen Fakultas Kedokteran IPB University, Laila Rose Foresta, menjelaskan bahwa radiasi tidak memiliki bau, rasa, atau warna, sehingga sulit terdeteksi tanpa alat. Jika jumlahnya sangat tinggi, tubuh bisa langsung memberi tanda, misalnya luka bakar pada kulit, atau rasa mual, muntah, dan lemas hanya beberapa jam setelah terpapar.

“Tapi kalau jumlahnya kecil dan berulang, radiasi bisa diam-diam mengendap di organ, lalu merusak sel sedikit demi sedikit,” katanya.

Dalam jangka pendek, paparan radiasi tinggi bisa menyebabkan gangguan saluran cerna hingga menurunkan sel darah putih. Namun dalam jangka panjang, risikonya lebih serius: kanker, katarak, hingga kerusakan sumsum tulang belakang yang menimbulkan anemia, leukopenia, hingga leukemia.

Kelompok Rentan

Laila juga menyoroti anak-anak dan ibu hamil sebagai kelompok paling rentan. “Sel dalam tubuh seorang anak masih dalam masa pertumbuhan. Paparan radiasi berulang dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan otak, gangguan pertumbuhan, hingga masalah hormonal,” ujar ahli radiologi ini.

Pada ibu hamil, terutama trimester pertama, risiko keguguran, cacat lahir, kelahiran prematur, hingga gangguan mental pada bayi dapat meningkat akibat paparan radiasi.

Hal senada disampaikan oleh Ana Majdawati, dokter ahli radiologi UMY. Ia menegaskan bahwa bahaya radiasi bersifat “silent”. Paparan dosis rendah bukan berarti aman. Efeknya bisa berjalan bertahun-tahun tanpa gejala, hingga akhirnya menimbulkan gangguan serius pada jaringan tubuh. Menurutnya, anak-anak, ibu hamil, dan lansia adalah kelompok paling berisiko tinggi karena kondisi imun dan jaringan tubuh yang lebih sensitif.

“Untuk dosis tinggi, efeknya bisa muncul dalam hitungan hari hingga minggu, seperti mual, muntah, diare, atau kemerahan pada kulit akibat Acute Radiation Syndrome (ARS),” jelas Ana.

Langkah Penanganan dan Dekontaminasi

Menurut Laila, tindakan pertama ketika terpapar radiasi tinggi adalah dekontaminasi eksternal. Segera lepas pakaian, mandi dengan sabun dan air mengalir. Jika sudah ada gejala, perlu perawatan suportif berupa cairan, obat antimual, hingga antibiotik bila sel darah putih menurun. Untuk dekontaminasi internal, obat seperti tablet KI atau prussian blue digunakan untuk mengikat zat radioaktif dalam tubuh sehingga bisa dikeluarkan lewat ekskresi.

“Kalau dekontaminasi internal, kami memberikan obat-obatan yang dapat mengikat zat radioaktif dalam tubuh agar bisa dikeluarkan lewat ekskresi. Contohnya, tablet KI untuk mengikat I-131 supaya tidak menumpuk di tiroid, atau prussian blue dan Zn-DTPA untuk jenis zat tertentu,” jelasnya.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ilmu Fisika FMIPA UGM Gede Bayu Suparta menegaskan pentingnya inspeksi titik sumber Radiasi nuklir tidak bisa dilihat, jadi yang perlu dilakukan adalah dekontaminasi. Cari titik sumbernya dengan survey meter.

“Kalau ada sumber radiasi, alat akan bunyi,” ujarnya. Ia juga mengingatkan bahwa Cs-137 memiliki masa paruh 30 tahun, sehingga tidak bisa diabaikan.

Pemerintah melakukan serangkaian langkah darurat: mengisolasi area terdampak, memasang garis pengaman, memindahkan 700 kilogram scrap metal terkontaminasi ke tempat penyimpanan aman, serta memasang sistem deteksi radiasi di pintu keluar kawasan industri. Pemeriksaan kesehatan terhadap lebih dari 1.500 warga dilakukan menggunakan whole-body counter. Sejauh ini, 15 orang dinyatakan terdeteksi jejak Cs-137 meski tanpa gejala serius.

KLHK dan aparat penegak hukum menyatakan akan menuntut pabrik dan pengelola kawasan bila terbukti bertanggung jawab atas penyebaran radioaktif ini.

Kasus ini juga menjadi contoh penting bagi dunia pendidikan. Perguruan tinggi dapat menjadikan kasus Cikande sebagai pembelajaran nyata tentang bahaya radiasi, manajemen limbah industri, dan epidemiologi lingkungan. Mahasiswa dapat melakukan riset pemetaan kontaminasi, model penyebaran, hingga solusi dekontaminasi eksperimental. Literasi masyarakat pun perlu diperkuat agar tidak muncul kepanikan atau disinformasi.

Masyarakat sekitar lokasi terdampak diimbau untuk tidak mendekati area yang ditandai, melapor jika menemukan benda mencurigakan, serta mengikuti arahan aparat dan ahli radiasi.

Tantangan dan Langkah ke Depan

Masih banyak pertanyaan terkait sumber awal Cs-137. Dugaan sementara, material tersebut berasal dari limbah impor atau sisa industri luar negeri yang lolos pengawasan. Karena itu, regulasi inspeksi bahan impor dan scrap metal harus diperketat. Pemerintah juga perlu memperkuat sistem pelacakan, uji radiasi rutin, dan penyimpanan limbah radioaktif jangka panjang.

Radiasi memiliki sifat yang tidak bisa dikendalikan sepenuhnya. Begitu terbukti ada paparan, kita harus waspada dan segera mengambil langkah dekontaminasi.

“Jadi, kalau misalnya saya (mencampurkan) satu sendok begitu, kemudian itu dia bisa ke mana-mana. Radiasinya itu umur paruh 30 tahun,” kata Gede.

Kasus Cikande membuktikan bahwa ancaman radiasi tidak hanya muncul dari kecelakaan nuklir besar, tetapi juga dari aktivitas industri biasa yang tidak terkelola dengan baik. Kombinasi antara pengawasan ketat, penegakan hukum, edukasi masyarakat, dan transparansi informasi menjadi kunci dalam mencegah tragedi serupa di masa depan.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses