The Habibie Center dan Ocean Affairs Council Taiwan berkolaborasi atasi krisis lintas batas polusi plastik di laut
Sampah plastik yang dibuang di perairan Indonesia tidak tinggal diam. Arus laut membawanya melintasi samudra, menempuh perjalanan ribuan kilometer hingga mencapai benua lain.
Prof. Muhammad Reza Cordova, Profesor Riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyatakan bahwa sampah laut dari wilayah Indonesia telah ditemukan hanyut hingga ke Samudera Hindia dan bahkan mencapai Benua Afrika.
Temuan ini menjadi pengingat tegas bahwa polusi plastik adalah krisis lintas batas yang tidak bisa diselesaikan oleh satu negara saja. Menjawab tantangan kolektif ini, The Habibie Center (THC) dan Ocean Affairs Council (OAC) Taiwan secara resmi meluncurkan “Indonesia Marine Debris Management Cooperation Project” di Jakarta pada 5 November 2025.
Proyek ini bertujuan menyinergikan upaya tata kelola sampah laut yang bersih dan berkelanjutan.
Peluncuran kerja sama ini diresmikan oleh Ketua Dewan Pembina THC, Dr. Ing. Ilham Akbar Habibie, M.B.A., dan Direktur Departemen Pembangunan Internasional OAC, Lee Shan Ying, Ph.D.
Dalam pidato pembukanya, Dr. Ilham menggarisbawahi urgensi peningkatan kesadaran publik mengenai dampak sampah laut terhadap keberlangsungan ekosistem maritim. Ia juga menekankan perlunya penguatan kapasitas sumber daya manusia dan sinergi lintas sektor melalui kerja sama internasional.
Dr. Lee Shan Ying dari OAC menyambut baik kemitraan ini, menyoroti visi bersama kedua lembaga untuk kawasan Indo-Pasifik yang lebih sehat.
“Kerja sama antara THC dan OAC merupakan manifestasi dari visi Taiwan untuk mewujudkan laut yang sejahtera melalui kemitraan global demi masa depan yang berkelanjutan,” ujar Lee.
Ia juga menegaskan bahwa karena laut tidak mengenal batas, tanggung jawab untuk melindunginya juga tidak seharusnya dibatasi oleh wilayah yurisdiksi.
Kolaborasi ini dinilai sangat strategis, mengingat keselarasan lanskap geografis Indonesia dan Taiwan. Keduanya merupakan wilayah kepulauan dan maritim yang, dalam praktiknya, telah menjadi “zona tangkapan” (catchment zone) sampah laut di kawasan Indo-Pasifik.
“Kerja sama ini diharapkan dapat menyinergikan pengalaman dan kapasitas Taiwan dalam tata kelola sampah dengan upaya yang sedang digalakkan di Indonesia,” imbuhnya.
Prof. Reza dari BRIN menambahkan bahwa skala masalah ini menuntut solusi komprehensif dari hulu ke hilir. Sinergi multipihak, menurutnya, adalah faktor kunci kesuksesan. Selain itu, ia menyoroti pentingnya memahami konsekuensi baru dari polusi ini.
“Seperti adanya jejak mikro plastik di berbagai wilayah laut di Indonesia yang juga perlu ditangani secara serius,” katanya.
Proyek kerja sama ini tidak hanya berhenti pada peluncuran. Sebagai tindak lanjut dari Memorandum of Agreement (MoA) yang ditandatangani di Taipei pada 15 September 2025, serangkaian kegiatan konkret telah disiapkan. Ini termasuk lokakarya internasional pada 6 November 2025 yang melibatkan para ahli dari Indonesia, Jepang, Filipina, dan Taiwan.
Selain itu, akan dilakukan penelitian bersama yang berfokus pada kolaborasi teknologi dan inovasi manajemen sampah plastik. Hasil penelitian ini rencananya akan dipublikasikan melalui ASEAN Briefs, sebuah kanal publikasi di bawah THC.
Pada akhirnya, The Habibie Center berharap inisiatif ini dapat diamplifikasi dan mendorong terbentuknya skema kerja sama yang lebih luas di tingkat kawasan Indo-Pasifik. THC pun mengajak berbagai mitra nasional dan internasional untuk bergerak bersama, karena lautan yang bersih membutuhkan aksi kolektif.
- Sinergi The Habibie Center dan OAC Taiwan untuk tata kelola sampah laut
- COP30 dan suara yang hilang dari masyarakat adat dalam SNDC Indonesia
- Jelang COP30 di Brazil, visi energi terbarukan Prabowo tersandung SNDC
- Tafsir Ayat-Ayat Ekologi, ikhtiar meyembuhkan luka bumi Indonesia
- Resep kedaulatan pangan Cireundeu di tengah krisis iklim
- Siapa yang mendanai kerusakan lingkungan atas nama transisi hijau?