Para peneliti mengidentifikasi spesies baru burung elang-kuak (hawk-cuckoo) yang sebelumnya tidak pernah secara formal dikenali oleh ilmu pengetahuan.

Di dalam hutan pegunungan kalimantan, di wilayah montane yang berada di atas 1.000 meter dari permukaan laut, tim peneliti internasional dari National University of Singapore, Birdtour Asia Ltd., dan University of Queensland, telah memecah kebisuan taksonomi burung Asia Tenggara. Para peneliti tersebut berhasil mengidentifikasi spesies baru burung elang-kuak (hawk-cuckoo) yang sebelumnya tidak pernah secara formal dikenali oleh ilmu pengetahuan.

Spesies yang diberi nama ilmiah Hierococcyx tiganada ini kemudian dipublikasikan dalam Journal of Asian Ornithology pada September 2025 lalu, sekaligus  menjadikannya sebagai spesies pertama dalam genus Hierococcyx yang dideskripsikan secara formal di abad ke-21.

Ditunjukan melalui suara

Penemuan Hierococcyx tiganada tidak terjadi secara kebetulan. Puluhan tahun keraguan tentang status populasi burung hawk-cuckoo di Borneo justru memberikan petunjuk baru ketika para ilmuwan menelaah rekaman suara burung dari perpustakaan suara daring. Para peneliti menggunakan metode bioakustik, melihat perbedaan pola suara sebagai petunjuk kunci.

Para peneliti menjelaskan bahwa yang menjadi fitur pembeda antara dua spesies ini terletak pada struktur lagu utama mereka. Pada Hierococcyx tiganada, suara panggilan utamanya selalu tiga suku kata, berbeda dari spesies lain yang memiliki panggilan dua suku kata.

Pendekatan ini memperkuat bahwa vokalisasi burung menjadi salah satu elemen penting dalam taksonomi modern, terutama pada burung yang secara visual sangat mirip satu sama lain atau tersembunyi dalam habitat yang sulit dijangkau.

Selain bukti suara, tim juga membandingkan ciri fisik dan ukuran tubuhnya, walaupun secara kasat mata Hierococcyx tiganada hampir mirip dengan spesies kerabatnya, yakni Hierococcyx bocki atau elang-kuak gelap yang berasal dari Sumatera dan Semenanjung Malaysia.

Meski begitu, Hierococcyx tiganada memiliki ciri fisik halus yang menjadi pembeda. Pada tiganada dewasa, bagian punggungnya terlihat lebih abu-abu dan cenderung seragam dengan mahkota kepala, berbeda dengan pola kontras yang ada pada bocki.

Konservasi dan tantangan 

Para peneliti mengatakan bahwa meskipun banyak burung Asia Tenggara mengalami penurunan populasi akibat deforestasi dan perubahan habitat, Hierococcyx tiganada kemungkinan besar saat ini tidak terancam secara langsung karena kondisinya yang relatif terlindungi oleh hutan pegunungan Borneo. Meski begitu, aktivitas logging dan ekstraktif lainnya tetap menjadi ancaman nyata.

Di sisi lain, kurangnya data observasi di sebagian besar Kalimantan bukan berarti spesies yang ada masih melimpah. Sebaliknya, keterbatasan pengamatan di wilayah terpencil bisa menyembunyikan fakta bahwa spesies ini lebih rentan daripada yang diperkirakan.

Penemuan Hierococcyx tiganada kini menambah daftar kekayaan hayati Indonesia dan Borneo, sekaligus membuktikan bahwa suara dapat menjadi alat utama untuk membuka spesies yang tersembunyi di balik kemiripan visual. Perbedaan suara dalam lagu burung ini menunjukkan bahwa bermacam-macam suara di hutan tropis masih menyimpan jejak evolusi yang belum sepenuhnya terungkap. 

Jurnalisme lingkungan Indonesia butuh dukungan Anda. Bantu Ekuatorial.com terus menyajikan laporan krusial tentang alam dan isu iklim.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses