“Setelah survei dan penelitian kawasan, ternyata lahan di Aru tidak cocok ditanami tebu, ” begitu ucapan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan ketika ditemu Ekuatorial di kantornya di Gedung Manggala Wanabhakti, Jakarta pada Jumat (11/4).

Menteri Zulkifli memberi komentar terhadap rencana pembukaan kebun tebu sampai 500 ribu hektar di Pulau Aru, Maluku, yang ditentang banyak aktivis lingkungan karena diperkirakan akan menghancurkan hutan dan lingkungan di pulau itu.

Menurut Menteri, kemiringan lahan di Aru menyebabkan kebun tebu tidak visible dan tidak menguntungkan secara ekonomi,” terang Zulkifli. Ia juga menyampaikan bahwa rencana penanaman tebu ini terkait upaya pemerintah dalam menekan angka impor gula nasional yang mencapai 3 juta ton per tahun.

Pernyataan Menteri ini meredam pendapat Pjs Gubernur Maluku Saut Situmorang, usai menggelar rapat terbatas antara PT Menara Group (MG), Dan Lantamal Papua serta perwakilan dari pemerintah daerah pada tanggal 6 Februari silam. Saat itu, Saut berkomentar bahwa Aru hanyalah hamparan alang-alang sehingga investor harus diberi kesempatan untuk mengelola lahan di Aru.

Sebelum ini, PT Menara Group selaku perusahaan perkebunan nasional mengklaim telah mengantongi izin pengelolaan 500 ribu hektar lahan, atau 76% hutan yang ada di Aru. Izin yang diterima konsorsium 28 perusahaan tersebut berupa Izin Usaha Perkebunan (IUP) dari mantan Bupati Aru Teddy Tangko serta rekomendasi pelepasan kawasan hutan yang ditandatangani oleh mantan Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu.

Memicu Konflik, Penolakan Meluas

Rintisan mega proyek di Kepulauan Aru ini sudah dimulai sejak tahun 2007 silam. Semenjak itu, pihak perusahaan dengan dukungan dari aparatur setempat dikabarkan intensif melakukan uji kelayakan lahan serta pendekatan kepada masyarakat lokal. Namun, sebagaimana dituturkan salah satu inisator gerakan #SaveAru, Jacky Manuputty saat dihubungi Selasa (8/4) lalu, masyarakat adat sebagai pemilik tanah gencar menolak upaya tersebut.

“Masyarakat di 117 desa telah menggelar ritual “Sasi”, berupa penutupan hutan ulayat. 80 kepala desa beserta pemilik petuanan pun telah bersepakat menandatangani surat penolakan di atas materai yang dikirim ke berbagai instansi, termasuk ke pihak perusahaan,” terang Jacky. Ia juga menambahkan bahwa gerakan #SaveAru, petisi online yang dibuat dalam rangka menolak alih fungi hutan menjadi kebun tebu hingga saat ini telah didukung oleh hampir 15.000 orang yang berasal dari berbagai negara.

Sayangnya, permintaan wawancara Ekuatorial kepada Presiden Direktur Grup Menara Chairul Anhar belum bersambut sejak seminggu lalu, karena menurut sekretaris di kantornya, Chairul sedang berada di luar negeri.   Januar Hakam & Azhari Fauzi

Tebu, Pulau Aru
Peta Indikatif Rencana Perkebunan Tebu di Pulau Aru, Maluku
There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.