Perubahan cuaca yang cukup ekstrem membuat para petani buah manggis dan durian tidak bisa melaksanakan panen raya tahun 2018 silam. Namun, para peneliti menjelaskan bahwa kondisi tersebut tergolong gangguan cuaca dan bukan perubahan iklim.

Oleh Dian Wahyu Kusuma

Bandar Lampung, LAMPUNG — Meski berubahnya awal musim hujan sudah berdampak kepada produksi buah manggis dan durian di Lampung, namun para peneliti menilai kondisi tersebut belum dapat digolongkan sebagai perubahan iklim, melainkan baru sebatas gangguan cuaca.

Tahun 2018, para petani buah manggis dan durian baru bisa menggelar panen raya pada bulan Desember, dari yang seharusnya dilaksanakan pada bulan Maret-April.

“Sekarang [cuaca] tidak bisa diprediksi, dulu tiap April—Juni [dapat] panen,” ujar Sukri, salah satu petani buah berasal dari Desa Tanjung Jati, Kabupaten Tanggamus, Lampung, kepada Ekuatorial, Desember lalu.

Sebelumnya, Sukri mengatakan, mereka sudah dapat memanen buah manggis dan durian pada bulan Ramadhan, yang biasanya jatuh pada musim kemarau.

Berdasarkan data stasiun Klimatologi Pesawaran, Lampung, suhu udara di Kabupaten Wonosobo, daerah terdekat dari Kabupaten Tanggamus, tempat Sukri menanam buah manggis dan durian, tercatat berada di atas normal, yaitu 2878 milimeter per tahun, dari rata-rata 2215 milimeter per tahun, di tahun 2017.

Sementara, pada tahun 2018, suhu udara pada daerah yang sama tercatat normal, yaitu 2345 milimeter per tahun.

“Sepuluh tahun ini gak bisa diprediksi, buah bisa muncul di awal, tengah dan akhir tahun,” kata Sukri.  “Mudah-mudahan dalam satu dua bulan abis musim hujan, Juni—Juli bisa panen.”

Edi Warsudi, kepala BMKG Stasiun Klimatologi Lampung, mengatakan bahwa curah hujan tinggi memang tidak selalu menguntungkan bagi tanaman tertentu,  contohnya tanaman buah.

“Tanggapan tanaman terhadap curah hujan berbeda-beda, ada yang merugikan, [ada yang] menguntungkan,” ujar Edi menambahkan bahwa hujan ekstrem mempengaruhi pembungaan.

Namun, ia menjelaskan bahwa kondisi perubahan iklim terjadi apabila adanya perbedaan musim antar daerah yang berjarak lebih dari 50 kilometer.

Apabila buah manggis dan durian tidak berbuah di Kota Agung, lanjutnya, tetapi sebaliknya di Wonosobo, yang merupakan satu kabupaten dengan jarak tidak lebih dari 50 kilometer, maka belum dapat dikatakan sebagai perubahan iklim.

“Saya pikir bukan perubahan iklim, iklim lokal tidak sesempit itu,” katanya menambahkan ada faktor lain penyebab tidak berbuah, misalnya kesuburan tanah.

Hal serupa dikemukakan oleh Tumiar Katarina Manik,  peneliti klimatologi dari Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

“Perlu dilihat kembali varietas dan perawatan tanamannya. Kalau dalam tiga tahun terakhir, produksi turun ini ya [perubahan iklim],” kata Tumiar menambahkan isu perubahan iklim lebih banyak dikaitkan dengan bencana alam ketimbang dengan pasokan pangan.

Tanaman hortikultura, lanjutnya, lebih peka terhadap suhu dan kelembaban.

Fazar, salah satu petugas penyuluh lapangan dari Dinas Pertanian Tanggamus, mengatakan bahwa petani buah Tanggamus tidak bisa melaksanakan panen raya pada 2018 dan hanya sebagian pohon manggis dan durian saja yang berbuah.

Hal ini disebabkan oleh musim hujan yang datang lebih awal, yaitu bulan Agustus, sehingga proses pembungaan tidak maksimal. Selain itu, Fazar mengungkapkan bahwa umumnya para petani buah kurang merawat pohon manggis dan durian secara intensif.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa buah manggis dan durian membutuhkan waktu sekitar dua bulan berturut-turut kondisi panas tanpa hujan untuk berbunga dan berbuah.

 

Gangguan cuaca

Meski ada pergeseran waktu musim, Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Kelas I Radin Inten II Lampung, Rudi Harianto, menjelaskan bahwa perubahan iklim baru dikatakan berlangsung saat suhu udara naik hingga dua derajat Celsius. Sementara, di Lampung, kenaikan suhu baru mencapai 0,8 derajat Celsius pada 30 tahun terakhir.

“Masyarakat kadang latah kalau terlalu terik dikira perubahan iklim, padahal, belum. Tapi, masih proses menuju perubahan iklim,” ujar Rudi.

Ia mengatakan bahwa untuk wilayah Lampung bagian barat, yang mencakup Kabupaten Lampung Barat, Pesisir Barat dan Tanggamus, memang terjadi gangguan cuaca karena berdekatan dengan Samudera Hindia.

“Cuma gangguan cuaca, karena Lampung berdekatan dengan Laut Jawa dan Samudera Hindia, sehingga mempengaruhi cuaca wilayah Lampung,” ujarnya. “Musim hujan di Lampung masih normal, tapi waktu turunnya saja yang berbeda ada yang lebat dan ada yang sedang.”

Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Lampung, Edi Warsudi, menjelaskan gangguan cuaca yang terjadi di Lampung bagian barat dipengaruhi oleh siklon tropis.

Hujan lokal terjadi, jelas Edi, karena kumpulan awan yang berbenturan dengan kawasan pegunungan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, yang berada di bagian barat Lampung.

“Daerah [Taman Nasional Bukit Barisan Selatan] itu merupakan daerah basah sepanjang tahun,” ujarnya.

Berdasarkan data BMKG Lampung dari Stasiun Meteorologi Radin Inten II Lampung, suhu udara yang tercatat mulai dari tahun 1976 hingga 2016 belum mencapai kenaikan dua derajat Celsius. Presentase kenaikan hanya berkisar 30 hingga 40 persen, dengan rentang suhu udara, 24 hingga 28 derajat Celsius.

“Intinya, secara masif perubahan suhu belum terjadi,” kata Edi.

 

Diversifikasi pangan

Pergeseran cuaca yang terjadi di Lampung membuat para petani buah harus menanam lebih dari satu jenis buah serta memiliki pengetahuan budidaya yang baik.

Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Bidang Tanaman Hortikultura, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Lampung, Muverdi kepada Ekuatorial, akhir tahun lalu.

Muverdi mengatakan para petani dapat memanfaatkan buletin prakiraan cuaca yang diberikan oleh BMKG setiap bulannya karena mencakup informasi, misalnya kapan waktu tepat untuk menanam, teknologi untuk kultur jaringan, untuk bisa meningkatkan produksi buah.

Varietas buah unggul di Lampung, antara lain manggis Saburai, durian Dahlan, dan durian Putar Alam, jelasnya.

“Kalau ini diperbanyak bisa menambah penghasilan (petani),” ujarnya menambahkan bahwa perlu peningkatan kerjasama dengan perusahaan ekspor buah untuk menambah penghasilan petani buah lokal.

Menurut Sukri, salah satu petani durian asal Tanggamus, pendapatan petani buah dapat menurun hingga 50 persen apabila tidak menghasilkan atau panen sedikit.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Sukri mengatakan bahwa ia menanam jenis pohon lain, selain buah manggis dan durian, seperti cengkih, pala dan cokelat yang cenderung tidak tergantung kepada cuaca.

“Kalau pala, ada terus (buahnya) tidak terpengaruh dengan hujan,” ujarnya, November lalu.

Muverdi mengatakan bahwa musim hujan belum berpengaruh banyak terhadap produksi buah di Lampung, kecuali untuk cuaca ekstrim.

“Dataran tinggi dan rendah berbeda curah hujannya. Di dataran tinggi, buah tahunan tidak seperti sayur,” tandasnya. “Untuk perubahan iklim hanya Tuhan yang tahu, kita memanfaatkan yang ada, Tuhan yang tahu (iklim).” EKUATORIAL.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.