Posted in

FTA BERPOTENSI MERUSAK LINGKUNGAN

thumbnailJakarta – Free Trade Area(FTA) atau zona perdagangan bebas memang melibatkan Indonesia di dalamnya. Indonesia ikut serta dalam beberapa FTA, baik di tingkat bilateral maupun regional, misalnya saja ASEAN Free Trade Area (AFTA), dan yang teranyar adalah keikutsertaan Indonesia dalam China – ASEAN Free Trade Area (CAFTA). Fakta yang menarik adalah bahwa FTA itu ternyata sangat berpotensi terhadap terjadinya kerusakan lingkungan. FTA mengancam terjadinya ekspoitasi terhadap produk kelautan, khususnya lagi produk kelautan di Indonesia.

“Terbukanya pasar bebas akan mendorong orang untuk melakukan penangkapan ikan secara besar-besaran. Produk kelautan Indonesia yang berpotensi untuk dieksploitasi misalnya adalah ikan kerapuh yang hidup di sekitar terumbu karang, di mana pasar ekspornya adalah Cina dan Hongkong. Jika tidak ada pengawasan yang ketat di lapangan, maka para nelayan akan menangkap ikan kerapuh dari berbagai ukuran,” tutur Direktur Pemasaran Luar Negeri, Ditjen P2HP, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Saut P. Hutagalung, usai diskusi “Perdagangan Bebas ASEAN – Cina (CAFTA)”, di Jakarta, Selasa (27/7).

Menanggapi hal ini, sudah semestinya diperlukan tata kelola dan peraturan-peraturan yang terkait. Misalnya saja peraturan mengenai penetapan ukuran minimum (minimum size) terhadap ikan yang ditangkap. Beberapa regulasi memang tengah coba disusun kembali. Regulasi yang sudah ada kemudian dievaluasi dan dicoba untuk diperkuat lagi.

“Regulasi mengenai hal ini memang sudah ada. Contohnya adalah peraturan menteri kelautan dan perikanan mengenai ukuran minimal penangkapan ikan, yakni sebesar 600 gram. Masalahnya sekarang adalah pengawasannya di lapangan, dan tentunya juga penilaian serta evaluasi apakah ukuran 600 gram itu cukup, apakah tidak semestinya 700 gram agar tidak terlalu kecil,” lanjut Saut P. Hutagalung.

Penerapan regulasi di lapangan harus dijalankan dengan ketat, mengingat penangkapan ikan secara besar-besaran akibat pengaruh FTA akan berdampak terhadap terjadinya kerusakan lingkungan. Terlebih lagi dengan penggunaan sianida oleh para nelayan untuk menangkap ikan. Banyak kasus penangkapan terjadi akibat penggunaan sianida ini.

Pada kesempatan yang berbeda, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), M. Riza Damanik, berpendapat serupa bahwa penerapan FTA memang akan berdampak terhadap terjadinya kerusakan lingkungan. Menurutnya, “Penerapan FTA akan berbanding positif dengan terjadinya kerusakan lingkungan. Jika trend FTA meningkat, maka kerusakan lingkungan juga akan meningkat. Namun, penerapan FTA justru berbanding terbalik dengan kesejahteraan rakyat. Jika trend FTA meningkat, maka kesejahteraan rakyat semakin menurun.”(prihandoko)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.