Tahun ini, Hari Lingkungan Hidup fokus pada upaya mengurangi polusi udara, yang menurut WHO, menyebabkan 7 juta kematian setiap tahun nya. Sementara di Indonesia, polusi udara menyumbang 50% gangguan kesehatan, dan 80% dari polusi berasal dari sektor transportasi.

Oleh: Harry Surjadi

Seberapa sering anda merasakan tenggorokan dan mata gatal, sering batuk, padahal anda tidak merokok? Seberapa sering anda terkena batuk pilek sehingga harus ke dokter dan diagnosa dokter anda terkena infeksi saluran pernafasan atas?

Jika jawabannya sering, kemungkinan besar bertahun-tahun anda tinggal di kota besar dan menjelajah jalan raya yang udaranya terpolusi. Polutan di udara yang masuk ke saluran pernafasan mengiritasi selaput lendir atau membran mukosa yang mengakibatkan batuk dan gatal. Itulah petanda dampak polusi udara ringan dan kemungkinan hanya sementara. Dampak jangka panjang: kematian.  

Tahun 1987 WHO menetapkan ada 28 polutan penting di udara yang berdampak pada kesehatan. Terkini, pedoman polusi udara WHO tahun 2016 – yang berdasarkan bukti saintifik terkini – fokus pada empat polutan penting yaitu partikel halus (PM2,5), ozon (O3), nitrogen dioksida (NO2), dan sulful dioksida (SO2).  

Hari Lingkungan Hidup 2019 memfokuskan upaya mengurangi polusi udara terutama partikel halus berukuran lebih kecil atau sama dengan 2,5 mikron atau PM2,5. Polutan berukuran mikroskopik ini sangat halus hingga bisa berakhir di ujung paru-paru ketika terhirup.  

WHO memperkirakan polusi udara terutama partikel halus PM2,5 menyebabkan kematian 7 juta jiwa setahun. Lebih dari 90% kematian akibat polusi udara terjadi di negara berpendapatan rendah dan menengah, terutama di Asia dan Afrika. PM2,5 ini menyebabkan dan memperparah penyakit kardiovaskular, penyakit pernafasan dan kanker. WHO memperkirakan 24% kematian orang dewasa akibat penyakit jantung, 25% stroke, 43% penyakit paru-paru kronis, dan 29% kanker paru-paru akibat partikel halus di udara. 

Penelitian terkini di Eropa menunjukkan ekses kematian (excess deaths) terkait dengan polusi udara, 40% karena serangan jantung dan 8% stroke, 7% pnemonia, 7% kanker, 6% COPD atau chronic obstructive pulmonary disease atau penyakit paru kronis (Lihat European Heart Journal 2019: 0, 1-7). 

 

Bagaimana di Indonesia?

Budi Haryanto – dari Research Center for Climate Change, Universitas Indonesia – melaporkan sektor transportasi penyumbang terbesar (80%) polusi udara. Semua jenis polutan cenderung meningkat. Misalnya, polutan PM2,5 diperkirakan meningkat 26% dari tahun 2015 ke tahun 2030. Sumber PM2,5 ini terutama dari kendaraan ringan berbahan bakar solar (dari 43% tahun 2015 menjadi 50% tahun 2030), yang diikuti oleh kendaraan berat berbahan bakar solar, sepeda motor, dan kendaraan berbahan bakar bensin. 

Polusi udara menyumbang 50% gangguan kesehatan di seluruh Indonesia. Penyakit-penyakit akibat emisi kendaraan bermotor dan polusi udara, mulai dari iritasi mata, infeksi pernafasan akut, asma bronkia, bronkitis, kanker paru, dan penyakit pembuluh darah. 

Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) paling sering diderita warga Jakarta Utara yaitu 63% pasien puskesmas. Tahun 2010, 57,8% warga Jakarta dilaporkan menderita penyakit terkait polusi udara di antaranya asma, bronkopnemonia, dan COPD. 

Pantauan kualitas udara Jabodetabek di 19 titik oleh Greenpeace yang kemudian laporannya dikirim melalui aplikasi ponsel cerdas UdaraKita menunjukkan konsentrasi PM2,5 sudah melampaui ambang batas. 

Konsentrasi rata-rata PM2,5 di perumahan Cibubur selama Februari-Maret 2017 103,2 µg/m3. Bandingkan batas yang ditetapkan WHO 25 µg/m3 (yang sudah direvisi menjadi 10 µg/m3) dan standar baku mutu ambien nasional 65 µg/m3. 

Daerah perumahan lainnya juga cukup tinggi – berdasarkan pemantauan Greenpeace. Misalnya di Kebagusan konsentrasi PM2,5 sebesar 65,9 µg/m3, di Gandul-Depok 71,5 µg/m3. 

Greenpeace – berdasarkan hasil pemantauan konsentrasi PM2,5 – menghitung risiko kematian akibat stroke di Cibubur meningkat 2,5 kali lipat. Sedangkan di Tambun, Setiabudi, Citayam, Ciledug, Kebagusan, Depok, Cikunir, Jatibening dan Warung Buncit, risiko kematian akibat stroke naik dua kali lipat. 

Menurut World Air Quality Report 2018, Jakarta kota terpolusi nomor satu – berdasarkan konsentrasi rata-rata PM2,5  yaitu 45,3 µg/m3 – di Asia Tenggara. Kota terbersih adalah Calamba, Filipina dengan konsentrasi rata-rata PM2,5 hanya 9,3 µg/m3. 

 

World Air Quality Report 2018
US AQI adalah salah satu sistem AQI yang paling dikenal luas yang tersedia. US AQI mengubah konsentrasi polutan menjadi skala kode warna 0-500, untuk dengan mudah mewakili tingkat risiko kesehatan terkait. Laporan World Air Quality 2018 menggunakan dua pedoman: nilai Pedoman Kualitas Udara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk paparan PM2.5 dan Indeks Kualitas Udara Amerika Serikat (US AQI). Sumber: World Air Quality Report 2018.

 

Bank Dunia memperkirakan beban ekonomi akibat berkurangnya produktifitas secara global per tahun mencapai 225 miliar dollar Amerika Serikat. Ahmad Safrudin dari Komite Penghapusan Bensin Bertimbel memperkirakan kerugian akibat menurunnya produktivitas kerja pada pertumbuhan ekonomi mencapai Rp 38,5 triliun. 

Polusi udara menjadi penting karna bukan hanya menyangkut masalah kesehatan dan kematian manusia yang umumnya dikuantifikasi menjadi kerugian ekonomi. Masalah polusi udara adalah masalah kebijakan terkait lingkungan yang didasari kemanusiaan dan etik, bukan hanya pertimbangan angka rupiah atau keinginan berkuasa. 

 

Kebijakan yang beragam

Tahun 2010 studi “Cost Benefit Analysis Fuel Economy” yang didukung United Nations Environment Programme (UNEP) mengevaluasi kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan kualitas udara di Indonesia. Ada sembilan pilihan kebijakan yang dievaluasi dan dinilai. Sembilan kebijakan itu semua berhubungan dengan upaya mengurangi emisi dari kendaraan bermotor, termasuk mendorong pemilik mobil dan motor berpindah ke transportasi publik. 

Ambil contoh Jakarta. Transportasi publik semakin baik dan banyak pilihan. Selain kereta api listrik komuter warisan lama dan jalur bus khusus Trans Jakarta, ada MRT dan LRT yang berjalan dengan energi listrik. Bus Trans Jakarta baru sebagian menggunakan gas. 

Transportasi publik pinggir kota masih menggunakan bahan bakar bensin dan solar yang tinggi emisi partikel halusnya. Sepeda motor menguasai jalan-jalan di Jakarta dan sekitarnya, sehingga tidak heran kalau konsentrasi partikel halus di Jakarta melebihi ambang batas.

Persoalannya transportasi berenergi listrik itu dan 9 kebijakan pemerintah itu hanya mengatasi emisi “tank-to-wheel” – emisi dari tanki kendaraan ke knalpot. Harusnya pemerintah sudah harus menggunakan perspektif pengurangan emisi “well-to-wheel” – dari sumber energi ke knalpot. 

Sebagian besar sumber energi listrik berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, terutama batu bara dan bahan bakar solar. Kuncinya segeralah bergeser dari energi kotor bahan bakar fosil ke energi yang lebih bersih dan bisa diperbaharui tetapi bukan energi nuklir. 

List of cities
Peringkat kualitas udara di negara/wilayah dunia pada tahun 2018. Sumber: World Air Quality Report 2018

 

Konsumsi energi Indonesia tahun 2016 masih didominasi bahan bakar minyak sebesar 47% dan sektor transportasi paling besar pangsanya yaitu 42% dibandingkan sektor industri (36%), seperti dilaporkan dalam BPPT Outlook Energi Indonesia 2018. 

Untuk sumber energi listrik, Peraturan Pemerintah No 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, Perpres RUEN masih menetapkan batu bara sebagai andalan pasokan energi nasional. Meskipun PP No 79 menetapkan penggunaan energi terbarukan yang maksimal – dengan memperhatikan tingkat keekonomian. 

Artinya tidak terjadi upaya “well-to-wheel” meskipun mengembangkan kendaraan listrik atau hybrid 2.200 unit roda empat dan 2,1 juta unit sepeda motor, plus MRT, LRT, dan kereta listrik yang sudah ada. Sampai tahun 2030, warga negara Indonesia, terutama yang tinggal di kota-kota besar masih akan menghirup udara mengandung polutan partikel halus PM2.5. 

“Ah, saya merasa tidak apa-apa tinggal di Jakarta sekian puluh tahun,” mungkin Anda berkomentar seperti ini. Apa betul udara Jakarta mengandung banyak partikel halus? Sebenarnya mudah untuk mengetahui kondisi polusi udara di Jakarta dan sekitarnya. 

Gunakan aplikasi UdaraKita yang dikembangkan oleh Greenpeace Indonesia di ponsel cerdas Anda. 

Sudah saatnya pemerintah lebih serius menjalankan kebijakan energi yang akan mengurangi polusi udara. Pemerintah tidak hanya menjalankan kebijakan “tank-to-wheel” tapi juga dengan serius menerapkan kebijakan “well-to-wheel” untuk mengurangi pencemaran udara di kota-kota besar yang semakin padat. EKUATORIAL.

 

Pandangan dan pendapat yang diungkapkan dalam artikel ini adalah dari penulis dan tidak mencerminkan pendapat atau posisi Ekuatorial.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.