Jakarta, Ekuatorial – Rencana Pertamina untuk meningkatkan kapasitas produksi minyak di seluruh ladang minyak dan gas milik anak usahanya, PT Pertamina EP melalui mekanisme pengurasan tahap lanjutan alias enchanced oil recovery – EOR dengan menunjuk langsung kontraktor proyek butuh payung hukum dari Pemerintah berupa Peraturan Presiden – Perpres. Demikian hasil kesimpulan rapat yang diikuti Pertamina, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, yang digelar di Kementerian BUMN.

Proyek EOR ini terbilang Jumbo. Ada sebanyak 43 lapangan Migas milik Pertamina EP yang menjadi target proyek ini. Estimasi untuk satu proyek EOR ini minimal US$ 15 juta. Ini angka paling murah. Dengan kebutuhan paling minimal itu maka, total nilai proyek EOR di Madang migas Pertamina sebesar US$ 645 juta atau sebesar Rp 6 triliun.

Kepala Hubungan Masyarakat SKK Migas Elan Biantoro mengatakan, untuk menentukan kontraktor EOR, Pemerintah akan menilai (assesment) sebelum menunjuk kontraktor yang akan melaksanakan EOR. “Assesment akan dinilai berdasarkan aspek teknologi, ekonomi, dan efisiensinya,” kata Elan seperti dirilis harian Kontan.

Menurut Dia, teknologi EOR membutuhkan investasi besar dan banyak variasinya. Tidak semua teknologi EOR akan cocok untuk semua lapangan. Oleh karena itu, untuk menghindari kerugian, Pemerintah akan menerapkan sistem kontrak no cure, no pay. Artinya, kontraktor hanya dibayar jika mampu meningkatkan produksi minyak dari sumur-sumur tua dan jika gagal kontraktor tidak akan dibayar. (KTN)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.