Posted in

MISTERI SAMPAH DI LAUTAN

thumbnailJakarta – Para peneliti telah melakukan beberapa penelitian di Samudera Atlantik Utara bagian Barat dan Laut Karibia selama lebih dari dua dekade untuk lebih memahami tumpukan sampah plastik yang terdapat di sana. Meski keberadaan sampah plastik di sana masih menjadi sebuah misteri, mulai dari asal-usulnya hingga belum diketahui apa sebenarnya dampaknya bagi kehidupan di laut, para ilmuwan ternyata telah mempublikasikan studi analitis mengenai tumpukan sampah itu berdasarkan data yang dikumpulkan oleh kapal peneliti selama 22 tahun, antara tahun 1986 hingga tahun 2008.

 

Para peneliti dari Sea Education Association (SEA), Woods Hole Oceanographic Institution (WHOI), Massachusets, Amerika Serikat dan University of Hawaii (UH), Amerika Serikat mengungkapkan bahwa plastik yang terperangkap di jaring kapal peneliti jumlahnya tetap dan cukup stabil selama bertahun-tahun, meskipun pada kenyataannya jumlah produksi dan konsumsi plastik di masyarakat terus meningkat.

Lebih dari 64.000 potongan plastik dikumpulkan dari 6.100 lokasi yang dijadikan sebagai sampel penelitian selama beberapa tahun terakhir. Untuk mengumpulkan data ini, jaring-jaring yang ada di kapal peneliti ditarik dari permukaan air di setiap lokasinya, dan para peneliti menggunakan pinset untuk memisahkan plastik kecil dari alga dan material-material lainnya. Lebih dari 60 persen plankton yang ada di permukaan juga terjaring melalui potongan-potongan plastik yang terapung dan biasanya dalam ukuran milimeter. Konsentrasi plastik tertinggi diindikasikan terdapat di wilayah yang berpusat di sekitar garis lintang Atlanta, Amerika Serikat.

Dengan cara menggabungkan metode pengukuran dan model komputer sirkulasi laut, para peneliti menemukan fakta bahwa konsentrasi plastik terjadi di wilayah yang arus permukaan lautnya terpusat. Para peneliti menilai bahwa hal ini membantu menjelaskan soal mengapa puing-puing sampah menumpuk di wilayah tertentu, yang ternyata jauh dari daratan. Memang terdapat beberapa kemungkinan yang menjelaskan soal mengapa kumpulan plastik itu tidak makin bertambah banyak sejak pertama kali ditemukan. Plastik-plastik di sana mungkin sekali terpotong menjadi bagian-bagian kecil yang tidak mungkin tersangkut di jaring-jaring kapal penelitian, atau mungkin akan tenggelam ke dasar lautan. Atau mungkin sekali potongan plastik itu dikonsumsi oleh organisme-organisme laut. Para peneliti menyimpulkan bahwa diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan kemungkinan dari masing-masing skenario.

Beberapa ekspedisi telah diluncurkan dalam satu tahun terakhir ini untuk membuktikan bahwa di Samudera Pasifik juga terdapat kumpulan besar sampah yang menyerupai sebuah pulau. Sampah plastik itu telah membentuk apa yang disebut sebagai Great Pacific Garbage Patch dan telah menjadi lokasi makanan yang populer bagi populasi fauna lokal yang ada di sana yaitu elang laut (Phoebastria immutabilis). Para peneliti menemukan fakta bahwa koloni-koloni burung yang hidup di dekat dua kumpulan sampah yang berbeda itu memakan korek api, tali kail pancing, dan beberapa jenis sampah yang kemungkinan dibuang ke laut oleh orang-orang yang berkecimpung dalam dunia industri perikanan.

Kaisei Project – yang terdiri dari ilmuwan, pelaut, jurnalis, dan pejabat pemerintah, yang mendapat dukungan dana dari perusahaan-perusahaan internasional yang peduli lingkungan – juga melakukan kunjungan ke Great Pacific Garbage Patch setahun yang lalu. Dari kunjungan yang dilakukan, terlihat bagaimana proses penguraian plastik selama beberapa dekade terakhir telah bercampur dengan fitoplankton dan zooplankton, serta muncul pertanyaan apakah teknik menggunakan jaring dapat digunakan untuk memisahkan plastik dengan kedua jenis plankton itu. Para peneliti juga mengemukakan alasan lain soal mengapa kumpulan sampah plastik tidak bertambah dari waktu ke waktu. Alasannya adalah banyak plastik yang terpecah menjadi beberapa bagian kecil yang bergerak mengikuti arus laut.

Tim peneliti dari Algalita Marine Research Foundation di Long Beach, California, Amerika Serikat, yang telah kembali dari penelitiannya tentang kumpulan sampah selama dua bulan, merasa kecewa dengan apa yang mereka lihat. “Kita harus menghentikan ini semua sebelum bertambah parah, dengan cara mengurangi atau menghilangkan penggunaan plastik non-biodegradable untuk produk sekali pakai dan produk berkemasan. Jika laju jumlah sampah plastik di lautan tidak berubah, maka saya tidak dapat membayangkan bagaimana kita dapat menghindari terjadinya bencana perubahan dalam ekosistem laut kita, dan akibatnya pun jelas, terhadap manusia itu sendiri,” ujar juru kamera dari proyek tersebut, Drew Wheeler, seperti dimuat dalam situs resmi ScientificAmerican, Jumat (20/8).

Jumlah sampah plastik di lautan memang diperkirakan terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Menurut data yang ada, jumlah sampah plastik apung yang merupakan limbah padat dari wilayah perkotaan di Amerika Serikat meningkat 24 persen antara tahun 1993 hingga tahun 2008. Totalnya diperkirakan mencapai jumlah 14,5 juta ton pada tahun 2008. “Jika kita tengah berada di geladak kapal, biasanya kita tidak akan bisa melihat potongan-potongan sampah plastik tersebut,” tutur ahli kelautan dari Sea Education Association (SEA) yang terlibat dalam penelitian, Kara Lavender Law, Kamis (19/8), seperti dilansir dalam situs LiveScience. (prihandoko)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.