Jakarta – Penggunaan sumber energi dari bahan bakar fosil seperti batubara, minyak bumi, dan gas alam, ibarat diharamkan saat ini. Selain karena membutuhkan waktu yang lama untuk didaur ulang, sumber energi dari bahan tersebut dinilai memiliki sumbangsih yang besar terhadap terjadinya perubahan iklim. Sebagai alternatif, sumber energi terbarukan (renewable energy) muncul sebagai pengganti sumber energi kotor tersebut.
Jenis sumber energi terbarukan pun bermacam-macam, misalnya solar sel, mikrohidro, biogas, dan lain-lain. Sumber energi terbarukan tersebut diindikasikan lebih ramah lingkungan bila dibandingkan dengan sumber energi dari bahan bakar fosil. Di Indonesia, pengembangan sumber energi terbarukan ini ternyata mengalami berbagai kendala. Terutama adalah belum adanya monitoring (pengawasan) terhadap program-program pemerintah yang terkait dengan pengembangan sumber energi terbarukan.
Energy Officer, Climate and Energy Program, World Wild Fund (WWF) Indonesia, Indra Sari Wardhani, Senin (27/9/10), menjelaskan bahwa selama ini pengembangan sumber energi terbarukan di Indonesia sangat bertumpu kepada pemerintah. Namun sayangnya, selama ini tidak pernah ada monitoring terhadap program-program pemerintah yang terkait dengan pengembangan sumber energi terbarukan itu. Hal ini mengakibatkan ketidaktahuan dan ketidakmengertian masyarakat terhadap sumber energi terbarukan.
“Pengenalan sumber energi terbarukan kepada masyarakat sebenarnya sudah ada, tetapi memang belum menyeluruh. Salah satu usaha pemerintah dalam hal ini adalah dengan memperkenalkan Program Desa Mandiri Energi melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kem ESDM). Target dari program tersebut adalah mengembangkan sumber energi terbarukan, seperti biogas, mikrohidro, solar sel, dan lain sebagainya,” sambung Indra Sari Wardhani atau yang akrab dipanggil Ai.
Memang sangat sulit untuk memilih penggunaan sumber energi di Indonesia. Hal ini karena sumber energi yang ada hanya dipasok dari satu provider saja. Mengenai sumber energi terbarukan, penggunaannya di Indonesia pun masih dirasakan sangat sulit, karena harganya yang masih sangat mahal, contohnya adalah mahalnya harga solar sel. Akhirnya, sumber energi terbarukan seperti sulit bersaing dengan sumber energi yang lebih murah dan sebagian besar mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Lebih jauh, kebijakan pengembangan sumber energi terbarukan di Indonesia sebenarnya sudah ada dan juga sudah lengkap. Namun, implementasinya hingga kini memang belum sesuai dengan harapan. Meskipun begitu, masalah sumber energi terbarukan mungkin saja akan mendapatkan perhatian yang lebih serius dari pemerintah Indonesia. Hal ini terbukti dengan sudah dibentuknya satu direktorat tersendiri yang khusus mengurusi masalah sumber energi terbarukan di Kem ESDM.
Sementara itu, saat berlangsungnya diskusi “Alternatif Energy and The Environment”, di Jakarta, Senin (27/9/10), pakar sumber energi terbarukan dari Amerika Serikat, Janice Hamrin, menerangkan bahwa untuk mengembangkan sumber energi terbarukan, dibutuhkan publikasi yang lebih gencar lagi agar ke depannya sumber energi terbarukan tersebut dapat benar-benar menjadi sumber energi alternatif pengganti sumber energi fosil yang selama ini dominan penggunaannya di dunia.
“Publikasi mengenai sumber energi terbarukan bisa dilakukan di sekolah-sekolah atau universitas-universitas. Hal ini karena para pelajar pada umumnya sangat tertarik dengan sumber energi terbarukan itu. Kegiatan-kegiatan kampanye mengenai sumber energi terbarukan juga perlu dilakukan di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, publikasi di media juga akan sangat berpengaruh terhadap pengembangan sumber energi terbarukan,” tambah Janice.
Publikasi mengenai sumber energi terbarukan memang dirasa sangat diperlukan. Hal ini karena dari data yang didapat, diketahui bahwa sumber energi terbarukan baru mencapai angka 19 persen dari tingkat konsumsi energi global. Sumber energi terbesar di dunia berasal dari bahan bakar fosil (sumber energi kotor) sebesar 78 persen, sementara sumber energi nuklir menempati urutan terakhir sebagai sumber energi utama di dunia dengan total persentase 2,8 persen. (prihandoko)