Pertama kali sejak 124 tahun silam, seekor Badak Sumatera bercula dua (Dicerorhinus sumatrensis) berhasil lahir di habitat aslinya. Kabar fenomenal yang datang dari taman nasional Way Kambas (23/6) tentunya membuat antusias para pemerhati konservasi dan media massa karena kesuksesan kelahiran ini mengindikasikan kemajuan dari penanggulangan kepunahan binatang khas Sumatera yang statusnya di ambang kritis punah.

Menurut informasi yang di peroleh SIEJ, Badak Sumatera betina yang bernama Ratu tersebut memang telah hamil selama hampir 15-16 bulan, dan pada hari Sabtu (23/6) pukul 01.00 WIB telah melahirkan seekor bayi jantan dengan sehat, dan sang induk pun kini dalam kondisi sehat.

Koordinator Program Konservasi Badak World Wildlife Fund (WWF), Adi Rahmat membenarkan hal tersebut tetapi dirinya menolak memberikan keterangan lebih lanjut karena masih menghormati proses yang di lakukan pihak Yayasan Badak Indonesia (YABI), pihak Kementerian Kehutanan maupun Balai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) serta pengelola SRS TNWK, “Kini keduanya dalam pengawasan sangat ketat untuk menjaga kondisi satwa langka itu tetap terjaga”, ujar Adi.

Kelahiran badak jantan ini merupakan hal istimewa yang sangat di perhatikan sejumlah kalangan, karena belum ada keberhasilan kelahiran badak secara alamiah di dalam habitatnya. Tentunya proses keberhasilan ini merupakan kebangggan tersediri bagi Indonesia yang rencananya akan menetepkan tahun badak internasional pada 2012-2013. Tahun badak internasional ini rencananya juga di dukung oleh beberapa negara seperti Afrika Selatan, Bhutan, Nepal, India, Zimbabwe, Malaysia.

Menurut data dari IUCN (International Union for Conservation of Nature), Habitat Badak Sumatera awalnya meliputi dataran Himalaya di Bhutan dan utara India, terus ke Yunnan (China), Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Semenanjung Malaysia, Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan di Indonesia.

Namun kini Badak Sumatera di yakini hanya hidup di Sumatera, Kalimantan, dan sebagian kecil saja di Semenanjung Malaysia. Kini habitatnya ada di Bukit Barisan Selatan, Way Kambas, Taman Nasinal Gunung Leuser dan Taman Nasional Kerinci-Seblat. Populasinya kian menurun, total Jumlahnya pun diperkirakan kurang lebih 250 ekor.

IUCN juga mengamati, dalam panjang satu generasi ke depan atau sekitar 20 tahun, diperkirakan populasi ini akan berkurang sebanyak 25 persen dari keseluruhan perkiraan jumlah Badak Sumatera. Kerusakan hutan dan pembukaan lahan yang tidak terkendali menyebabkan terganggunya habitat badak dan membuat binatang itu kesulitan mencari makan dan tempat berlindung. Hal lain yang memperburuk keadaan adalah perburuan badak untuk diambil culanya yang sulit dicegah. (Binsar Marulitua)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.