Jombang, Ekuatorial – Para petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat – APTR serta perkoperasian petani tebu – KPT yang berada di wilayah kerja PT Perkebunan Nusantara – PTPN X melakukan boikot pengiriman panenan tebu mereka, sebagai bahan baku pembuatan gula pasir ke pabrik gula – PG Djombang Baru dan PG Tjoekir Diwek. Aksi boikot ini terkait rendahnya penilaian dari manajemen PG atas rendemen (tingkat kadar kandungan gula dalam batang tebu) yang semula rata-rata mencapai 8% namun, hanya dinilai 4% saja. Anjloknya rendemen tebu rakyat itu membuat petani rugi besar.

Sementara, biaya tanam dan perawatan melonjak naik akibat kenaikan harga pupuk dan tenaga kerja, sebagai dampak lain dari kenaikan harga bahan bakar minyak – BBM. Aksi boikot ini dilakukan dalam waktu berbeda.

Seperti dirilis harian Suara Pembaruan. “ Kami tidak main-main, walaupun petani juga merugi akibat menggelar aksi ini,” kata Ketua APTR Jombang, Basyaruddin Saleh, Rabu (14/8).

Dia mengatakan, petani tebu tetap menuntut manajemen PG untuk menaikkan rendemen tebu panenan hingga 8%. “Sesuai pengujian yang dilakukan APTR di laboratorium swasta, menunjukka rendemen 8% dan bukan 4% seperti penilaian tim dari PG. Oleh karena itu kami meminta paling tida tanggal 15-16 Agustus, sudah ada keputusan dengan kenaikan rendemen yang benar,” katanya.

Dia juga mengatakan, lahan pertanian tebu untuk APTR PG Djombang Baru mencapai seluas 3.500 hektar. Dari luas lahan itu potensi produksi gula tebu yang dihasilkan mampu mencapai seberat 40.000 kwintal, dengan nilai rendemen 8%. Hingga saat ini belum ada kejelasan tentang rendemen namun, pabrik malah memaksakan petani supaya mendatangkan tebu ke PG.  (Wishnu)

 

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.