Conservation without restrain and cost is not conservation,” ujar Noviar Andayani, Ketua Yayasan Owa Jawa pada kunjungan ke Javan Gibbon Center kamis lalu (10/4).

Menurutnya, faktor kontrol dan biaya tersebut merupakan komponen penting dalam kegiatan konservasi. Perlindungan satwa terancam punah seperti Owa Jawa memang memerlukan dana yang besar, namun dampak di masa mendatang diyakini akan sangat besar ketika konservasi berhasil dilakukan.

Javan Gibbon Center (JGC), yang merupakan kerjasama antara Yayasan Owa Jawa (YOJ), Kementerian Kehutanan, Conservation International Indonesia, Balai TNGGP, Universitas Indonesia dan Silvery Gibbon Project, bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik dan psikologis Owa Jawa peliharaan untuk kemudian dilepasliarkan untuk menambah populasi di alam. Pelepasan satwa ini dilakukan dengan berpasangan untuk meningkatkan tingkat kelangsungan hidup mereka  di alam.

_DSC0546_1
Kandang penangkaran Owa Jawa di JGC, Bodogol (10/4). Foto: Januar Hakam

Kondisi Owa Jawa hasil penyitaan dan penyerahan umumnya berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Ada yang di perutnya masih bersarang peluru bekas perburuan, ada yang rambutnya tipis akibat stres, ada yang tubuhnya sangat kurus, dan lain-lain.

Tempat perlindungan Owa Jawa yang berpusat di Resort Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) sejak tahun 2003 itu kini dihuni 25 individu Owa Jawa rehabilitasi dan beberapa pasang diantaranya sudah siap dilepasliarkan.

Keberadaan Owa Jawa, yang menghabiskan waktu hidupnya kanopi pepohonan, dapat menjadi indikator bahwa suatu kondisi hutan masih bagus karena memiliki tutupan kanopi yang rapat.

Ancaman Konservasi di Indonesia

Ancaman pengalihfungsian hutan merupakan ancaman nyata perlindungan satwa di Indonesia. Perburuan dan perdagangan satwa liar merupakan ancaman lainnya. Herry Subagiadi, Kepala Balai TNGGP, mengatakan perlunya berbagai elemen dapat bergerak aktif mulai dari pemerintah, penggiat konservasi, penegak hukum, dan masyarakat luas untuk menyadari pentingnya konservasi.

Herry juga membenarkan adanya ancaman terhadap Owa Jawa di wilayah TNGGP  yang luasnya 22.851 hektar. “Maraknya perburuan dan perdagangan, serta fragmentasi habitat mengakibatkan populasi Owa Jawa sulit untuk berkembang. Laju pembangunan yang pesat dan kurang terkendali menyebabkan habitat Owa Jawa kian menyusut,” ujarnya.

Wahjudi Wardojo, Ketua Pembina YOJ, dalam diskusi juga menyebutkan bahwa dasar filosofi di Indonesia masih lemah sehingga hanya segelintir pihak saja yang sadar untuk menerapkan konservasi. “Taman nasional merupakan deposit, saya punya hak untuk (menikmati) TN di Lampung, Flores, dan lain-lain, begitu pula juga anak cucu kami,” ujar Warjudi.

Noviar juga mengatakan, “Di Indonesia Taman Nasional dan Cagar Alam total luasnya 20-an juta hektar atau sekitar 13% dari total luas Indonesia. Masa iya sih kawasan ini terus menerus diintipi ancaman untuk pembangunan”. Padahal di sisi lain, TN dijadikan penawaran di dunia internasional, ia melanjutkan.

“Jika Owa Jawa punah, maka siap-siap manusia juga akan punah,” tutup Noviar. Januar Hakam

_DSC0557_1
Owa Jawa di penangkaran JGC, Bodogol (10/4). Foto: Januar Hakam
There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.