Warga Napajoring Akhirnya Punya Listrik Sendiri

Wajah-wajah ceria warga Desa Napajoring, Kecamatan Nassau, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, menyambut rombongan yang baru saja menempuh perjalanan jauh. Sedari pagi mereka sudah menunggu, bahkan bupati, para kepala dinas dan staf Pemkab Tobasa sudah menginap semalam di Nassau untuk menyiapkan segalanya. Wajar, desa terpencil ini sangat jarang di datangi pejabat negara, apalagi dari Jakarta.

Rombongan terdiri dari Deputi bidang produksi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM), I Wayan Dipta, Asisten Deputi urusan ketenagalistrikan dan aneka usaha, Viktoria Simanungkalit. Kemudian, Direktur Pemberdayaan Koperasi dan UKM Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Adi Putra Alfian, Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ), para SKPD Pemkab Tobasa, dan jurnalis. Setelah transit di Ibukota Kecamatan Habinsaran, Parsomburan, rombongan bertukar mobil menggunakan gardang dua karena medan yang akan di lalui sangat sulit. Syukur, tidak pas musim hujan, jadi Parsomburan – Nassau di tempuh dalam waktu dua jam lebih sedikit. 14 Juni 2014, Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) milik Koperasi Serba Usaha (KSU) Mitra Keluarga diresmikan.

Saut Tua Siagian, Kepala Desa Napajoring dalam sambutannya mengatakan sangat bangga atas perhatian yang di berikan pemerintah. “Ini mukzizat Tuhan. Kami bisa bertemu pejabat,” katanya sumringah. Dia sekalian menyampaikan permohonan agar jalan ke desanya di bangun cepat. Harga penjualan hasil pertanian menjadi minim sebab biaya angkut begitu mahal. Begitu juga dengan tenaga pendidik di sekolah dasar Napajoring yang butuh di perbanyak.

Usai Saut menyampaikan uneg-uneg-nya, giliran ketua KSU Mitra Keluarga, Manahara Pardosi menyampaikan pertanggungjawaban atas proyek PLTMH anggaran 2013 senilai total Rp 1,930 miliar itu. Dia memulai cerita bahwa koperasi dulunya adalah perkumpulan arisan terdiri dari 20 orang. Pada 2002 terbentuklah KSU Mitra Keluarga dengan anggota 25 orang dan modal dasar Rp 2 juta. Empat tahun kemudian, dirinya menjadi ketua koperasi hingga saat ini. “Koperasi saat ini beranggotakan 485 orang di dua kabupaten, Tobasa dan Labuhanbatu. Volume usaha Rp 4 miliar dan kekayaan Rp 2,7 miliar,” ucapnya di sambut tepuk tangan.

Untuk PLTMH, anggaran tak sepenuhnya dari negara. Pihaknya di bantu PT Inalum Persero lewat dana CSR. Hasilnya, PLTMH berdaya 36 hingga 40 KW ini mampu menerangi 95 rumah warga secara gratis, dan lima layanan umum seperti sekolah, gereja dan poliklinik. “Jelas ini mengurangi biaya hidup rumah tangga,” tegasnya. Setiap hari, lanjut Manahara, setengah liter minyak tanah di gunakan untuk masyarakat untuk penerangan. Atau sebesar Rp 200 ribu per bulan. Belum lagi biaya untuk memasak nasi, menyeterika, dan lain-lain sebesar Rp 100 ribu per bulan.

“Sekarang tidak ada lagi biaya-biaya itu, tapi ini khusus untuk anggota koperasi. Di luar anggota, kami kenakan biaya Rp 50 ribu sebulan. Tidak mahal daripada harus mengeluarkan Rp 300 ribu tiap bulan. Inilah dampak ekonominya,” paparnya.

Apa yang sudah dilakukan saat ini tidak lepas dari pendampingan yang pihaknya lakukan. Sebelum dirinya menjadi ketua koperasi, para anggota tidak mampu menjalankannya. “Koperasi yang di kelola orang kampung tidak berjalan, harus di dampingi. Saya harus bolak-balik Jakarta – Parsoburan dengan biaya sendiri membangun koperasi,” ungkapnya. Tanpa pendampingan, di desa tidak bisa maju. “Saya minta pemerintah menyediakan tenaga-tenaga pendamping ini.”

Sebelum menutup pertanggungjawaban berdurasi satu jam dan membuat tamu undangan terkantuk-kantuk, Manahara bilang, PLTMH cocok untuk program listrik masuk desa. Selain murah dan mudah perawatannya, juga tidak perlu membuka hutan untuk instalasinya. “Semoga tumbuh koperasi-koperasi seperti ini lagi,” pungkasnya.

KSU Mitra Keluarga adalah satu dari sepuluh koperasi yang menerima hibah dari KUKM untuk mengelola PLTMH demi meningkatkan perekonomian melalui pemanfaatan energi secara produktif (bisnis perdesaan) di 10 kabupaten di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, NTT, NTB, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat. Dalam program KUKM ini, GIZ melalui Energising Development (EnDev) Indonesia memberikan dukungan berupa pengembangan kapasitas pengelola bisnis dan PLTMH, pemantauan berkelanjutan, serta tinjauan teknis terhadap pembangunan PLTMH.

EnDev Indonesia memulai kerjasama dengan KUKM untuk mendorong pengembangan bisnis perdesaan di lokasi PLTMH. Sebuah Nota Kesepahaman antara GIZ Indonesia dengan KUKM ditandatangani pada November 2013 dengan 10 lokasi PLTMH yang dibangun sejak 2013.

Robert Schultz, Senior Advisor untuk EnDev Indonesia menjelaskan, ?Menumbuhkan dan mendorong pengembangan ekonomi lokal adalah salah satu manfaat paling berharga yang dapat disediakan oleh adanya akses listrik. Ini tidak hanya menjadi ukuran keberlanjutan yang vital bagi infrastruktur perdesaan, tetapi juga memberdayakan masyarakat dengan cara memanfaatkan potensi kewirausahaan.?

Menutup acara, Bupati Tobasa Kasmin Simanjuntak mengatakan, PLTMH di Napajoring memanfaatkan tenaga air dari aliran sungai kecil maupun saluran irigasi yang dibendung dari ketinggian tertentu dan debit airnya disesuaikan untuk menggerakkan turbin yang berhubungan dengan generator listrik. Dari segi teknologi, PLTMH berkonstruksi sederhana sehingga sangat mudah di operasikan, murah dan mampu bersaing dengan pembangkit listrik lain.

“KSU Mitra Keluarga mendapat bantuan sosial dari APBN 2013 sebesar Rp 1,5 miliar. Namun sulitnya menjangkau lokasi PLTMH mengakibatkan pertambahan biaya mobilisasi bahan melebihi dana tersedia sehingga Pemkab mengalokasikan dana melalui P-APBD 2013 sebesar Rp 430 juta,” ucap bupati.

Acara di tutup dengan pertunjukan tari Tor-tor oleh murid-murid SD 177676 Napajoring. Murid-murid yang sudah berlatih sejak sebulan lalu ini tampak kegirangan saat menerima saweran dari tamu yang datang. Tak sia-sia mereka menunggu sejak pagi. Lalu, rombangan meninggalkan lokasi dengan cepat menuju Laguboti tempat menginap, kemudian Bandara Silangit dan terbang menuju Jakarta. Sementara masyarakat, berjalan kaki pulang ke rumahnya. Menyusuri jalan tak berabu, di bawah matahari yang menggigit sambil menggendong anak. Sesekali terlihat mereka berteduh di rimbun karet atau sawit.

Ini di Napajoring. Desa tetangga mereka, Sipagabu dan Liat Tondung, lima jam perjalanan lagi, masih belum tersentuh listrik. 1000 jiwa warga kedua desa hidup dalam gelap. Seakan membenarkan kenyataan bahwa 69 tahun Indonesia merdeka, secara nasional rasio elektrifikasi baru mencapai 80 persen. Artinya, 20 persen masyarakat Indonesia terutama masyarakat pedesaan belum tersentuh penerangan listrik sehingga akses masyarakat terhadap energi masih terbatas. (Mei)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.