SIEJ, Jakarta – Pada tahun 2009, Indonesia menyatakan berkomitmen secara sukarela untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada tahun 2020 sebesar 26% atas usaha sendiri atau mencapai 41% dengan bantuan internasional. Sebagai bagian dari perwujudan komitmen ini, Pemerintah membentuk Badan Pengelola REDD+ yang dikukuhkan oleh Presiden pada tanggal 31 Agustus 2013 melalui Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2013.

Program REDD+ di Indonesia (Reducing Emmission from Deforestation and Forest Degradation/Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan) merupakan mitigasi perubahan iklim di sektor hutan dan gambut, melalui kerjasama dengan semua pemangku kepentingan. Badan Pengelola (BP) REDD+ mengemban tugas untuk membantu Presiden dalam melaksanakan tugas koordinasi, sinkronisasi, perencanaan, fasilitasi, pengelolaan, pemantauan, pengawasan serta pengendalian REDD+ di Indonesia.

Nur Masripatin Deputi Tata Kelola dan Hubungan Kelembagaan BP REDD+, mengatakan bahwa BP REDD+ harus mampu mensinergikan berbagai program dan mewujudkan kerjasama berbagai pihak untuk mencapai tujuan program. “Tujuan program yaitu menurunkan emisi sekaligus memperbaiki tata kelola dengan memanfaatkan beragam Demonstration Activities (DA) sebagai bahan pembelajaran positif di masa mendatang,” jelasnya di Jakarta (12/8).

Menurut data BP REDD+, hingga saat ini sudah terdata sedikitnya 70 DA di Indonesia telah dilakukan. Kegiatan ini melibatkan lebih dari 50 pihak terkait sektor kehutanan dan perubahan iklim, seperti Kementerian Kehutanan, Pemerintah Daerah, berbagai LSM lokal dan internasional, sektor swasta, lembaga peneliti, masyarakat adat, serta beragam lembaga donor.

Peta Pilot REDD+ / Demonstration Activities di Indonesia per Juli 2014. [Gambar: Kementerian Kehutanan RI].
Peta Pilot REDD+ / Demonstration Activities di Indonesia per Juli 2014. [Gambar: Kementerian Kehutanan RI].

Aktivitas demostrasi atau DA itu sendiri merupakan kegiatan pengujian dan pengembangan metodologis, teknologi dan institusi pengelolaan hutan dalam rangka fase kesiapan pelaksanaan REDD+. Dengan kata lain, DA dianggap sebagai sarana pembelajaran bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan implementasi REDD+.

Noviana Widyaningtyas, Kepala Bidang Perubahan Iklim, Pusat Standarisasi Lingkungan dan Perubahan Iklim (Pustanling), Kementerian Kehutanan menuturkan mengenai status DA di Indonesia. “Sejak akhir 2010 hingga tahun 2013, Pustanling telah melakukan sekitar empat hingga lima kali review DA di Indonesia.”

Ia menjelaskan hasil evaluasi DA di Indonesia menunjukkan lebih dari 30 DA REDD+ telah dimonitor dengan baik menggunakan berbagai pendekatan ruang lingkup dan metode, dimana sebagian besar dikategorikan sebagai DA pembelajaran dan dapat dikembangkan menjadi result based DA.

“Kementerian Kehutanan juga terus memberikan dukungan untuk pembangunan dan pengembangan DA REDD+ antara lain dalam bentuk SNI Carbon Accounting, SNI Penyelenggaraan DA REDD+, dan pembangunan SIS-REDD+,” tambahnya.

Dalam pertemuan ini juga dibahas tentang Jurisdictional Approach (JA) yang merupakan pendekatan pelaksanaan program REDD+ di dalam wilayah administrasi tingkat provinsi atau kabupaten. Kaitannya dengan DA adalah bahwa pilot project yang ada selama ini berada dalam kawasan administrasi di berbagai daerah di Indonesia, sehingga untuk pengembangan JA ke depan diharapkan dapat dimulai dengan pengalaman dari DA guna memperkuat perencanaan pelaporan dan verifikasi program REDD+ di tingkat kabupaten dan provinsi.

Agus Sari, Deputi Bidang Perencanaan dan Pendanaan BP REDD+ menjelaskan bahwa DA menjadi modal awal untuk mengembangkan JA REDD+, mendesain REDD+ dalam skala luas, membangun komitmen pemerintah daerah terhadap REDD+, memungkinkan upaya integrasi REDD+ ke dalam proses pembangunan daerah, dan memperkuat aspek-aspek teknis seperti REL, MRV, dan safeguards.

Ke depannya, diharapkan ada kesepakatan antar pelaku DA untuk mengkomunikasikan program mereka secara berkala melalui forum resmi. Semua usulan dan informasi dari pelaku DA dapat dijadikan modal pelaksanaan REDD+ di Indonesia. Januar Hakam.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.