Donggala, Ekuatorial – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng), akan melakukan moratorium pertambangan di daerahnya. Kebijakan tersebut menanggapi desakan dan kerusakan alam akibat tambang galian C (pasir, batu dan bahan bangunan) oleh sejumlah aktivis lingkungan di Sulawesi Tengah. Mereka mendesak agar pemerintah daerah menghentikan pemberian izin usaha pertambangan (IUP) dan menertibkan serta meninjau kembali izin-izin yang telah diterbitkan.

“Kami berikan waktu selama satu bulan mulai dari 21 Agustus hingga 21 September, kepada para pengusaha tambang untuk melengkapi dokumen-dokumen perizinan dan kelengkapan lainnya,” kata Syamsu Alam kepada Ekuatorial ketika ditemui dikantornya akhir minggu lalu.

Saat ini, Dinas ESDM Kabupaten Donggala tengah memeriksa kelengkapan dan mengevaluasi dokumen dari perusahaan-perusahaan tambang. Setelah proses itu, Dinas ESDM kemudian akan menjatuhkan keputusan kepada perusahaan-perusahaan tambang.

Syamsu menjelaskan ada empat macam keputusan yang akan dijatuhkan kepada perusahaan-perusahaan tambang. “Pertama yaitu Open. Maksudnya perusahaan masih boleh melakukan kegiatan pertambangan sampai waktu berlakunya IUP,” tuturnya.

Kedua yaitu open bersyarat yang artinya perusahaan tambang dapat tetap melakukan aktivitasnya namun dengan syarat telah menyelesaikan kewajibannya dalam waktu tertentu. Jika perusahaan gagal memenuhi kewajiban yang ditentukan, maka akan diturunkan statusnya menjadi berhenti sementara atau berhenti total.

“Ketiga yaitu berhenti sementara, artinya aktivitas perusahaan tambang akan diberhentikan untuk sementara, baik sebagian atau keseluruhan,” ujarnya. Status perusahaan akan berubah hingga mereka mampu menyelesaikan kewajibannya dalam waktu tertentu. “Dan terakhir yaitu close, artinya semua aktivitas pertambangan harus dihentikan,” katanya.

M. Fikri, Deputi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Donggala merasa pesimis menanggapi moratorium yang akan dicanangkan di Donggala. “Kami menemui tim moratorium yang ditunjuk ESDM Donggala tidak memiliki tools dalam menjalankan fungsinya. Dari situ kami berfikir bahwa moratorium ini hanya akal-akalan Kepala Dinas ESDM Donggala,” tegasnya.

Selama tiga tahun terakhir, terjadi kenaikan signifikan jumlah izin pertambangan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Donggala. Saat ini tercatat sedikitnya 45 perusahaan telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari sebelumnya hanya kurang dari 10 izin. Perusahaan-perusahaan tersebut seolah berdesakan di atas tanah Kabupaten Donggala, yang hanya seluas 4.764,83 kilometer persegi (km2).

Fikri mengungkapkan dari 45 izin IUP yang telah dikeluarkan pemerintah Kabupaten Donggala, mayoritas semuanya tidak melalui proses yang benar. Belum lagi ia juga mengatakan bahwa izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) juga sering tidak dilakukan.

“Hampir dari 45 perusahaan tersebut memperoleh IUP secara inprosedural. Saya yakin pasti banyak perusahaan yang tidak punya AMDAL, kita lihat saja nanti bagaimana akhir proses dari moratorium ini,” tegasnya. Januar Hakam

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.