Jakarta, Ekuatorial – Pembangunan Indonesia diproyeksikan akan semakin memburuk bila tidak mengusung keberlanjutan. Rokhmin Dahuri, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor mengatakan, selama sepuluh tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat baik. “Pada tahun 2000 hingga 2012, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat sebesar 5,8 persen, sedangkan khusus 2012 sebesar 6,3 persen. Ini pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua setelah Tiongkok (8,2 persen),” jelasnya dalam Acara Seminar Nasional bertajuk Indonesia Maju 2030 Melalui Pembangunan Berkelanjutan di Jakarta, Rabu (22/10).

Namun sayangnya Rokhmin menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut ternyata membuat hutan dan alam rusak akibat pembangunan yang tidak ramah lingkungan. “Deforestasi dan segenap implikasi negatifnya seperti banjir, erosi, longsor, kemudian pencemaran tanah, perairan dan udara, pengikisan biodiversitas, overeksploitasi sumber daya alam, dan degradasi ekosistem pesisir dan laut, serta ancaman global warming merupakan banyak permasalahan yang dialami Indonesia saat ini,” jelasnya.

Padahal Rokhmin memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang sangat tinggi. Ia menyebut areal hutan Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi, memiliki tanah yang subur, kekayaan potensi laut yang mencapai 6,5 juta ton pertahun, dan kekayaan berbagai jenis kekayaan tambang.

Selain lingkungan, Rokhmin juga menyebut bahwa kondisi sosial masyarakat Indonesia berkebalikan dengan pertumbuhan ekonomi tersebut. “Kondisi riil kehidupan masyarakat Indonesia mencekam dimana makin banyak kemiskinan dan pengangguran,” ujarnya.

Berbagai permasalahan yang dialami menurut Rokhmin adalah akibat dari ketidakpahaman para pembuat keputusan dan masyarakat tentang pentingnya memelihara lingkungan dan sumber daya alam. Selain itu keserakahan dan ketidakpedulian, kemudian ketiadaan sarana-prasarana dan teknologi ramah lingkungan juga turut serta membuat kondisi sosio-ekologi kian merosot.

“Selama ini pengelolaan lingkungan hidup terlalu dominan aspek ekologinya ketimbang ekonominya,” imbuhnya. Oleh karena itu ia mengatakan bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan solusi terbaik untuk Indonesia. “Dengan pembangunan berkelanjutan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan akan menjadi seimbang,” tambahnya.

Namun ia menekankan bahwa terdapat syarat pembangunan Indonesia ke depan, yaitu pembangunan ekonomi konvensional digantikan dengan pembangunan berkelanjutan yang juga mementingkan aspek sosial dan lingkungan. “Untuk pembangunan daerah yang sudah over-develop maka pemerintah harus mengatur ulang paradigma dan pola pembangunan, sedangkan untuk daerah yang masih virgin jangan sampai ada kesalahan dalam pembangunannya,” jelasnya.

Selain itu, ia mengatakan bahwa yang terpenting dalam pembangunan berkelanjutan adalah permintaan manusia terhadap sumber daya alam tidak melebihi daya dukung lingkungan. “Presiden dan pemerintah daerah juga tidak boleh hanya mengejar aspek ekonomi, namun harus menjamin kemerataan dan melakukan perlindungan sumber daya alam. “Dalam rencana tata ruang juga harus mementingkan sosio-ekologi, pembangunan ramah lingkungan, dan pembangunan harus berlandaskan scientific-base,” jelasnya.

Sementara itu, Emil Salim Ketua Pertimbangan Presiden Bidang Ekonomi dan Lingkungan Hidup, setuju bahwa kualitas pembangunan harus mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Namun berbeda dengan Rokhmin, Emil lebih memilih untuk menitikberatkan pembangunan dengan melindungi lingkungan dan sumber daya alam. Menurutnya perlindungan alam harus dilakukan Indonesia segera dan pembangunan tidak boleh membebani alam.

“Tidak boleh hutan-hutan diubah menjadi sawit, yang seharusnya dilakukan adalah menambah nilai hutan itu (sebagai sumber obat-obatan, dll) dengan sains dan teknologi, bukan merusaknya,” tegas Emil.

Emil melanjutkan, selain itu perlu adanya penataan ruang untuk pengembangan sumber daya alam sesuai dengan daya dukung lingkungan. “Strategi selanjutnya mengusahakan sumber daya air dan lahan bagi ketahanan pangan, dan mengembangkan bioteknologi guna memanfaatkan keunggulan keanekaragaman hayati,” jelasnya.

Seminar Nasional ini merupakan acara yang dibuat oleh Pascasarjana UI Program Studi Ilmu Lingkungan bekerjasama dengan Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ), Badan Informasi Geospasial, PT Riau Andalan Pulp and Paper, PT Astra dan beberapa mitra lainnya. Seminar ini juga dihadiri oleh Deddy S. Bratakusumah Staf Ahli Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Kemen-PAN RB, Raldi H. Koestoer Ahli Peneliti Utama Bidang Ilmu Wilayah dan Lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Seminar ini bertujuan untuk memaparkan masalah dan menemukan solusi pembangunan Indonesia maju di tahun 2030. Januar Hakam

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.