Manado, Ekuatorial – Sekitar 162 Kepala Keluarga (KK) di desa Ehe, pulau Bangka, Sulawesi Utara (Sulut) diklaim telah menyetujui kegiatan pertambangan di daerah tersebut. “95 persen bahkan sudah menjual rumah dan tanahnya kepada perusahaan. Artinya jika nantinya semua sudah terjual, desa ini (Ehe – red) akan direlokasi ke daerah Sipi. Dua sekolah yang ada juga akan dipindahkan,” ujar Spener Sigandong, Hukum Tua Desa Ehe, Senin (10/11).

Pulau Bangka masuk dalam wilayah Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Pulau seluas 4 ribu hektare (ha) tersebut ditinggali empat desa masing-masing Libas, Kahuku, Ehe, dan Lihunu.

Pertambangan di pulau Bangka belakangan jadi perhatian publik, saat PT Mikgro Metal Perdana (MMP) mulai beroperasi melakukan eksplorasi dan eksploitasi biji besi. Pro kontra, hingga konflik horisontal antara warga terjadi di pulau itu. Tak hanya sesama warga, kontak fisik dengan aparat kepolisian juga terjadi.

“Ada banyak dampak dari kehadiran pertambangan bagi penduduk desa, termasuk anak-anak,” kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sulut, Jul Takaliuang.

Menurut Jul, anak-anak sebenarnya mengalami kekerasan psikologis akibat dari konflik yang terjadi antar warga. “Selain mendapat perlakukan yang tidak adil dari pihak sekolah yakni SMP Nasional Kahuku, mereka juga sebenarnya mengalami tekanan di lingkungan sosial akibat konflik itu,” papar Jul.

Lanjut dia, menurut laporan yang diterima pihaknya, saat ini orang tua cenderung untuk menyekolahkan anak mereka di luar Pulau Bangka. Yang jadi persoalan kemudian, lanjut Jul, adalah anak-anak harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial masyarakat yang berbeda dengan di kampungnya.

“Menyekolahkan anak keluar Pulau Bangka tidak semata-mata terkait konsekuensi biaya. Tapi persoalan sosial, adaptasi dengan lingkungan sekitar. Karena anak-anak, di usia yang masih sangat belia, terpaksa harus keluar dari lingkungan masyarakat yang selama ini mereka tumbuh dan berkembang,” papar Jul.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Minahasa Utara, Max Tatapada saat dikonfirmasi terkait rencana penggusuran sekolah dan persoalan yang menimpa anak-anak ini mengaku tidak mengetahuinya. “Saya belum tahu soal rencana relokasi sekolah-sekolah yang ada di Pulau Bangka. Demikian juga dengan persoalan yang menimpa anak-anak sekolah di sana,” ujar dia.

Meski pihak Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Minut mengaku tidak tahu soal rencana relokasi sekolah itu, namun hasil reportase di lapangan menunjukan bahwa pihak perusahaan mulai membangun sekolah di wilayah pemukiman baru.

Persoalan eksploitasi Pulau Bangka juga dikeluhkan sejumlah pengusaha resort yang bahkan mengeluhkan kondisi itu kepada Komite III DPD RI, Maya Rumantir, Senin (10/11). Pasalnya, setelah pemerintah memberikan ijin untuk resort, ternyata saat ini juga dikeluarkan ijin untuk pertambangan. Tumpang tindih ijin tersebut kemudian membuat usaha resort mereka terancam bangkrut. Yoseph Ikanubun

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.