Bandarlampung, Ekuatorial – Pasir hitam yang merupakan muntahan Gunung Anak Krakatau (GAK), kerap menjadi incaran kaum pengusaha dengan alasan mitigasi bencana. Bagai mana tidak, pasir besi yang dimuntahkan dari gunung itu ternyata disebut-sebut memiliki kualitas terbaik. Selama dua minggu terakhir warga sekitar Pulau Sebesi, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung selatan yang lokasi tidak jauh dari gunung tersebut memergoki tongkang KK Mandala 8 Ternate, hilir-mudik mengangkut pasir besi.

Salah satu tokoh di Pulau Sebesi, Sofyan Raden Kemala menyampaikan keluhannya melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung. Menurutnya, tongkang itu milik PT Lautan Persada Indonesia. “Bulan November lalu mereka sosialisasi kepada masyarakat untuk melakukan pemasangan alat getar,” kata dia.

Namun, tidak sampai tiga bulan, perusahaan itu telah menurunkan tongkangnya mengitari Pulau Sebesi dan sekitarnya. “Memang di pulau kami ini ada hamparan pasir besi yang terbawa arus dari GAK. Tebalnya enam meter dengan luas sekiat tujuh hektare,” ujar dia.

Tongkang tersebut, menurut pemantauan warga Sebesi, belakangan kerap melakukan pengerukan pasir besi di sekitar pulau mereka. “Aktivitas ini, bagi kami sangat mengganggu, bagai mana tidak, dengan adanya pengerukannitu otomatis terumbu karang yang telah kami pelihara selama tiga tahun belakangan ini pasti akan rusak karena alat-alat pengerukan,” kisahnya.

Terhadap permasalahan itu, Sofyan telah melayangkan surat pada Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan yang ditembuskan ke Polsek, Dinas Pertambangan, Dinas Perikanan dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Namun sayang, upaya tersebut belum mendapat respon.

Sementara itu Kepala BKSDA Lampung, Subakir saat dikonfirmasi soal pengaduan itu malah membantah. Menurutnya itu bukan tongkang pengerukan pasir besi, melainkan kapal pemerintah setempat yang akan diusulkan sebagai daerah-daerah kawasan konservasi wisata alam.

“Tidak benar ada penambangan pasir, itu adalah tim dari pemda untuk menentukan titik-titik wisata konservasi laut,” kilah Subakir.

Direktur Walhi Lampung, Bejoe Dewangga menjelaskan bersama tim LBH sempat melakukan investigasi. “Kami menemukan kapal tongkang yang menyisiri Pulau Sebesi dan terus bergerak ke arah GAK. Kami sempat mengambil sampel pasir yang berada di tongkang itu dan lantas bertanya dengan anak buah kapal tongkang itu, mereka menjelaskan bahwa tongkang itu akan memasang alat deteksi getar,” ujar dia.

Bejoe juga menjelaskan sekalipun tongkang itu benar melakukan pemasangan alat deteksi namun tetap saja pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran. “Perizinan maupun pembahasan amdal belum ada. Berdasarkan UU PLH nomor 32 tahun 2009 belum diperkenankan beroperasi melakukan penambangan sebelum memenuhi syarat perizinan dan amdal,” katanya.

Jika alasanya adalah mitigasi, aktifitas yang ditemui terakhir ini menurutnya malah bisa menimbulkan bencana. “Sesuatu yang dikeruk itu akan berkurang dan pulau-pulau terancam tenggelam,” katanya.

Penambangan pasir besi sekitar GAK bukan kali pertamanya ditemukan. Dulu, sekitar tahun 2009 aktifitas yang sama pun telah dilakukan berdasarkan izin dari pemerintah setempat sekalipun kegiatan itu menuai penolakan dari Kementerian Kehutanan.

“Kami ingin pemerintah bertindak tegas, jangan sampai sesuatu yang sudah ditetapkan sebagai cagar alam kemudian dirusak dengan modus mitigasi bencana,” tutupnya. Eni Muslihah

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.