Bandarlampung, Ekuatorial – Energi panas bumi atau geothermal yang tersimpan di Gunung Rajabasa, Lampung Selatan kini mulai dimanfaatkan. PT Supreme Energy yang mendapatkan izin kelola dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dikabarkan telah menggunakan 15 hektare (ha) luas kawasan izin tersebut, untuk lokasi proyek penambangan.
Site Support Manager PT Supreme Energy, Frangky Tungka mengatakan perusahaan telah melakukan tahap pembangunan dermaga. “Kami adalah satu-satunya perusahaan energi yang melakukan pembangunan dermaga yang nantinya digunakan untuk jalur kontruksi proyek,” kata dia, pekan pertama Desember 2014.
Kontruksi sengaja melalui jalur laut agar tidak mengganggu masyarakat yang tinggal di kawasan, dan juga satwa yang menetap serta berkembang biak di sana.
Keunikan lainnya dari pengembangan proyek geothermal di Gunung Rajabasa itu yakni menggunakan air laut. “Ini paling unik di dunia, karena tidak menggunakan air tanah. Tapi kami juga punya alasan lainnya, karena debit air di sekitaran Gunung Rajabasa sangat kecil, jika kami turut memanfaatkannya mala warga sekitar kawasan akan kehilangan sumber air,” tambah Franky.
Meskipun proyek panas bumi bersifat ramah lingkungan, namun dalam kegiatan eksplorasi panas bumi itu menurut Franky tetap menghasilkan limbah. Antara lain limbah domestik rumah tangga kemudian limbah cair dan limbah padat serta air panas itu sendiri. “Kami sudah melakukan survei bahwa limbah yang dihasilkan tidak berdampak signifikan bagi alam hutan,” ujarnya.
PT Supreme Energy berencana melakukan pemanfaatan sumber panas bumi pada tahap awal, dengan membangun empat sumur bor turbin sekaligus pembangkit tenaga listrik uap dengan kapasitas 220 Mega Watt (MW). Menurut rencana diharapkan target eksplorasi terlaksana pada tahun 2019 mendatang.
Pemanfaatan energi tersebut dalam rangka memberi solusi krisis listrik yang dialami oleh Provinsi Lampung dalam tiga tahun terakhir. Lampung menduduki peringkat kedua se- Sumatera yang tingkat konsumsi listriknya tinggi. Kebutuhan listrik di Lampung mencapai 809 MW, yang terpenuhi 543 MW, jadi kekurangannya dibantu 266 MW dari Sumatera Selatan.
Provinsi Lampung sendiri memiliki potensi energi geothermal sebesar 750 MW, yang tersebar di sejumlah titik. Salah satu lokasi yang telah berjalan pemanfaatan energi tersebut di Kawasan Pegunungan Ulubelu, Kabupaten Tanggamus yakni sebesar 110 MW.
Sementara itu Kepala Pengelolaan Hutan Lindung Gunung Rajabasa, Chairil Anwar mengatakan perusahaan diwajibkan memberi dua kali lipat lahan pengganti. “Meskipun yang dimanfaatkan baru 15 hektare tapi izin yang dikeluarkan 50 hektare, maka perusahaan wajib mengganti 100 hektare di dalam wilayah Lampung,” kata Chairil.
Namun hingga kini, pihak perusahaan belum menunjuk wilayah pengganti. Diharapkan secepatnya wilayah penghijauan itu segera diberikan kepada pemerintah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Lebih lanjut ia mengatakan pembangkit geothermal memiliki kebergantungan pada kelestarian alam. “Bisa terus berlanjut apabila kondisi alamnya baik, tapi jika tangan-tangan manusia merusak alam, bukan mustahil energi alternatif ini tidak akan lama pemanfaatannya,” ujar dia.
Chairil berharap, keberadaan perusahaan mampu mengajak seluruh masyarakat sekitar untuk dapat saling menjaga kelestarian hutan. Berdasarkan catatan kehutanan, sekitar 2.000 ha kawasan Gunung Rajabasa mengalami kerusakan. Eni Muslihah