Palangkaraya, Ekuatorial – Biji karet banyak ditemui di Kalimantan Tengah (Kalteng), namun keberadaannya hampir tak berharga. Berserakan di tanah dan hanya jadi makanan hewan liar. Hanya getah yang menghasilkan karet mentah saja yang dimanfaatkan.

Unit Pelayanan Teksnis (UPT) Centre for International Co-Operation (Cimtrop) Universitas Palangkaraya (Unpar) bekerjasama dengan Rijksuniversiteit Groningen (RUG) berhasil menemukan alternatif pengganti bahan bakar solar ini. Senin (26/1) di depan gedung UPT Cimtrop Unpar, dilakukan demonstrasi hasil penemuan awal penelitian dengan memproduksi bio solar dari biji karet.

Peneliti dari Belanda Dr. Ad de Leeuw menjelaskan proses pengolahan biji karet hingga menjadi biosolar. Mulanya, ujar dia, biji karet dikeringkan selama 24 jam pada suhu 60 derajat celcius dengan menggunakan oven sederhana. Biji dikeringkan hingga kadar air mencapai enam persen. Selanjutnya, dikemas dalam kantong plastik dan disimpan dalam tong hingga delapan bulan.

Setelah bahan siap, biji ditekan atau diperas dengan mesin giling khusus yang dibuat dari Belanda dengan merk Olprintz. Mesin tersebut sudah dibawa ke Palangkaraya dan diujicobakan di UPT Cimtrop Unpar. Hasilnya, mesin tersebut dapat memproduksi minyak biji karet dengan kapasitas 2,5 liter per jam. Tahap selanjutnya adalah proses konversi minyak biji karet menjadi bio solar.

Dalam konversi ini, pihak AbF Universitas Groningen dan ITB telah berhasil menemukan proses konversi menggunakan Centrifugal Contactor Separator (CCS). Dengan proses tersebut, hasil bisa mencapai standar mutu tertinggi sesuai standar bio diesel di Jerman.

Sementara itu, proses konversi Pure Palm Oil (PPO) menjadi bio solar terdiri dari beberapa tahap, pertama settling sehingga air dan kotoran turun ke bawah menggunakan daya gravitasi. Kemudian, pembersihan PPO melalui tiga tahap saringan dengan ukuran 25,10 dan 5 micron. Campur PPO biji karet (pada suhu 60 derajat celcius) dengan methoxide. Settling campuran tersebut sampai terlihat biodiesel (di atas) dan glycerine (di bawah).

Proses terakhir adalah pencucian biodiesel dengan air dan angin untuk mengeluarkan sisa-sisa menthanol, jadilah biosolar murni. Dalam kesempatan itu, juga langsung dilakukan uji coba solar olahan ini untuk menghidupkan mesin diesel. Hasilnya, berhasil dan lancar. Ad de Leeuw mengaku, belum bisa memprediksi kadar emisi yang dihasilkan dari biosolar ini, namun dia menyebut hasil ini mencapai standar mutu tertinggi sesuai standar biodiesel di Jerman.

“Kami melakukan penelitian ini sejak empat tahun lalu dan baru bekerjasama dengan Unpar sejak dua tahun ini,” ujar Ad de Leeuw yang disampaikan dengan Bahasa Indonesia fasih kepada sejumlah wartawan di Palangkaraya.

Ketua Cimtrop Unpar, Suwindo H Limin mengungkapkan hasil penelitian ini adalah hasil kerjasama Cimtrop Unpar dengan Rijksuniversiteit Groningen yang dimotori oleh dua peneliti, yaitu Ad de Leeuw dan Erwin Wilbers. Menurut dia, kerjasama ini tidak tertuang dalam sebuah MoU. “Karena hasil dari penelitian ini sangat penting bagi masyarakat, khususnya masyarakat Kalteng, maka Cimtrop Unpar siap melayani dan menyambut baik penelitian ini,” ungkapnya.

Penemuan ini juga mendapat sambutan dari banyak pihak yang ingin melihat uji coba pengolahan getah biji karet menjadi biosolar tersebut saat didemostrasikan di Universitas Palangkaraya. Demonstrasi disaksikan sejumlah akademisi dan peneliti, termasuk tokoh masyarakat Kalteng. Seperti Ketua Dewan Adat Dayak (DAD), Sabran Achmad, serta mantan Rektor Unpar Prof KMA Usop MA dan anggota DPRD Kalteng Yansen Binti. Maturidi

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.