Sampit, Ekuatorial – Pembantaian terhadap orangutan yang keberadaannya terancam musnah di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah tampaknya masih merajalela dan kerap terjadi di beberapa desa. Bahkan, ada warga yang tak segan-segan membunuh satwa yang dilindungi ini.

Pembantaian terhadap orangutan terakhir terjadi di Desa Menjalin, Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotim. Warga setempat menembak orangutan, sementara bayi orangutan yang masuk ke kebun, langsung ditangkap oleh warga. Bayi orangutan itu kemudian sempat dipelihara selama satu bulan.

Mengetahui ada warganya yang memelihara satwa langka tersebut, Kepala Desa Menjalin, Hairil mengambil sikap dengan mendatangi warga yang memelihara orangutan itu.

Hairil kemudian membujuknya untuk menyerahkan bayi orangutan tersebut ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sampit.

Hairil mengatakan, bayi orangutan tersebut sebelumnya dipelihara oleh warga dalam satu bulan terakhir. Awalnya, warga menolak menyerahkan orangutan tersebut, namun setelah diberikan pengertian, akhirnya warga bersedia menyerahkan ke pemerintah desa.

“Bayi orangutan tersebut ditangkap warga karena merusak kebun, induknya mati ditembak dan anaknya diambil. Ini merupakan yang pertama kalinya warga kami menangkap orangutan. Kami sudah mengimbau kepada warga untuk tidak menangkap maupun membunuh jika menemukan orangutan di kebun,” ujar Hairil.

Komando Pos BKSDA Sampit, Muriansyah bayi orangutan tersebut diserahkan oleh Kepala Desa Menjalin, Parenggean. Kondisi bayi orangutan sendiri hingga Minggu (22/2) dalam keadaan sehat. Dikatakan Muriansyah, bayi orangutan itu akan segera dibawa ke Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) untuk menjalani pemeriksaan kesehatan lebih lanjut.

“Bayi orangutan yang berhasil diselamatkan biasanya tidak langsung dilepasliarkan, namun dikarantina hingga mandiri,” ujar dia.

Lebih lanjut Muriansyah, mengaku sangat khawatir karena satwa dilindungi seperti orangutan terancam punah. Pembukaan hutan secara besar-besaran untuk investasi membuat habitat orangutan ikut tergusur sehingga orangutan kelaparan.

“Habitat orangutan di Kotim makin menipis, malahan bisa dibilang habis. Kami mencatat, sejak bulan Januari hingga Februari ini sudah ada lima ekor satwa liar, yaitu satu ekor owa-owa dan em ekor orangutan yang diserahkan warga,” kata Muriansyah.

Dia mengimbau masyarakat tidak membunuh orangutan. Masyarakat diminta melaporkan keberadaan orangutan ke BKSDA agar bisa dievakuasi ke habitat aslinya di hutan. Malah sangat membahayakan jika memelihara orangutan karena bisa menularkan berbagai penyakit seperti rabies, hepatitis, herfes, flu serta TBC.

“Kalau ada warga yang berkebun dan melihat orangutan, kami mengimbau untuk melaporkan ke BKSDA Sampit, jangan dibunuh atau memeliharanya, karena bisa dikenakan undang-undang Konservasi nomer 5 tahun 1990, bagi siapa saja yang memelihara, membunuh, melukai dan memperniagakan akan dikenakan sanksi pidana penjara 5 tahun dengan denda Rp 100 juta,” pintanya.

Dikatakan dia, BKSDA berterima kasih kepada masyarakat yang dengan sadar menyelamatkan orangutan dan menyerahkannya kepada BKSDA. Tindakan itu sangat tepat dan dapat membantu menyelamatkan satwa yang terancam punah tersebut. Maturidi

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.