Bandarlampung, Ekuatorial – Takut ditangkap razia gara-gara memelihara musang, petani Kopi Luwak di Lampung Barat berbondong-bondong melepasliarkan musang mereka ke hutan.

“Sebetulnya tindakan kepolisian ini sangat kami sayangkan, bukankah Kopi Luwak ini sudah menjadi ikon Provinsi Lampung, terus kenapa baru sekarang baru ada penertiban seperti ini?” kata pengusaha yang bermerk Raja Luwak di Lampung, Gunawan Supriyadi saat dihubungi pada Sabtu (14/3).

Setelah petugas mulai marak melakukan razia penangkaran musang tanpa izin, dia sendiri mengaku kemarin telah melepasliarkan enam ekor Binturung yang merupakan satwa dilindungi.

“Sedangkan musang putih sebanyak 13 ekor tetap saya pelihara, karena sudah mendapat izin penangkaran dari BKSDA,” ujar dia.

Lebih lanjut ia mengatakan ada keistimewaan dari Musang jenis Binturung ini, dalam satu malam mampu memproduksi kopi luwak 1 kilogram (kg), sedangkan untuk musang biasa hanya setengah kg per malam. Gunawan mengolah kopi yang telah dimakan musang menjadi kopi bubuk, dan kemudian dijual dengan harga Rp 600 ribu per kg.

“Saya adalah pelopornya dan telah menjalankan usaha ini sedari tahun 2006 lalu. Saat ini sasaran konsumen kami adalah hotel-hotel dan kafe ternama,” katanya lagi.

Sejarah kopi luwak ini bermula dari kegelisahan warga setempat yang mana kebun kopi mereka kerap dimakan oleh musang.

“Akhirnya musang-musang yang masuk ke kebun warga ada yang ditangkap, dengan cara memasang jerat bahkan ada juga yang ditembak kemudian dagingnya dimakan,” kata dia.

Tapi kemudian ia mencoba memelihara satu dari musang itu dan ternyata kopi-kopi yang dijemur di halaman rumahnya ternyata banyak yang dimakan. Kemudian kopi yang dimakan itu dikeluarkan lagi dalam bentuk bulatan yang terbalur dengan kotoran musang.

“Saya coba menjemurnya dan mengupas kopi dari kotoran itu, ternyata hasilnya luar biasa. Kopi yang telah dimakan musang itu memiliki cita rasa yang tinggi,” katanya lagi.

Sejak saat itulah, di Desa Ngambuk Kecamatan Balik Bukit, Lampung Barat menjadi sentra produksi kopi luwak. Dia khawatir musang-musang peliharaan yang dilepasliarkan itu malah mendatangi rumah-rumah warga lainnya dan merusak perkebunan warga kembali.

“Akhirnya bukannya terselamatkan malah dibunuh juga sama warga sendiri,” keluhnya lagi.

Sementara itu Kepala BKSDA Lampung, Subakir menjelaskan bahwa tidak ada larangan memelihara satwa baik yang dilindungi atau tidak.

“Pemerintah menitipkan pada warga atau lembaga konservasi asalkan mereka memiliki izinnya. Kami petugas akan melakukan pengontrolan atas satwa yang dipelihara itu, apakah sudah memberikan hak yang benar pada hewan tersebut,” kata Subakir.

Pihaknya sendiri sudah sering mensosialisasikan pada pengusaha kopi luwak untuk mendaftarkan musang yang dipeliharanya tapi kurang mendapat tanggapan. Dari sekitar 300-an petani kopi kuwak yang terdata, baru lima pengusaha yang memegang izin penangkaran.

“Untuk usaha juga boleh kok satwa itu dipelihara, tapi sekali lagi pemerintah perlu mengetahui siapa saja pemiliknya dan bagaimana pemeliharaan itu berlangsung,” tutupnya. Eni Muslihah

Usaha Kopi Luwak Ancam Populasi Musang

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.