Bandarlampung, Ekuatorial – Program revitalisasi pesisir yang dilakukan pihak perusahaan, justru membuat hutan Mangrove di daerah Dipasena, Lampung rusak berat. Berikut penelusuran wartawan Ekuatorial, dalam melihat dampak langsung kerusakan tersebut, akhir April 2015.

Seminggu lalu, kami berkesempatan menyusuri areal Tambak Bumi Dipasena Kecamatan Rawajitu Kabupaten Tulangbawang. Menuju ke lokasi tersebut membutuhkan waktu sekitar 7 jam dari Kota Bandarlampung.

Kawasan ini memiliki luas areal sekitar 16 ribu hektare dengan total produksi 20 ribu ton per tahun, Bumi Dipasena menjadi satu-satunya kawasan terluas se-Asia Tenggara.

Lima tahun terakhir, produksi udang vaname di sana terus mengalami penurunan. Menurut Ronal (54) salah satu petambak di sana, penurunan produksi disebabkan karena pancaroba sehingga marak virus yang berkembang di sana.
Hasil penelusuran pada salah satu Blok di Kampung Dipasena Utama dengan menggunakan kapal boat milik petambak setempat ditemukan sekitar kanal banyak pohon-pohon yang tumbang.

Arie (30) petambak lainnya mengatakan penebangan pohon sekitar kanal dilakukan oleh warga. “Maksudnya ingin supaya jalannya lebih terang. Selain itu juga untuk mengusir burung-burung yang kerap hinggap pada areal petambakan milik warga,” ujar dia.

Tumbangnya mangrove yang merupakan sabuk hijau di Bumi Dipasena dikritisi oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiastuti saat berkunjung ke sana. “Saya melihat mangrovenya banyak yang ditebang, ini bagaimana para petambak di sini bisa berbudidaya udang dengan baik dan berkelanjutan,” kata dia.

Saat pertama di bangun pada 1989 areal pertambakan Bumi Dipasena dilindungi oleh hutan mangrove yang membentang menjadi sabuk hijau sepanjang ratusan hektar membentengi areal perkampungan ribuan keluarga petambak.

Hutan berbagai jenis vegetasi rawa tersebut dihuni oleh ribuan spesies hewan mamalia, reptil dan unggas akuatic. Sabuk hijau itu pun sangat berguna bagi kelangsungan usaha budidaya masyarakat di Bumi Dipasena, selain sebagai pelindung gelombang dan angin jutaan batang mangrove itu pun berguna sebagai bio filter sumber air untuk budidaya udang masyarakat.

Kini, sedikitnya 30 hektare (ha) hutan mangrove dari 33 kilometer (km) yang membatasi antara pemukiman petambak dengan pesisir pantai telah musnah, sebagian kecil disebabkan oleh abrasi gelombang laut.

Namun para petambak juga menuding sebagian besar kerusakan disebabkan oleh kegagalan tekhnis revitalisasi PT Central Protaina Prima (eks pengelola Bumi Dipasena).

Kampung Bumi Dipasena Utama, adalah sebagian areal tempat tinggal masyarakat yang saat ini merasakan dampak langsung dari rusaknya hutan mangrove tersebut, puluhan petak tambak saat ini telah habis digerus gelombang.

Menurut masyarakat di sana hutan mangrove tersebut hilang karna mati akibat tertimbun lumpur galian saluran masuk saat program revitalisasi oleh PT CP Group. Junaidi, salah seorang masyarakat kampung bumi dipasena utama menutur bahwa kampungnya adalah yang pertama di uji coba revitalisasi oleh PT CP Prima.

“Dulu disini ada hutan, CP Prima masuk mengeruk kanal kemudian buang lumpur ke hutan dan pohon – pohon pun mati ” ujar Junaidi sambil menunjukkan batang-batang pohon yang mati di tengah pantai berlumpur. Ia pun mengatakan, bahwa proses kematian pepohonan di hutan mangrove tersebut sangat mengenaskan dari dedaunan yang menguning, kemudian batang – batang pohon tak berdaun yang tumbang diterjang gelombang, hingga air laut yang merendam petak-petak tambak masyarakat.

Sementara itu Humas PT CPP Yulian M Riza membantah jika perusahaannya melakukan pengerusakan mangrove sebagai green belt mengingat seluruh udang yang dihasilkan 100 persen ekspor.

“Menjaga kelestarian mangrove adalah syarat utama agar produk bisa ekspor ke mancanegara, jadi rasanya tidak mungkin kalau kerusakan itu disebabkan oleh perusahaan,” kata dia.

Sejak PT CPP mengambil alih areal petambakan tersebut, perusahaan langsung melakukan rehabilitasi hutan pantai yang rusak oleh abrasi alam dan ulah-ulah manusia. “Bahkan seperti kawasan mangrove di blok 2 dan blok 3 yang terancam abrasi kami sampai membuat bendungan agar mangrove tetap terjaga dan lestari,” ujar dia. Eni Muslihah

Artikel Terkait :
Virus Telek Putih Serang Udang Budidaya Dipasena
Mangrove Indonesia Berkurang 50 Persen
Hentikan Konversi Hutan Mangrove

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.