Posted in

Misteri dan Ancaman Kepunahan Rafflesia

Rafflesia menjadi misteri bagi ilmu pengetahuan, tidak satupun orang bahkan ilmuwan di dunia ini yang dapat memastikan kapan dan di mana Rafflesia akan tumbuh. Susatya mengatakan hingga saat ini belum ada teori yang dapat menjelaskan bagaimana Rafflesia memperbanyak diri.

“Teori yang kita ketahui belum jelas, belum bisa menjelaskan. Ada teori yang menduga bahwa Rafflesia memperbanyak diri dengan penyerbukan. Tapi teori ini memilki kelemahan,” kata Agus Susatya, peneliti Rafflesia yang menyelesaikan studi lanjutnya di Department of Botany and Plant pathology, Michigan State University, East Lansing, Amerika Serikat dan Natural Resources Studies, Faculty of Sience and Technology, Universiti Kebangsaan Malaysia.

Susatya menjelaskan, Rafflesia adalah tumbuhan berumah dua, artinya bunga jantan dan betinanya berada pada dua individu yang berbeda, sehingga mungkin memang perlu penyerbukan. “Tapi selama ini yang berbunga adalah bunga jantan, adanya dua bunga mekar bersamaan itu sangat jarang,” jelasnya.

Teori lain, menyebutkan penyerbukan Rafflesia dibantu oleh hewan lain seperti babi atau lalat. “Tapi lagi-lagi masalahnya adalah sebagian besar yang ditemukan itu adalah bunga jantan, bagaimana terjadi penyerbukan jika tidak ada jantan dan betina pada waktu bersamaan?,” lanjutnya. Hal yang sama sekali berbeda pengetahuan umum tumbuhan, kata Susatya. “Kalau di dunia tumbuhan sudah banyak kan yang kita tahu, itu jelas semua bagaimana tumbuhan itu memperbanyak diri. Kalau Rafflesia tidak jelas, termasuk dugaan biji Rafflesia disebarkan oleh babi yang menginjaknya dan kemudian menginjak inangnya, ini juga tidak ada bukti ilmiahnya.”

Dengan semua misteri yang belum terpecahkan, Rafflesia tengah menghadapi ancaman kepunahan, khususnya beberapa jenis tertentu sudah tidak terelakan lagi. Bahkan sudah ada jenis Rafflesia yang saat ini sudah dianggap punah, karena tidak pernah lagi ditemukan mekar, yaitu Raffesia atjehensis, sebagai contoh, dianggap sudah mengalami kepunahan karena sejak lama tidak dapat dijumpai.

Kemudian, Rafflesia rochussenii sedang dalam proses kepunahan, mengingat populasinya makin hari makin sedikit dijumpai. Hal yang sama juga dialami jenis Rafflesia bengkuluensis, di mana kebanyakan habitatnya dikonversi menjadi lahan perkebunan atau dirambah. Perambahan hutan menjadi penyebab lainnya menyusutnya habitat utama Rafflesia.

Table 2 Status konservasi jenis-jenis Rafflesia di Indonesia*

No   IUCN MCMC Kriteria Baru IUCN 2011
1 R. arnoldii R. Br.   V VU VU
2 R. patma Blume   E VU CR
3 R. rochussenii Teijsm. & Binn.   E VU CR
4 R. tuan-mudae Becc.   V VU CR
5 R. hasseltii Suringar I V VU CR
6 R. atjehensis Koorders   V VU I
7 R. zollingeriana Koorders R E VU CR
8 R. gadutensis Meijer   E VU CR
9 R. micropylora Meijer   V VU CR
10 R. pricei Meijer V R EN LR
11 R. bengkuluensis Susatya et al.     VU CR
12 R. lawangensis Mat-Salleh, Mahyuni et Susatya     LR (cd) CR

*Keterangan

IUCN 1997 merupakan informasi yang terdapat di IUCN Red List of Threatened Plants.

Dua kolom lainnya merupakan penilaian oleh Jamili Nais (2001).

WCMC: V (Vulnerable), E (Endangered), R (Rare), dan I (Indeterminate)

Kriteria baru IUCN: VU (Vulnerable), EN (Endangered), LR (Low Risk), CR (Critically Endangered)

 

Pengelompokan status konservasi tersebut berdasarkan kriteria oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources), WCMC (World Conservation Monitoring Center) dan penilaian Jamili Nais, anggota panelis warisan dunia.

Dari status konservasi itu, Rafflesia arnoldii merupakan satu-satunya jenis yang boleh digolongkan rentan terhadap kepunahan (vulnerable, V atau VU). Artinya masih dianggap merupakan jenis yang mempunyai sebaran yang paling banyak dan habitat yang masih luas. Namun demikian, Susatya menilai, jika  melihat kondisi saat ini, Rafflesia bisa dikategorikan Critical Endanger, mengingat status konservasi tersebut sudah cukup lama.

Susatya menjelaskan, kriteria untuk mengkategorikan ancaman punah tumbuhan langka, setidaknya bisa dilihat dari 3 faktor, yaitu sebaran, individu per populasi, fragmentasi atau kerusakan hutan.  Kondisi diperparah lagi dengan adanya predator atau pemangsa, ruang hutan yang semakin sempit dan pengrusakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

“Sekarang kita sudah bisa lihat kondisinya, sebaran Rafflesia arnoldii makin sempit, jumlah individu per populasinya bahkan tidak lebih dari 10 setiap mekar, bahkan kurang, itupun kalau tidak dirusak. Kemudian laju kerusakan hutan tidak terkendali lagi,” katanya.

Tidak Bisa Dibudidayakan

Misteri utama Rafflesia adalah tidak diketahui dengan pasti reproduksinya atau bagaimana tumbuhan ini memperbanyak diri. Dari teori-teori yang ada, tidak satupun yang bisa memberikan bukti yang jelas mengenai reproduksi Rafflesia.

Menurut Susatya, satu-satunya yang bisa dijelaskan adalah, sebaran Rafflesia mengikuti sebaran inangnya dan itu berarti habitat inangnya adalah habitat Rafflesia. Rafflesia memiliki haustorium -jaringan yang mirip akar- berfungsi untuk  menghisap sari makanan dari inangnya. Inang dari Rafflesia adalah tumbuhan liana dari marga Tetrastigma yang termasuk ke dalam famili Vitaceae.  Di sinilah masalah utamanya, misteriusnya perbanyakan diri Rafflesia itu sendiri, menjadi ancaman bagi keberadaannya.

Meski di dunia ini setidaknya ada 97 jenis Tetrastigma di daerah tropis maupun subtropis, tapi ternyata sebarannya tidak selalu diikuti Rafflesia. Di Asia tenggara sendiri, dijumpai 57 jenis Tetrastigma, tapi tidak lebih dari 10 Tetrastigma yang menjadi inang Rafflesia.

 

Tabel 2 Jenis Rafflesia dan inangnya.

Sumber Banziger,1991; Halina,2004; Hidayati ,2000; Latiff & Mat-Salleh,1991; Meijer,1997; Meijer & Elliott,1990; Nais,2001; Susatya dkk.,2005; Susatya,2007;Wong & Latiff,1994; Zuhud dkk.,,1998

No Jenis Rafflesia Inangnya
1 Rafflesia arnoldii

 

 

T. tuberculatum

T. curtisii

T. pedunculare

2 Rafflesia hasseltii

 

T. tube rculatum

T. scortechinii

3 Rafflesia keithii

 

T. tuberculatum

T. diepenhorstii

4 Rafflesia kerrii

 

T. tuberculatum

T. papillosum

5 Rafflesia patma

 

 

T. quadrangulum

T. tuberculatum

T. glabratum

6 Rafflesia pricei

 

T. tuberculatum

T. diepenhorstii

7 Rafflesia zollingeriana

 

T. tuberculatum

T. papilosum

 

Misteri Rafflesia tidak hanya sampai di situ, jika tumbuhan lainnya memiliki siklus hidup yang bisa dijelaskan secara keseluruhan, tapi tidak dengan Rafflesia. Mengutip pendapat Jamili Nais, ahli botani yang juga panelis warisan dunia, minimnya informasi siklus hidup Rafflesia disebabkan karena panjangnya siklus hidup, kecilnya populasi, tingginya mortalitas, dan ketidak pastian sebuah kuncup untuk menjadi bunga.

Tidak hanya misteri bagaimana Rafflesia berkembang biak dan kemungkinannya dibudidayakan, tapi interaksinya dengan Tetrastigma pun menjadi sangat misterius. Bagaimana dari 97 jenis Tetrastigma di dunia dan 57 jenis di Asia tenggara, hanya 10 Tetrastigma yang dijadikan inang. Keberadaan inangnya sendiri juga masih tergantung dengan kondisi hutan, dan jika sudah tersedia Tetrastigma tersebut, tidak juga ada satupun orang yang menjamin Rafflesia akan tumbuh di sana.

Ancaman Deforestasi

Liana -Inang Rafflesia- adalah tumbuhan berkayu yang merambat, dan memerlukan inang struktural dari tumbuhan lainnya sebagai tumpuan untuk merambat. Saling ketergantungan itu membentuk asosiasi atau interaksi antara tumbuhan dalam komunitas tertentu.

Gambar 3  Skema sederhana hubungan interaksi antar tumbuhan di komunitas yang terdapat

jenis Raffflesia. Ilustrasi: Agus Susatya

Menjadi sangat kompleks, ketika menyebut habitat Rafflesia, maka itu berarti tidak lepas dari habitat liana. Meski mudah dibiakan, tapi untuk bisa melimpah, liana butuh kanopi hutan atau percabangan pohon dan dedaunannya. Secara umum keberadaan pohon yang rendah mempermudah liana untuk mencapai kanopi hutan, dan meningkatkan kelimpahan liana, yang juga disebut sebagai parasit struktural.

Kajian asosiasi antara jenis Rafflesia dengan inangnya jarang dilakukan karena kesulitan mengumpulkan spesimen herbarium dari Tetrasigma. Daun, buah, dan bunga dari Tetrastigma biasanya ditemukan jauh di atas kanopi pohon. Oleh karena itu, dalam riset tentang Rafflesia tidak selalu mengkaji atau mengumpulkan herbarium spesimen dari inang.

Habitat yang sangat cocok untuk Rafflesia dan inangnya adalah tepi sungai. Hal ini disebabkan sungai merupakan bentang alam yang dinamik dan dianggap sebagai sumber gangguan alami (natural disturbance), mempunyai kelembaban udara yang tinggi, dan kualitas iklim.

Seperti diketahui, Sumatera dengan rangkaian Pegunungan Bukit Barisan merupakan salah satu kawasan yang penting bagi 10 dari 12 jenis Rafflesia di Indonesia. Kawasan Pegunungan Bukit Barisan tidak semuanya dikelola ke dalam sistim taman nasional, beberapa diantaranya dimasukkan ke dalam hutan lindung. Oleh sebab itu, tidak semua populasi Rafflesia di kawasan ini di bawah pengelolaan Balai Taman Nasional.

Rafflesia arnoldii, Rafflesia micropylora, Rafflesia rochusenii, dan Rafflesia atjehensis terdapat di Taman Nasional Gunung Leuser. Kemudian Rafflesia hasseltii, Rafflesia arnoldii, dan Rafflesia gadutensis dijumpai di Taman Nasional Kerinci Seblat.  Sedangkan Rafflesia arnoldii, Rafflesia gadutensis dan Rafflesia bengkuluensis dapat dijumpai di hutan lindung yang  berada di kawasan Pegunungan Bukit Barisan.

Di sini masalahnya, kawasan hutan lindung selama ini kerap dirambah oleh peladang. Susatya mencatat, pembukaan kawasan hutan biasanya dimulai dengan penebangan pohon dan dilanjutkan dengan pembakaran bekas tebangan. Lahan yang telah dibakar kadang-kadang ditanami padi darat atau jagung lebih dahulu, sebelum ditanami tanaman komoditi tertentu. Jenis tanaman ini tergantung dengan komoditi tradisionil yang ditanam penduduk setempat.

“Di daerah Bengkulu, peladang biasanya menanami dengan kopi, sedangkan di Kerinci mereka mengusahakan kayu manis, sedangkan di Kabupaten Musi Rawas, mereka biasanya menanam karet. Perladangan liar hampir pasti menghilangkan semua populasi Rafflesia di suatu lokasi,” kata Susatya.

Susatya pernah punya pengalaman terkait Rafflesia yang menjadi korban dari perladangan adalah satu lokasi di kawasan Air Manjo, Ketenong, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, sekitar 5 jam dari Kota Bengkulu. Di dalam satu lokasi di kawasan ini dijumpai populasi Rafflesia arnoldii dan Rizanthes deceptor yang sangat berdekatan, sehingga timbul dugaan kedua jenis ini mempunyai inang yang sama. Sayangnya pada tahun berikutnya, lokasi ini musnah karena perladangan liar.

Di Bengkulu, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 420/Kpts-II/99), luas kawasan hutan Provinsi Bengkulu adalah 920.964,000 ha, sedangkan pada tahun 2011, total luas areal hutan di Provinsi Bengkulu adalah 920.320,5 hektar yang terdiri atas, hutan lindung 251.269,7 hektar, suaka alam 443.964,80 hektar, hutan produksi terbatas 182.210 hektar, hutan produksi tetap 36.011 hektar, dan hutan fungsi khusus 6.865 hektar. Sementara, berdasarkan data dari Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu (KP2T) Provinsi Bengkulu, seluas 700.000 ha dari luas keseluruhan hutan di provinsi Bengkulu dewasa ini dalam kondisi kritis.

Tidak bisa dipungkiri lagi, jika kawasan hutan yang menjadi tempat bagi Tetrastigma tumbuh, berlindung dan melimpah dengan rimbunnya kanopi hutan, kemudian rusak. Hampir dapat dipastikan Rafflesia akan semakin sulit untuk ditemui.

RICKY JENIHANSEN B

Liputan ini merupakan bagian dari Fellowship Biodiveristy Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ). Didukung oleh Internews

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.