Perdagangan ilegal satwa liar dilindungi seolah tidak pernah tuntas, termasuk di Sulawesi Selatan. Selain pengawasan, diperlukan juga partisipasi warga untuk melaporkan setiap kejadian termasuk merespon terhadap maraknya lalulintas perdagangan di media sosial.

Oleh Anis Kurniawan

Perdagangan ilegal (illegal trade) satwa liar dilindungi di Sulawesi Selatan (Sulsel) masih cukup marak. Sepanjang tahun 2018 hingga 2020, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulsel berhasil menyelamatkan sekitar 90 ekor satwa liar dilindungi berbagai jenis. Jumlah yang masih sedikit bila dibandingkan dengan maraknya jaringan perdagangan ilegal di ruang publik yang luput dari pantauan.

Dari sejumlah kasus yang ditemukan, perdaganan ilegal satwa liar dilindungi umumnya dijumpai di pasar publik atau lebih dikenal  dengan pasar hobi, dan area transit seperti pelabuhan, bandara dan terminal antar daerah. Lalu, kini mulai marak di sosial media.

Di bulan April, 2018, tim patroli Wildlife Rescue Unit (WRU), sebuah lembaga unit bentukan BBKSDA Sulsel berhasil menangkap penyelundup puluhan satwa dilindungi jenis Nuri Bayan (Electus roratus) di Pelabuhan Kota Pare-pare.

Di bulan Oktober di tahun yang sama, BBKSDA mengamankan 63 Burung Nuri Merah (Red Lory Eos Borneo) asal Maluku di Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar.

Sepanjang tahun 2019, BBKSDA Sulsel juga berhasil mengamankan puluhan satwa liar dilindungi di sejumlah titik, termasuk 10 ekor Nuri Merah dan 1 ekor Perkici di Kecamatan Tellu Siattangnge Kabupaten Bone. Satwa dilindungi yang ditemukan di rumah warga ini ditenggarai masuk ke Sulsel melalui jalur kapal dari Maluku, Seram, Bau-Bau dan Bone (Pelabuhan Bajoe) di Teluk Bone.

Selain satwa yang diselamatkan dari jaringan perdagangan ilegal, beberapa satwa dilindungi diserahkan langsung oleh warga, seperti seekor elang brontok yang diserahkan warga Makassar kepada BBKSDA Sulsel pada Oktober 2019.

Lalu, pada 16 Maret 2019, BBKSDA juga menerima serahan warga berupa seekor beruang madu dari warga Makassar lain nya bernama Rosdiana Rahim. Begitu juga dengan serahan satwa dilindungi jenis burung paruh bengkok di Takalar pada 25 Maret 2019.

Pada April 2020, sejumlah satwa dilindungi berhasil diamankan dari pedagang satwa di pasar burung Bawakaraeng Kota Makassar, diantaranya enam burung yang dilindungi, yaitu seekor Nuri kepala hitam, tiga ekor Nuri bayan, dan masing-masing satu ekor Nuri merah dan Nuri Ternate.

Penangkapan terakhir, tepatnya di bulan Oktober 2020, adalah ketika Balai Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Wilayah Sulawesi mengamankan 1301 ekor labi-labi moncong babi di ruko Pasar Baru Daya Makassar. Penangkapan ini sukses dilakukan atas adanya laporan dan peran aktif dari masyarakat.

Penangkapan-penangkapan yang sisebutkan diats ini baru merupakan perdagangan ilegal satwa liar yang terpantau dan merupakan indikasi bahwa perdagangan satwa liar dilindungi di pasar hobi masih berlangsung hingga saat ini. Bahkan kini, petugas mengendus tren perdagangan satwa yang juga marak melalui media sosial.

Pasar hobi dan informasi yang tertutup

Dari dua pasar hobi terbesar di Kota Makassar yang dipantau, tampak jelas bahwa informasi yang ada sangat tertutup. Beberapa pedagang yang diwawancarai perihal pasaran jenis burung tertentu dengan tegas mengatakan tidak menjual. Alasannya, jenis burung tersebut dilindungi dan dilarang diperdagangkan.

Para pedagang juga kurang berkenan disebutkan namanya dan terkesan berhati-hati memberikan informasi.

Kepala Seksi Perlindungan, Pengawetan dan Pemanfaatan (P3) Satwa, BBKSDA Sulsel yang juga Tim WRU, Yusry M, STP, H.Hut., memastikan masih maraknya perdagangan satwa liar di sejumlah pasar hobi. Yusry mengatakan, modus perdagangan yang dilakukan berlangsung sangat tertutup.

“Masih terjadi di pasar hobi, namun bilamana akan diadakan penertiban satwa akan sulit ditemukan lagi,” jelas Yusry.

Yusri juga memastikan bahwa sasaran pasar satwa dilindungi umumnya adalah penghobi, bukan jaringan pasar gelap skala besar.

“Modus penjualan dilakukan oleh pedagang dengan sangat tertutup dan tanpa menampilkan satwa yang akan dijual. Mereka punya cara khusus dalam menawarkan dagangannya. Di samping itu, promosi penjualan satwa kini gencar melalui media sosial,” kata Yusry.

Dari rekam jejak kinerja Tim WRU, terlihat bahwa mereka beberapa kali berhasil menangkap pelaku di pasar publik saat sigap turun lapangan merespons laporan dari masyarakat. Patroli satwa dilindungi pada 2018 dan 2019 juga masih memperlihatkan adanya transaksi pasar gelap di pasar hobi.

Hal sama dikatakan Eto (30), nama samaran, seorang pencinta satwa di Makassar yang bertahun-tahun merawat satwa dan mengikuti tren perdagangan satwa di Sulsel. Menurut Eto, aksi perdagangan satwa di pasar hobi dilakukan secara rahasia, sementara di sosial media perdangan satwa dilakukan secara terbuka.

“Para penjual terang-terangan memposting satwa dilindungi di sosial media, khususnya untuk jenis burung dan mamalia,” ungkap Eto.Rekam layar salah satu platform media sosial yang digunakan dalam tawar menawar hewan liar yang dilakukan di Makassar, Sulawesi Selatan. Foto: Eto/Anis Kurniawan

Pasar terang benderang di media sosial

Eto mengatakan bahwa umumnya para pelaku itu sangat paham bahwa hewan yang diperjualbelikan sebenarnya dilarang keras diperdagangkan. Namun, kepentingan ekonomi telah membutakan mereka dan mendorong mereka berani mengambil risiko.

“Tidak bisa dipungkiri,  jual beli satwa dilindungi untungnya menggiurkan. Ini yang yang melatarbelakangi maraknya perdagangan liar,” ungkap Eto.

Lalu, apakah aksi-aksi perdagangan satwa liar yang sebenarnya sudah telanjang di sosial media dan juga di pasar publik bisa diungkap? Menurut Eto, para pelaku memiliki jaringan khusus yang sebenarnya pasti bisa diungkap apabila ada keseriusan dari pihak terkait.

Sebagai contoh, perdagangan via media sosial sudah berani melakukan transaksi dengan sistem Cash on Delivery (COD) alias bayar di tempat. “Umumnya, satwa yang dijual dan masuk ke Makassar berasal dari Kabupaten Pinrang. Kalau mereka menggunakan sistem COD dari daerah, pemasok akan menitipkan melalui sopir angkutan umum. Jadi, ada nomor kontak di sana yang bisa dilacak lebih jauh,” kata Eto.

Dalam konteks ini, ada celah pengawasan terhadap perdagangan satwa yang dimanfaatkan banyak pihak. Namun Eto mengatakan tidak ingin berkomentar banyak karena ini merupakan kewenangan pihak terkait, khususnya BBKSDA Sulsel.

Eto pun menunjukkan beberapa akun Facebook yang memperdagangkan satwa-satwa dilindungi seperti musang tenggalung endemik Sulawesi, musang akar khas Kalimantan, nuri, kakatua, rangkong, elang dan lainnya. Harganya juga bervariasi mulai dari yang ratusan ribu hingga yang jutaan rupiah.

“Sejatinya, penelusuran pelaku bisa ditelusuri melalui media sosial. Pihak terkait seharusnya melakukan tindakan pemantauan secara mendalam di media sosial,” kata Eto.

Bebasnya para pedagang satwa endemik dalam menjalankan perdagangan ilegalnya menunjukkan lemahnya pengawasan oleh pihak pemerintah dan hal ini juga diakui Fifi Tandihardjo dari Yayasan Sahabat Satwa Makassar, sebuah organisasi yang fokus pada edukasi satwa. Namun, terkait masalah pengawasan, Fifi enggan mengomentari terlalu jauh dengan alasan bukan wilayahnya.

Yayasan Sahabat Satwa Makassar juga pernah membuntuti modus penjualan satwa dilindungi di media sosial. Sayangnya, kata Fifi, begitu timnya mencoba menelusuri dan menghubungi akun Facebook yang memposting satwa dilindungi, mereka menghilangkan jejak. Informasi penjualan terhapus seketika di akun bersangkutan, sementara nomor telepon yang tertera tidak bisa lagi dihubungi.

“Tim saya juga sempat melaporkan temuan kami ini ke BBKSDA Sulsel, sebab mereka adalah pihak yang paling berwenang. Namun, tidak ada kejelasan apakah mereka berhasil menelusuri pelaku atau justru kehilangan jejak,” cerita Fifi.

Sama seperti Eto, Fifi juga mengakui potensi keuntungan yang besar yang memicu berlanjutnya perdagangan satwa endemik hingga saat ini. Padahal, kata Fifi, fenomena illegal trade sangat disayangkan mengingat satwa langka yang dilindungi Undang-Undang tersebut jumlahnya semakin sedikit bahkan banyak jenis satwa yang sudah diambang kepunahan.

Dari pantauan Fifi di Sahabat Satwa Makassar, jenis satwa dilindungi yang paling banyak dijumpai dijual melalui media sosial adalah jenis burung. Karenanya, Fifi berharap ada progres yang lebih serius dari pemerintah sebagai pihak yang paling berwenang dalam perlindungan satwa.

“BBKSDA seharusnya lebih cepat tanggap, dalam arti pada saat orang melaporkan ada perdagangan ilegal, sebaiknya segera ditindak. Orang memperdagangkan hewan endemik karena nilai jualnya tinggi jadi dari sisi ekonominya bisa mendapatkan uang yang banyak, makanya pemerintah memiliki peranan penting untuk menjaga kelestarian hewan-hewan ini,” tegas Fifi.

Fifi juga berharap agar pelaku kejahatan satwa dilindungi dapat dibongkar hingga ke akar-akarnya. “Jadi mereka harus ditangkap dan dihukum seberat-beratnya. Pemerintah juga berperan penting dalam mengedukasi masyarakat mengenai hewan-hewan dilindungi,” kata Fifi.

Kepala Unit Operasi Gakkum Sulawesi, Muhammad Anis, SH., mengatakan pelaku perdagangan satwa ilegal di ruang publik dan di media sosial sudah banyak yang diproses. Hanya saja, pihaknya masih memiliki terbatasan dalam meresponse aduan masyarakat. Karenanya, Anis berharap masyarakat lebih proaktif melaporkan bila ada modus perdagangan ilegal satwa dilindungi.

“Kami masih berdasar pada informasi masyarakat saja. Semua aduan dan laporan masyarakat selama ini pasti kami tindaklanjuti. Jadi, silakan melaporkan dan mengajukan pengaduan ke Gakkum, kami akan eksekusi,” tegas Anis.

Oleh sebab itu, kata Anis, kerjasama semua pihak baik unsur pemerintah, LSM, media massa dan masyarakat diperlukan khususnya dalam memberi informasi atas dugaan illegal trade.

Di sinilah pentingnya pengetahuan dan literasi mengenai satwa dilindungi agar semua pihak dapat pro aktif melaporkan indikasi perdagangan ilegal.Rekam layar penawaran salah satu pengguna media sosial yang menawarkan burung endemik Sulawesi, Nuri Dora (Trichoglossus ornatus) di laman media sosial komunitas pencinta burung Nuri di Makassar, Sulawesi Selatan. Foto: Eto/Anis Kurniawan

Masih lemahnya literasi satwa

Sayangnya, pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya hidup berdamai dengan hewan masih sangat rendah. “Apalagi bila sudah menyangkut spesies endemik tertentu, masih banyak masyarakat yang minim pemahaman bahwa dilarang diperdagangkan,” kata Fifi.

Bersama komunitasnya di Sahabat Satwa Makassar, Fifi saat ini sedang fokus melakukan edukasi ke masyarakat mengenai  pentingnya mencintai hewan serta penggalangan dana untuk perawatan dan pelestarian satwa. Menurut Fifi, semua orang harus paham bahwa hewan baik yang endemik maupun yang tidak, layak mendapat kehidupan yang aman dan baik di sisi manusia.

“Kita ini manusia sebenarnya diberi akal budi pikiran. Kami berusaha mendidik masyarakat untuk mengasihi hewan. Bukan hanya hewan tertentu saja, termasuk hewan ternak, apalagi hewan langka,” jelas Fifi.

Karenanya, Fifi berharap semua pihak harus mengetahui mana satwa endemik yang dilarang diperjualbelikan. Dengan begitu, setiap ada indikasi perdagangan khususnya di pasar hobi, masyarakat dapat melapor ke BBKSDA.

Namun Yusry dari Tim WRU BBKSDA Sulsel mengatakan hingga saat ini masih sulit menemukan jaringan khusus penyedia satwa dan pedagangnya, termasuk yang ada di media sosial. Tim WRU juga memastikan, praktik illegal trade di Sulsel masih melibatkan pemain kecil yang menyasar pasar peminat satwa.

“BBKSDA Sulsel terus melacak  perdagangan satwa melalui pemantauan secara tertutup di lokasi rawan perdagangan satwa. Di samping itu,  dilakukan pemantauan terhadap perdagangan satwa secara online di media sosial. Termasuk memperkuat pengawasan petugas di Bandara dan Pelabuhan laut dalam melakukan penertiban perdagangan satwa,” tegas Yusry.

Pelaku dan aktor jual beli yang tertangkap melakukan transaksi/jual beli satwa dilindungi proses hukumnya diserahkan ke Balai Gakkum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, dengan sanksi pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00.

Sedangkan, barang bukti akan disita oleh BBKSDA dan ditempatkan di kandang transit satwa. Di sana, satwa tersebut dirawat terlebih dahulu untuk memastikan kesehatannya dan sifat keliarannya oleh dokter hewan.

“Selanjutnya satwa yang telah sehat akan diakukan pelepasliaran pada habitat satwa tersebut. Sebagian lagi, dititipkan pada Lembaga konservasi,” ungkap Yusry.Yusry M, Kepala Seksi Perlindungan, Pengawetan dan Pemanfaatan (P3) Satwa, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan yang juga anggota Wildlife Rescue Unit (WRU). Foto: Anis Kurniawan

Peneliti dan akademisi dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin (Unhas), drh. Zulfikar Basrul, M.Sc.,  menegaskan pentingnya penguatan literasi dan pengetahuan satwa serta juga pemahaman dan sosialisasi mengenai Undang-Undang konservasi.

“Pemahaman pada Undang-Undang sangat penting untuk mengedukasi masyarakat lebih luas, sehingga masyarakat dapat menjadi ‘penjaga’ alam demi kesehatan manusia, lingkungan dan satwa itu sendiri,” katanya.

Zulfikar menambahkan, peraturan perundang-undangan kita sudah jelas meskipun belum cukup detail mengenai satwa. Diantaranya kata Zulfikar, UU Nomor 41/2014 tentang peternakan dan kesehatan, PP Nomor 95/2012 tentang Kesmavet dan Kesrawan, serta UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

“Dalam regulasi itu ditegaskan, masyarakat diminta untuk mengambil tindakan dengan melaporkan saat melihat dan menemukan adanya satwa liar yang diperdagangkan secara ilegal,” tegas Zulfikar.

Kepala BBKSDA Sulsel, Ir. Thomas Nifinluri, memastikan, selain memperkuat pengawasan dengan berkoordinasi dengan pihak lain seperti Kepolisian dan Balai Gakkum KHLK, pihaknya juga intens bersosialisasi ke masyarakat tentang pentingnya pelestarian satwa endemik.

“Kami intens melakukan kegiatan “street campaign”, promosi, sosialisasi dan edukasi mengenai jenis tumbuhan dan satwa serta status perlindungannya.

“Aduan langsung juga kami buka melalui Call Center  Balai Besar KSDA Sulsel di nomor: 08114600883 atau melalui FB: ksda.sulsel dan IG:bbksda_sulsel. Kami juga didukung oleh Tim WRU yang bertugas di beberapa titik. Peran masyarakat dan media juga sangat kami harapkan dalam hal pelestarian satwa dan literasi satwa,” pungkasnya.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.