Kolaborasi mewujudkan investasi hijau pada komoditas kelapa bisa mendorong pembangunan yang lestari dan berkelanjutan.
Pemerintah Kabupaten Gorontalo bekerja sama dengan International Coconut Community (ICC) dan Dewan Kelapa Indonesia (Dekindo) menyelenggarakan Hari Kelapa Sedunia atau World Coconut Day (WCD), 21-25 September 2023. Kegiatan ini menitikberatkan kolaborasi untuk mewujudkan investasi hijau berkelanjutan dalam tata kelola komoditas kelapa.
Kegiatan yang dihadiri wakil dari 16 negara dan lebih dari 100 kabupaten penghasil kelapa di Indonesia ini, menjadi ajang tukar-belajar inovasi pembangunan dan bisnis kelapa antardaerah, yang sejalan dengan prinsip pembangunan hijau.
Nelson Pomalingo, Bupati Gorontalo berharap, WCD 2023 menjadi momentum awal untuk menjalin kolaborasi bisnis yang serius, berdampak, dan sejalan dengan komitmen pemerintah daerah untuk mendorong pembangunan yang lestari dan berkelanjutan.
Dia berharap kegiatan ini dapat meningkatkan akses pasar, membangun kepercayaan konsumen, dan memastikan keberlanjutan sosial, lingkungan dan ekonomi lestari dari industri kelapa. “Diharapkan juga, hasil dari World Coconut Day 2023 dapat dirasakan manfaatnya oleh pelaku usaha di sektor kelapa, dari hulu ke hilir,” kata Nelson dalam rilis yang diterima Ekuatorial, Jumat (22/9/2023).
Nelson percaya, agenda utama WCD 2023 yang bertajuk “Business and Partnership Matching“, merupakan kegiatan strategis untuk mempertemukan para pelaku usaha komoditas kelapa dengan para mitra usaha. Sebab, melalui kolaborasi yang inklusif dan keterlibaan aktif para pihak, tata kelola komoditas kelapa yang lestari dapat diwujudkan.
“Kegiatan ini juga dapat menjadi kesempatan dimulainya penyusunan Peta Jalan Kelapa Berkelanjutan di Indonesia,” tambah Nelson.
Sandiaga Salahuddin Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, mengapresiasi penyelenggaraan WCD 2023. Kolaborasi pemangku kepentingan dalam pengelolaan kelapa, dipandangnya berkontribusi mendorong pemasaran produk kelapa dan investasi dari hulu ke hilir. Sekaligus hadir untuk mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai sentra varietas kelapa dunia.
“Ide ini, dengan mengusung tema Sustainable Coconut for the Present and Future Generation, sangat luar biasa. Mari kita bersama-sama membangun dunia kelapa Indonesia untuk saat ini dan nanti, demi terwujudnya ekonomi Indonesia yang kuat,” terangnya.
Senada, Teten Masduki, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, menilai WCD 2023 sejalan dengan program pemerintah untuk mengembangkan model bisnis hilirisasi guna meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam rantai pasok global.
“Oleh karena itu, saya berharap WCD 2023 dapat menjadi ajang bagi para pelaku UMKM di Tanah Air, khususnya Kabupaten Gorontalo untuk mampu memperkenalkan komoditas daerah. Baik produk-produk kelapa, maupun potensi inovatif daerah lainnnya, agar mampu bersaing di level internasional,” ujar Teten.
Masa depan komoditas kelapa Indonesia
Kelapa memang komoditas potensial bagi Indonesia, mengingat luas perkebunan kelapa di Indonesia yang mencapai 3,7 juta hektare dan merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Bahkan, sepanjang 2022-2026, komoditas ini diperkirakan masih akan surplus.
“Makanya tak heran negera ini jadi produsen kelapa nomor satu dunia. Indonesia juga jadi negara eksportir kelapa butir nomor satu dunia, dan negara nomor dua paling banyak ekspor kelapa parut/ kering, serta minyak kelapa dunia,” ungkap Riska Putri, Kepala Sekretariat Interim Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL).
Dia menyebut kondisi itu sebagai ladang ‘emas’ bagi komoditas kelapa, karena di masa depan komoditas ini akan bertransformasi sebagai industri pertanian berkelanjutan yang dikembangkan sebagai upaya adaptasi, restorasi maupun konservasi kawasan ekosistem penting, baik di kawasan hutan maupun pesisir.
Produksi kelapa di Indonesia, menurut “Outlook Komoditas Perkebunan Kelapa” Kementerian Pertanian, mencapai 2,86 juta ton pada 2022. Produksi tersebut diprediksi akan meningkat selama lima tahun ke depan dengan perkiraan produksi 2,87 juta ton pada tahun 2026. Rata-rata peningkatan produksi kelapa selama lima tahun ke depan (2022-2026) diperkirakan sebesar 0,14% per tahun.
Outlook tersebut juga menunjukkan bahwa subsektor perkebunan adalah penyumbang terbesar ekspor dari sektor pertanian. Nilai total ekspor komoditas perkebunan pada 2021 mencapai AS$40,71 miliar (Rp625,18 miliar dalam kurs saat ini), di mana kelapa menyumbang AS$1,65 miliar atau 4,05% dari angka tersebut. Kelapa sawit menempati peringkat teratas dengan AS$30,25 miliar (74,31%), disusul karet sebesar AS$4,12 miliar (10,13%).
Nilai ekspor yang besar tersebut perlu dibarengi dengan kemampuan produksi berkelanjutan, juga pengolahan produk dan jasa bernilai tambah. Pembiayaan inovatif perlu menjadi bagian kunci dalam peta jalan kelapa berkelanjutan di Indonesia.
Seperti diterangkan Gita Syahrani, Dewan Pengurus Koalisi Ekonomi Membumi, akses pendanaan sering menjadi tantangan bagi para pelaku usaha komoditas kelapa. Padahal sektor yang mereka geluti merupakan sektor penting bagi Indonesia, sehingga perlu dibantu agar mampu meningkatkan ketangguhannya dalam menghadapi krisis iklim.
“Keberadaan pembiayaan inovatif yang bisa digunakan untuk mendongkrak kemampuan produksi berkelanjutan dan pengolahan produk/jasa bernilai tambah perlu jadi bagian kunci dalam Roadmap Kelapa Berkelanjutan,” ujar Gita.
Kolaborasi ini juga, lanjutnya, sejalan dengan arahan Presiden dan Kementerian Pertanian untuk pengembangan lahan kelapa genjah guna memperkuat sektor pertanian menghadapi krisis pangan global dan menciptakan pendapatan rumah tangga di masa mendatang.