Total 3,3 juta hektare daratan Sumatera Selatan bentang alamnya dikuasai korporasi. Walhi Sumsel menyatakan mereka terlibat kebakaran hutan.

Kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan menjadi bencana berulang tahunan. Peristiwa ini semestinya dapat diprediksi dan dimitigasi oleh pemerintah pusat dan daerah, khususnya oleh stakeholder kunci yaitu pemegang izin berbasis lahan.

Kertas posisi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan menyebut, fakta menunjukkan bahwa pemegang izin yang berbasis lahan baik HTI, perkebunan, dan usaha pertambangan menjadi penyebab utama kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan.

Dokumen kertas posisi tersebut menjelaskan, 8,3 juta hektare luas Sumatera Selatan dikuasai oleh Perusahaan HTI 1,4 juta hektare, perusahaan perkebunan kelapa sawit 1,2 juta hektare, dan lebih dari 700 ribu hektare dikuasai oleh usaha pertambangan.

kebakaran hutan sumatera selatan
Kebakaran hutan Sumatera Selatan. (Foto: Kertas Posisi Walhi Sumsel)

Kebakaran hutan dan lahan terus berulang

Total 3,3 juta hektare luas daratan Sumsel bentang alamnya telah dikupas dan dirusak oleh korporasi. Walhi Sumsel menyatakan, perusahaan-perusahaan itu terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan yang terus berulang.

Akibatnya saat memasuki fase musim kemarau, seperti El Nino 2023, bencana ekologis karhutla dan asap dipastikan terjadi di Sumatera Selatan.

“Hutan dibabat, gambut dikeringkan dengan berbagai alasan, seperti kanalisasi untuk kepentingan Perusahaan HTI, kebun kelapa sawit dan pertambangan. Lalu yang terjadi adalah bencana akut yang berulang dan selalu mendapatkan prestasi bernama LUMBUNG ASAP,” demikian dikutip dari dokumen Kertas Posisi Walhi Sumsel.

Salah satu dampak buruk kebakaran ini harus ditanggung masyarakat Sumsel. Mereka menderita paparan asap berupa Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

Data dari Dinas Kesehatan Kota Palembang, lanjut Kertas Posisi Walhi Sumsel, pada bulan Agustus hingga September 2023 terdapat 12.100 kasus kasus ISPA, dengan kondisi udara pada level “Sangat Tidak Baik”.

Kondisi ini diperkirakan akan terus terjadi peningkatan kasus dan dampak buruk lainnya yang berimbas pada kemandekan aktivitas masyarakat.

Data dari Walhi Sumsel menunjukkan di bulan September 2023 tercatat ada 29.858 hotspot. Parahnya 55% titik api itu berada di lahan gambut.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.