Plastik semakin hari semakin tinggi volume penggunaannya. Jika tidak ditangani, atau hanya dibiarkan menjadi sampah, akan menyebabkan permasalahan bagi lingkungan dan manusia. Pemerintah Kota Bogor menggunakan “Botak” untuk mengatasinya.

Seperti diketahui, sampah plastik sulit terurai oleh proses alam (non-biodegradable), dan merupakan salah satu pencemar xenobiotik (pencemar yang tidak dikenal oleh sistem biologis di lingkungan mengakibatkan senyawa pencemar terakumulasi di alam).

Wakil Walikota Bogor, Dedie Abdu Rachim menyampaikan, bahwa Pemerintah Kota Bogor telah melakukan berbagai upaya dalam menangani permasalahan sampah plastik. Salah satunya melalui gerakan “Bogor Tanpa Kantong Plastik,” atau yang disingkat “Botak”.

Hal itu disampaikan Dedie dalam konferensi “Narasi, Inspirasi dan Kebijakan Dalam Pengelolaan Sampah Plastik di Perkotaan”, salah satu agenda Green Press Community yang diadakan oleh Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (The Society of lndonesia Environmental Journalists/SIEJ) di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta, Kamis (9/11).

Di awal penerapannya, Dedie mengaku gerakan Botak tersebut sempat menuai sejumlah penolakan dari swalayan modern, perusahaan plastik, serta masyarakat yang memang selama ini enggan dibuat ribet dengan permasalahan kantong belanja.

Padahal, kata dia, gerakan Botak telah siap untuk diimplementasikan, usai Pemkot menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 61 Tahun 2018 tentang Bogor Tanpa Kantong Plastik.

“Mengubah ini memang tidak mudah, butuh proses. Jadi memang pada saat itu semua dilibatkan, toko-toko modern juga dilibatkan. Disampaikan semua regulasinya,” kata Dedie.

Namun berkat komunikasi dan koordinasi dengan para stakeholder, gerakan yang bermuara pada pengendalian sampah plastik tersebut sampai saat ini masih bisa terus berjalan.

Selain melalui Botak, pihaknya juga melakukan upaya pengolahan sampah plastik dengan menggandeng World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia, organisasi non-pemerintah internasional yang menangani masalah-masalah konservasi, penelitian, dan restorasi lingkungan.

“Sebetulnya ini bukan hal baru itu, di kota lain juga ada. Tapi kita ingin membuat sirkular ekonominya agar lebih menarik,” ucap Dedie.

Sehingga nantinya, sampah-sampah yang ada di Bogor dimanfaatkan menjadi papan balok yang tentu akan membawa manfaat ekonomi yang lebih besar.

Adapun sejauh ini, baru ada satu TPS di Bogor yang telah menerapkan pengelolaan sampah plastik, yakni TPS Mekar Wangi. Karenanya, Dedie menantang WWF untuk memberikan pendanaan guna memperluas pengelolaan sampah plastik di TPS lain di Bogor.

“Memang kita punya 27 TPS, tapi belum semua seperti ini, dan ini jadi tantangan WWF,” tuturnya.

Green Press Community merupakan ajang perdana yang diorganisasi oleh Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (The Society of Indonesian Environmental Journalists/SIEJ) guna menghimpun ide dan memantik gerakan bersama untuk melestarikan lingkungan hidup di Indonesia.

Berlangsung sejak Rabu (8/11), GPC menghadirkan berbagai learning session, talk show, dan konferensi yang melibatkan ratusan peserta dari berbagai kalangan, termasuk pers, organisasi non-pemerintah, dan mahasiswa.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.