Rektor Undana Maxs Sanam menantang para peneliti Faperta Undana agar berinovasi dan mengatasi krisis pangan akibat Perubahan Iklim. #krisispangan
Rektor Universitas Nusa Cendana (Undana) Maxs U. E. Sanam meminta para peneliti di kampusnya, khususnya di Fakultas Pertanian (Faperta) agar mengantisipasi perubahan iklim yang saat ini tengah dihadapi sejumlah negara di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Perubahan iklim juga berdampak di kampus yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Dampak yang paling nyata adalah terjadinya krisis pangan.
“Saya menantang teman-teman kita (peneliti) di Fakultas Pertanian Undana untuk mengembangkan inovasi pertanian dengan bahan-bahan lokal untuk mengatasi krisis pangan. Dalam banyak hal, harusnya kita menghasilkan karya-karya inovasi yang bisa kita kedepankan sebagai karya Undana,” tandas Maxs Sanam, dikutip dari laman resmi, Selasa, 13 Februari 2024.
Maxs Sanam menyampaikan ancaman krisis pangan karena dampak perubahan iklim saat membuka Seminar Nasional Faperta Undana ke-10 bertema Climate Change and Smart Agriculture di Hotel Sotis Kupang, Kamis 12 September 2023.
Dalam hal irigasi tetes, misalnya, Rektor berharap agar ada inovasi jaringan irigasi tetes dengan menggunakan kearifan lokal berupa tanaman bambu. Hal itu dilakukan agar bisa menjangkau masyarakat di wilayah semi ringkai kepulauan, seperti NTT.
Apa yang diharapkan Rektor bukan tanpa alasan. Sebab, Guru Besar Bidang Mikrobiologi dan Parasitologi itu sudah melihat salah satu model smart farming di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) milik Lanud El Tari Kupang. Namun, demikian harganya cukup mahal, sehingga perlu inovasi pertanian dengan menggunakan kearifan lokal.
Dikatakannya, seharusnya Undana yang memiliki lahan smart farming dengan inovasi berbasis kearifan lokal, sehingga orang bisa datang dan belajar di Undana. Sebab, universitas yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif lahan kering kepulauan ini memiliki sejumlah peneliti dan pakar bidang pertanian.
Untuk mewujudkan smart farming milik Undana, Rektor meminta para peneliti dan pakar pertanian di Undana untuk memikirkan langkah strategis, termasuk dengan menggunakan lahan-lahan Undana, seperti di Oenitu, Kabupaten Kupang, maupun di kawasan lahan kering di dalam Undana.
“Sejauh ini, kita belum hasilkan model sebagai inovasi, ini tantangan yang saya berikan kepada Dekan, khususnya dosen Faperta. Dan, semoga hasil seminar nasional ini bisa dirumuskan dan menjadi masukan bagi pemerintah daerah dan pusat, bagaimana solusi untuk memitigasi perubahan iklim,” pungkasnya.
Riset dan tantangan menghadapi krisis pangan
Dekan Faperta Undana Muhammad mengatakan, melalui seminar tersebut, tidak saja mengangkat diseminasi hasil penelitian oleh dosen Faperta Undana, tapi juga diseminasi hasil penelitian peneliti-peneliti dari universitas dan lembaga lainnya di Indonesia.
“Diharapkan, akan diperoleh banyak informasi, kurang lebih berkaitan dengan tema yang diangkat dalam seminar ini,” ujarnya.
Sementara itu, Lusia S. Marimpan selaku ketua panitia mengatakan, seminar tersebut dilaksanakan dalam upaya melihat keunggulan komparatif, sosial ekonomi masyarakat NTT, yang memanfaatkan daerah lahan kering kepulauan.
“Kondisi lahan kering pada sebagian daerah di NTT, membuat adaptasi masyarakat lokal untuk dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan. Pengembangan tanaman pangan dalam sistem pertanian yang smart seperti padi, jagung, kacang-kacangan dan umbi-umbian terus ditingkatkan secara berkesinambungan seiring dengan keterbatasan iklim,” jelasnya.
Untuk diketahui, 3 narasumber yang dihadirkan Enos Tangke Arung, peneliti sekaligus reviewer nasional dan internasional dari Universitas Mulawarman. Ia akan memaparkan materi dengan topik: “Meningkatkan Added Value melalui Riset pada Hasil Pertanian, Peternakan dan Kehutanan”.
Selanjutnya, Apik Karyana selaku Kepala Biro Perencanaan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutananan, yang menyampaikan materi dengan judul: “Kontribusi Sektor Kehutanan dan Areal Penggunaan Lain dalam Mitigasi Perubahan Iklim”. Dan, Suprehatin dari Insitut Pertanian Bogor (IPB), yang memaparkan materinya berjudul: “Rantai Nilai Global Agribnisnis”.
Selain 3 narasumber tersebut, pantia juga menghadirkan 25 pemakalah dari berbagai universitas di Indonesia.
- WALHI menemukan ketimpangan akses dan distribusi air di Kota Makassar
- Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi menuntut komitmen pemerintah menurunkan emisi karbon
- Hargailah masyarakat lokal terkait pemensiunan dini PLTU batubara Cirebon Unit 1
- Orang muda menyerukan pulihkan Sumatera Barat
- PTUN Jabar perlu hati-hati dan teliti memeriksa perkara pembatalan tender proyek PSEL Kota Bekasi
- Sekolah Dasar di Gresik punya toko refill sabun untuk kurangi sampah plastik sachet