Menjadi Pembela HAM dan Lingkungan: tantangan dan peran unik perempuan dalam melawan pelanggaran HAM dan menjaga lingkungan hidup.

Menjadi Pembela HAM dan Lingkungan: tantangan dan peran unik perempuan dalam melawan pelanggaran HAM dan menjaga lingkungan hidup.
Cove buku tentang Perempuan Pembela HAM dan Lingkungan. (WALHI)

Menjadi pembela HAM dan Lingkungan memang tidak mudah, tapi menjadi perempuan pembela HAM dan Lingkungan (PPHL) lebih tidak mudah lagi. Selain tidak populer karena biasanya peran tersebut banyak dilakukan laki-laki, perempuan menghadapi tantangan yang berlapis saat melakukan kerja-kerjanya sebagai pembela HAM-Lingkungan.

Peran perempuan pembela HAM dan lingkungan inilah yang dinahas dalam buku yang disusun WALHI, MAF, TKPT Indonesia, Ruang Baca Puan. Buku ini berjudul “Ada Apa dengan Perempuan Pembela HAM-Lingkungan (Seputar Perempuan Pembela HAM dan Lingkungan untuk Pemula)”.

“Buku tipis ini bermaksud menyediakan informasi sederhana tentang PPHL,” demikian keterangan resmi diakses dari laman Wahana Lingkungan Hidup, Jumat, 21 Juni 2024.

Buku ini ditulis secara kolektif oleh enam aktivis perempuan yang saat ini bekerja bersama WALHI, Mama Aleta Fund (MAF), TKPT Indonesia, dan Ruang Baca Puan. Mereka memiliki pengalaman sebagai PPHL dan juga bekerja sama dengan para perempuan di garis depan yang berjuang menyelamatkan lingkungan.

Para penulis adalah Melva Harahap, Puspa Dewi, Salsabila Khairunisa, Siti Maimunah, Voni Novita, dan Wiwin Matindas.

“Isi buku ini adalah sebagian hasil pembelajaran yang mereka dapatkan bersama PPHL di berbagai tempat di Indonesia,” terang tim penyusun.

Hambatan PPHL

Banyak orang menilai melindungi dan menyelamatkan lingkungan dari kerusakan itu adalah hal yang wajar, dan seharusnya dilakukan, karena itu bagian dari merawat ruang hidup. Tapi dalam situasi tertentu, melakukan pembelaan terhadap lingkungan bisa mengancam jiwa.

“Tak sedikit yang mengalami intimidasi, kekerasan, dipenjara bahkan dibunuh karena dianggap melawan pemerintah dan korporasi, misalnya pengalaman perempuan Wadas, perempuan Kendeng, dan masih banyak lagi, adalah segelintir kasus yang memperlihatkan terjadinya intimidasi, kekerasan dan kriminalisasi terhadap perempuan pembela HAM Lingkungan,” tulis tim penyusun.

Masalahnya, berjuang menyelamatkan lingkungan, meskipun itu sebuah sikap personal, kata “lingkungan” memberikannya makna melekat sebagai “untuk kepentingan banyak orang”. Sebab unsur lingkungan, seperti air, udara dan tanah adalah tubuh alam yang dibutuhkan semua orang dan tak bisa disekat-sekat.

Daur geohidrologi sekecil apa pun jika berakumulasi dengan sistem lainnya di alam saling mempengaruhi. Itulah sebabnya lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM).

Sehingga perjuangan menyelamatkan lingkungan harus mendapatkan perlindungan dari negara, maupun nonnegara. Menjadi pembela HAM dan lingkungan memang tidak mudah.

Tapi menjadi perempuan pembela HAM dan lingkungan lebih tidak mudah lagi. Selain tidak populer karena biasanya peran tersebut banyak dilakukan laki-laki, perempuan menghadapi tantangan yang berlapis saat melakukan kerja-kerjanya sebagai pembela HAM-Lingkungan.

Saat menyebutkan istilah Perempuan Pembela HAM dan Lingkungan ada tiga istilah di dalamnya, yaitu: Pembela HAM, Perempuan Pembela HAM, dan Pembela HAM lingkungan.

Tiga istilah ini bisa ditelusuri artinya dari peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga negara dan Kementerian Republik Indonesia, misalnya Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Kementerian Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Buku ini bermaksud membantu menyambungkan dan mengkomunikasikan tiga istilah tersebut, karena hingga saat ini belum ada rujukan khusus yang mengaturnya.

Ada dua bagian dalam buku ini. Pertama, berisi informasi dasar yang menjawab 5W 1H, informasi seputar apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana perempuan Pembela HAM dan Lingkungan. Bagian dua, adalah pertanyaan dan jawaban umum seputar mereka.

Buku ini adalah bagian dari “Serial Perempuan Pembela HAM-Lingkungan 2023”, sebuah upaya yang digagas WALHI, MAF dan TKPT Indonesia untuk ke depan

mengumpulkan, mempercakapkan, dan menerbitkan pengetahuan dan pengalaman perempuan-perempuan pembela HAM dan Lingkungan di Indonesia.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.