Ekonomi ramah lingkungan dan upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Ekonomi hijau diharapkan diterapkan pemerintah daerah.
Perubahan iklim bukan lagi ancaman, melainkan keadaan faktual yang kini tengah terjadi. Sejumlah kejadian bencana menunjukkan bahwa perubahan iklim mesti dijawab dengan kebijakan yang tepat, antara lain dengan penerapan ekonomi ramah lingkungan atau ekonomi hijau.
“Jadi sesungguhnya perubahan iklim yang beberapa tahun lalu kita sebutkan, sesungguhnya kita sedang berada di dalamnya. Jadi bukan lagi merupakan ancaman, tapi kita sudah betul dalam perubahan itu,” ujar Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Suhajar Diantoro.
Suhajar berbicara dalam pembukaan Plenary Session Crisis Management Conference (CMC) 2024 dengan tema “Strengthening Disaster Resilience in a Global City” di Ballroom Langham Hotel, Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Ia mencontohkan, kejadian langka seperti tornado yang beberapa waktu lalu sempat menerjang Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung, tidak terprediksikan sebelumnya.
“Kita menyaksikan banjir besar yang terjadi di Uni Emirat Arab, juga tulisan-tulisan yang kita baca mengatakan tak terprediksi dengan baik sebelumnya,” ucap Suhajar.
“Itu yang disebutkan tadi hati-hati ancaman perubahan iklim sudah nyata dan kita rasakan bahkan dirasakan semua negara di muka bumi,” tambahnya.
Ia juga berujar bahwa suhu bumi yang semakin panas dan kekeringan bukan hanya terjadi di Indonesia.
Lebih lanjut, Suhajar mengungkap bahwa Kementerian Dalam Negeri RI pada Peringatan Hari Otda Ke-28 Tahun 2024 mengangkat tema “Otonomi Daerah Berkelanjutan Menuju Ekonomi Hijau dan Lingkungan Yang Sehat”.
Ditegaskan kepada seluruh pemerintah daerah di Indonesia mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota untuk membangun dan mempraktikkan ekonomi hijau dalam pembangunan berkelanjutan.
Beberapa tahun ke depan, sambung Suhajar, seharusnya menjadi masa transisi dari ekonomi hijau menuju pembangunan berkelanjutan.
“Kita harus berani mulai meninggalkan investasi, aktivitas usaha dan infrastruktur berbasis ekonomi reguler yang selama ini kita pikul, kita banggakan, dan kita anggap terbaik di muka bumi,” katanya.
“Hari ini kita harus mulai investasi, aktivitas usaha dan infrastruktur berbasis ekonomi hijau, industri hijau, dan sistem transportasi berbasis energi terbarukan adalah pilihan kebijakan kita. Hari ini industri rendah karbon adalah pilihan kebijakan kita, termasuk ekonomi sirkuler,” tuturnya.
Perubahan iklim dan urbanisasi
Di samping itu, Suhajar mengajak pemerintahan di daerah untuk mencermati gejala urbanisasi. Ia berharap kepala daerah dapat mengelola urbanisasi dengan sebaik-baiknya.
Menurutnya, orang dari desa ke kota jika dikelola dengan baik akan menjadi sumber tenaga kerja.
Ia memaparkan bahwa urbanisasi di beberapa negara di Asia Timur bisa meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 2,3 persen.
Namun di Indonesia sendiri pengelolaan urbanisasi baru mampu meningkatkan PDB 1 persen.
“Berarti pengelolaan urbanisasi belum optimal. Siapapun menjadi pejabat di kota kita ditakdirkan untuk mengelola urbanisasi,” pungkasnya.