Dibutuhkan strategi yang mengutamakan pembangunan yang berkelanjutan untuk menyelamatkan hutan Kalimantan Barat.
Kebakaran, perambahan, dan konversi (alih fungsi) lahan menjadi pemicu utama deforestasi dan degradasi lahan hutan Kalimantan Barat. Berkurangnya tutupan hutan mengakibatkan penurunan daya serap karbon dan peningkatan emisi yang berdampak pada perubahan iklim.
Hal tersebut terungkap dalam Sosialisasi Peraturan Bupati Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pemetaan Indikatif dan Pengelolaan Areal Bernilai Konservasi Tinggi (NKT) dan Areal Bernilai Stok Karbon Tinggi (SKT) pada Areal Penggunaan Lain. Sosialisasi digelar Pemerintah Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, 2 April 2024 lalu.
Antusiasme pada acara sosialisasi ini terlihat dari sejumlah peserta yang memenuhi ruangan, mencapai 60 peserta hadir dari instansi pemerintah kabupaten, pemerintah kecamatan, instansi vertikal, perusahaan berbasis lahan (perkebunan kelapa sawit), dan mitra Pembangunan (CSO’s) yang bekerja di Sintang.
Sesi presentasi sosialisasi diawali oleh tiga narasumber yakni: Rachmad Hafiz perwakilan dari WWF-Indonesia, Igor Nugroho, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sintang, serta Supomo, Kepala Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan, Kabupaten Sintang.
Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang Kartiyusyang sambutannya dibacakan oleh Igor Nugroho, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sintang, menyampaikan menjaga dan melestarikan hutan menjadi langkah penting, namun tetap memperhatikan kebutuhan lahan untuk pertanian dan pembangunan masyarakat.
“Oleh karenanya dibutuhkan strategi yang mengutamakan pembangunan yang berkelanjutan,” ungkapnya, diakses dari laman WWF Indonesia, Minggu, 4 Agustus 2024.
Pemerintah Kabupaten Sintang menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 70 Tahun 2023 sebagai instrumen kebijakan untuk mendukung regulasi yang ada dan menjadi acuan dalam perumusan kebijakan, program, serta perencanaan tata kelola lingkungan dan pemanfaatan lahan berkelanjutan. Peraturan ini diharapkan dapat menjadi instrumen mitigasi bagi kerusakan lingkungan yang lebih luas.
Penandatanganan Berita Acara Serah Terima Dokumen Penilaian NKT-SKT Terintegrasi pada Skala Lanskap oleh Sekda Kabupaten Sintang, 20 Oktober 2023 di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sintang.
Dalam perspektif penataan ruang daerah, Supomo, Kepala Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan, Kabupaten Sintang memaparkan pemanfaatan areal NKT-SKT di wilayah tersebut. Ia menyampaikan bahwa di Kabupaten Sintang, teridentifikasi enam nilai dan elemen NKT (Nilai Konservasi Tinggi). Kawasan lindung dan keanekaragaman hayati (NKT 1), kawasan alami jauh dari permukiman (NKT 2), ekosistem dan habitat langka (NKT 3), jasa ekosistem krusial seperti daerah tangkapan air (NKT 4), situs penting bagi masyarakat lokal (NKT 5), dan situs budaya tradisional (NKT 6).
Supomo juga memaparkan mengenai Areal Penggunaan Lain (APL) yang merupakan areal di luar kawasan hutan negara yang diperuntukkan bagi kegiatan pembangunan di luar bidang kehutanan atau budidaya non-kehutanan. Ia menekankan pentingnya memetakan dan memanfaatkan areal NKT-SKT dalam penataan ruang di Kabupaten Sintang guna menjaga kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembanguna. Terlebih lagi Kabupaten Sintang sedang melakukan revosi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten. Dokumen NKT-SKT ini akan sangat membantu dalam arahan penentuan pola ruang dalam RTRWK yang baru.
Rachmad Hafiz perwakilan dari WWF-Indonesia, memaparkan hasil penilaian NKT dan SKT pada skala lanskap di Kabupaten Sintang. Berdasarkan penilaian tersebut, teridentifikasi area NKT seluas 1.168.526,17 ha (53,19%) dan area SKT seluas 978.134,93 ha (44,52%) dari total luas wilayah Kabupaten Sintang yang mencapai 2,196,895.71 ha. Pada Areal Penggunaan Lain (APL), teridentifikasi NKT seluas 162.763,73 ha (7,41%) dan SKT seluas 75.310,05 ha (3,43%).
Usai pemaparan dari ketiga narasumber, acara dilanjutkan dengan sesi tanggapan dan masukan dari para peserta. Salah satunya Mikhael Wiwinardi, Camat Ambalau, yang menyampaikan bahwa Kecamatan Ambalau merupakan kecamatan terluas yang memiliki areal NKT-SKT di Kabupaten Sintang, dengan 47,27% atau seluas 552.357,04 ha areal NKT-SKT berada di kecamatan tersebut.
Oleh karena itu, Camat Ambalau berharap agar areal NKT-SKT ini dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar wilayah tersebut.
“Kolaborasi dan partisipasi sangat diperlukan dalam implementasi Peraturan Bupati ini,” ujarnya.
“Kecamatan dan desa harus mendapatkan ruang dalam pengelolaan areal NKT-SKT. Jika memungkinkan, bentuk sanksi juga perlu dipertimbangkan untuk diterapkan apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran.”
Albertus Tjiu, Manajer Lanskap Arabela – WWF-Indonesia, turut menyampaikan optimismenya untuk melindungi dan mengelola areal NKT-SKT yang ada di Kabupaten Sintang. Ia merasa optimis dengan adanya instrumen peraturan yang sudah ada dan dukungan kolaborasi dari berbagai pihak di Kabupaten Sintang.
“Ke depan, upaya untuk mendorong kolaborasi atau kemitraan dalam pengelolaan areal NKT-SKT pada level tapak menjadi kunci,” pungkas Albertus Tjiu.