Riset Gita Pertiwi menunjukan bahwa kantong plastik sekali pakai di sejumlah pasar di Solo mencapai 4.452 buah per-harinya.
Dampak harga sayur merosot, petani Desa Dangkling Lereng Gunung Telomoyo beker jasama dengan Gita Pertiwi sedekahkan 600 kilogram sayuran segar. Program tersebut dikemas Bersama Gita Pertiwi dalam berbagi pangan tanpa menggunakan kantong plastik sekali pakai sehingga para penerima manfaat memang menggunakan wadah guna ulang dalam menerima sedekah sayur.
“Hal tersebut sebagai salah satu Upaya untuk mereda timbunan sampah plastik yang kian meningkat di Kota Surakarta,” demikian keterangan resmi Gita Pratiwi, diakses dari laman Aliansi Zero Waste Indonesia, Minggu, 18 Agustus 2024.
Menurut Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) komposisi plastik di Kota Bengawan ini sudah mencapai 22,73 persen atau terbanyak kedua dari jenis sampah lain.
Rata-rata plastik di Kota Surakarta ini dihasilkan dari aktivitas dagang masyarakat yang sudah kecanduan dengan kantong plastik sebagai kemasan dan kantong belanja.
Riset yang dilakukan oleh Gita Pertiwi beberapa waktu lalu menunjukan bahwa kantong plastik sekali pakai di sejumlah pasar di Solo mencapai 4.452 buah per-harinya. Sejumlah pasar tersebut antara lain: Pasar Jebres, Pasar Nongko, Pasar Purwosari, Pasar Singosaren dan Pasar Gading. Belum lagi plastik dari pasar ataupun pusat perbelanjaan lainnya di Kota Surakarta, tanpa adanya peraturan untuk membatasi penggunaan plastik akan berdampak buruk bagi bumi ini.
Disisi lain sampah pangan di Kota Surakarta menjadi jenis sampah yang terbesar dari komposisi timbunan sampah. Tidak jarang ditemukan makanan yang dipesan ataupun telah dimasak menyisakan sampah yang akhirnya dibuang.
Berdasarkan riset Gita Pertiwi bersama Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) sampah pangan yang dihasilkan di Surakarta yaitu 0,73 kg/KK/hari pada 2021 dan nilai tersebut naik dari tahun 2018 yang potensi sampah pangannya 0.49kg/KK/hari.
Kedua sampah yang memiliki potensi merusak lingkungan dengan keji tersebut harus memiliki solusi untuk paling tidak mencegah atau mengurangi timbunanya. Serperti yang dilakukan oleh Gita Pertiwi melalui program berbagi pangannya. Hingga 4 Agustus 2024 Gita Pertiwi sudah mendistribusikan 1.3 ton sayuran tanpa plastik yang berasal dari sedekah sayur petani di Telomoyo.
Sedekah sayur ini dilakukan merespon dari anjloknya harga sayur yang tidak masuk akal, karena hasil penjualan tidak menutup biaya operasional petani. Sehingga petani lebih memilih mendonasikan sayurnya. Selain biaya petik untuk panen yang tergolong mahal, petani juga berupaya berbagi kepada sesame yang memang sedang membuthkan. Hasil yang tak seberapa tidak dapat mengganti berkah yang didapatkan dari sedekah sayur ini.
“Kalau kami tidak pernah merasa rugi untuk berbagi seperti ini, karena memang kita prinsipnya hidup tidak hanya tentang diri sendiri, tetapi bagaimana dengan sesama. Saya percaya bahwa perbutan baik juga akan dibalas dengan kebaikan suatu saat nanti,” jelas Heri Santoso sebagai salah satu petani yang menyedekahkan hasil kebun sayurnya.
Dari sedekah sayur yang dilakukan Gita Pertiwi dengan petani sayur ini membuktikan bahwa berbagi tidak harus tentang jumlah uang, tetapi juga sayur tak terkelola atau pangan berlebih layak makan juga dapat didonasikan. Sebelumnya petani hanya membuang sayur itu secara cuma-Cuma tetapi sekarang dengan penuh kesadaran mereka menyedekahkan sayuran hasil pertanian salah satunya berkolaborasi dengan Gita Pertiwi.
“Kita berkolaborasi dengan petani di Telomoyo untuk sedekah sayur karena harga sayur sedang turun sehingga sayang apabila tidak termanfaatkan sayurnya. Mungkin di satu tempat dianggap berlebih, tetapi bagi orang lain sangat dibutuhkan, karena sayang kalau sayur petani terbuang dalam jumlah banyak,” ujar Dian sebagai penanggung jawab program berbagi pangan berlebih.
Hal tersebut yang menjadi salah satu tujuan Heri Santoso berkolaborasi dengan Gita Pertiwi untuk sedekah sayur, karena sebelumnya pernah kesulitan mencari penerima manfaat yang tepat yang pada akhirnya sayuran itu hanya menumpuk di tempat pembuangan sampah.
“Pernah dulu saya bawa dua (mobil) pickup sayur mas karena dulu banyak petani yang enggak panen karena harga anjlok dan biaya petik mahal jadi sayurnya kami kumpulkan itu buat didonasikan. Kami yang rutin itu donasi di Semarang tempat orang yang berkebutuhan khusus, tapi juga pernah karena terlalu banyak sayur yang masuk kita akhirnya buang. Sudah cari tempat dimana-mana tidak ada lagi jadi terpaksa kami buang,” jelas Heri Santoso.
Heri sangat terbantu dengan program berbagi pangan ini karena memiliki SOP yang sesuai dengan kebutuhan donasi sayuran yang harus segera di distribusikan.
Selain itu, dalam bersedekah juga tidak selalu dengan plastik, tetapi juga dapat menggunakan wadah guna ulang untuk meringankan beban lingkungan akibat dari sampah plastik dan sampah pangan yang terus merajalela. Penggunaan wadah guna ulang juga menurunkan resiko pencemaran mikroplastik pada makanan, sehingga sayuran yang dibagikan lebih bersih dan sehat dari campuran plastik.
Penggunaan plastik juga kurang tepat karena mudah sobek sehingga tidak cocok untuk jumlah sayur yang banyak. Selain itu, dapat mencemari lingkungan butuh banyak kantong untuk distribusi apabila menggunakan plastik.
Sedekah sayur ini terlaksana 2 kali pendistribusian dengan total sayur yang terselamatkan hingga 1,3 ton dengan komoditi sawi, tomat, buncis, sawi putih, dan labu siam.