Krisis air bersih dialami warga Kota Makassar tahun lalu serta tahun ini. Telah dialami ratusan kepala keluarga di Kecamatan Tallo sejak 2000.
Dalam beberapa bulan terakhir, pelayanan PDAM Kota Makassar mengalami hambatan akibat debit air bersih di Bendungan Lekopancing dan Bili-Bili mengering. Imbas dari kemarau panjang. Peristiwa yang sama terjadi Pada tahun 2023 kemarin, dimana sekitar 111.785 penduduk dari 10 kecamatan terdampak krisis air di Kota Makassar.
Kekeringan yang dialami oleh warga Kota Makassar tahun lalu serta tahun ini nyatanya telah dialami oleh ratusan kepala keluarga yang tinggal di Kecamatan Tallo semenjak tahun 2000. Artinya, sudah 24 tahun lamanya warga yang tinggal di Tallo mengalami krisis serta kelangkaan air bersih.
Sudah banyak cara yang ditempuh oleh warga Tallo namun pemerintah belum mendengar aspirasi mereka. Buktinya sampai saat ini mereka masih membeli air untuk kebutuhan masing-masing keluarganya.
Terbaru, WALHI Sulawesi Selatan bersama dengan Perempuan Tallo menggelar aksi kereatif dengan memegang poster yang bertuliskan tuntutan masyarakat ke pemerintah dan PDAM Kota Makassar.
Hikmawaty Sabar selaku Kepala Divisi Keterlibatan Perempuan WALHI Sulawesi Selatan menjelaskan bahwa Krisis Air Bersih di Kecamatan Tallo adalah masalah turun temurun yang belum mendapat titik terang. Air bersih menjadi barang langka yang masih diimpikan masyarakat setempat.
“Kurun waktu puluhan tahun, perempuan di Tallo khususnya di tiga kelurahan yakni Tallo, Buloa, dan Kaluku Bodoa tengah berjibaku menopang hidup di tengah sulitnya akses air bersih. Kondisi ini telah berdampak buruk terhadap akses lain seperti ekonomi, sosial, dan kesehatan,” ujar Hikmah, diakses dari laman resmi, Senin, 9 September 2024.
Selain Hikmah, salah seorang perempuan di Tallo yang juga turut terlibat dalam aksi ini menjelaskan bahwa warga disini sudah bosan dijanji-janji oleh pemerintah. Sudah puluhan tahun keluarga kami harus membeli air bersih sementara pendapatan keluarga kami tidaklah banyak.
“Disini kami hanya mengandalkan air hujan dan air bor. Tapi kalau musim kemarau air bornya tidak bisa digunakan. Makanya kami harus beli air. Rata-rata uang yang kami keluarkan untuk membeli air dalam satu gerobak itu delapan ribu sampai lima belas ribu rupiah dalam sehari,” ujar Wana salah seorang perempuan yang ada di Tallo
Tidak hanya Wana, Husnaeni juga mengungkapkan keresahan yang sama terkait dengan krisis air yang mereka alami dengan berujar bahwa krisis air yang kami alami berpotensi meningkatkan risiko penyakit menular seperti diare dan kolera. Kemudian pendidikan anak-anak kami juga terhambat karena anak-anak, terutama perempuan, sering kali harus menghabiskan waktu mengumpulkan air daripada bersekolah.
“Untuk itu Kami mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas dalam memastikan akses air bersih yang memadai bagi seluruh masyarakat di Kecamatan Tallo sebagai langkah penting untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan umum masyarakat disini,” katanya.
Setelah menggelar aksi, puluhan warga dari tiga kelurahan di Kecamatan Tallo kemudian melakukan konsolidasi bersama dengan jaringan CSO yang ada di Kota Makassar. Beberapa jaringan CSO yang hadir dalam kegiatan ini yakni WALHI Sulawesi Selatan, LAPAR Sulawesi Selatan, YLK Sulawesi Selatan, Ma’Refat Institute, KPRM, FMN Makassar, LP3M, LBH Makassar, SP Anging Mammiri, Komunitas Kata Kerja, dan Jurnal Celebes.
Dalam konsolidasi bersama dengan jaringan CSO dan perempuan pejuang hak atas air di Kecamatan Tallo ini, Altriara Pramana Putra Basri selaku Koordinator Divisi Advokasi LAPAR Sulsel menjelaskan bahwa sulitnya akses terhadap air bersih yang dialami masyarakat Tallo, seringkali dijadikan sebagai komoditas politik dalam kontestasi elektoral, demi mendulang suara bagi para politisi dan caleg. Tak ada keseriusan sama sekali dari pemerintah, politisi partai serta pejabat untuk menjawab persoalan tersebut.
“Padahal sangat jelas amanah konstitusi dan undang-undang HAM, Negara atau pemerintah Kota Makassar punya tanggungjawab untuk melakukan pemenuhan Hak Dasar terutama hak atas air bersih. Karena tak ada alasan logis untuk kita mengatakan Kota Makassar Menuju Kota Dunia atau Kota bahagia jika rakyatnya masih mengalami kesulitan akses air bersih selama puluhan tahun,“ ujar Putra.
Terakhir, seluruh jaringan CSO yang hadir pada pertemuan ini bersepakat untuk bersama-sama mendesak pemerintah agar segera memperbaiki layanan dan akses air bersih yang selama ini tidak dinikmati oleh masyarakat yang ada di Kelurahan Tallo, Kalukubodoa, dan Buloa.
“Untuk itu kami mendesak pemerintah Kota Makassar agar punya perhatian secara khusus dan dibuktikan dengan tindakan konkrit agar warga di Kecamatan Tallo dapat menikmati air PDAM, bukan hanya sekedar turun melakukan survei dan janji-janji semata,” tutup Koordinator Divisi Advokasi LAPAR Sulsel ini kepada awak media.