Mahasiswa Unpad mengenalkan singkong sebagai pangan alternatif. Masyarakat adat menggunakan singkong sebagai pengganti nasi.
Kelompok Olah Kreativitas dan Kewirausahaan (OKK) 137 Sub Kelompok 1 Universitas Padjadjaran melakukan sosialisasi mengenai pangan alternatif berbasis singkong kepada masyarakat RW 04 Desa Cileles, Kecamatan Jatinangor pada awal November 2024.
Melalui kegiatan sosialisasi pangan alternatif, OKK Unpad memperkenalkan metode pembuatan “beras singkong,” yang terinspirasi dari Desa Cirendeu, Cimahi, yang telah lama menggunakan singkong sebagai pengganti beras. OKK merupakan salah satu mata kuliah wajib di Unpad bagi mahasiswa semester I yang bertujuan untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat.
Pada tahun ini, tema yang diberikan oleh Unpad terhadap mata kuliah OKK adalah “Ketahanan Pangan”. Kelompok OKK ini terdiri dari Husna Abelita Shafira, Ujang Kadarus Solihin, Naurah Felisha, Mochamad Ihsan Alfy, Priyanti Putri, Asri Okta Ramadhani R, Naily Hikmah Shafarina, Shareefa Cheffaluna Ramadhania, Mohammad Hasbi As Shidiqi, Uswatun Nur Fadillah, Bening Kalamananda Nugraha, dan Naela Raya Faradisa dengan dosen fasilitator Nursiswati.
Dalam beberapa tahun terakhir, isu ketahanan pangan semakin mendapat perhatian serius, terutama di tengah meningkatnya harga beras akibat tingginya tingkat konsumsi beras padi di Indonesia. Desa Cileles dipilih sebagai lokasi sosialisasi pangan alternatif karena memiliki potensi sumber daya singkong yang melimpah serta partisipasi masyarakat dari berbagai usia, sehingga dianggap ideal untuk mengimplementasikan inovasi beras singkong.
Kegiatan sosialisasi ini dihadiri oleh 9 ibu rumah tangga beserta 5 anak, yang antusias mengikuti penjelasan dan demonstrasi yang diberikan oleh mahasiswa.
“Teksturnya mirip seperti nasi namun rasanya hambar, enaknya dikasih garam dan sambal. Meskipun teksturnya kurang familiar dan rasa singkongnya masih cukup kuat, namun rasa yang dimiliki sebetulnya tidak jauh berbeda dengan nasi yang biasa dikonsumsi,” ujar Yayah, salah satu peserta sosialisasi.
Melalui kegiatan ini, Unpad berkomitmen untuk terus mendorong mahasiswa agar berkontribusi dalam pengabdian masyarakat dengan mengangkat tema-tema relevan, seperti ketahanan pangan.
Selain itu, kegiatan sosialisasi ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru kepada masyarakat tentang pentingnya diversifikasi pangan untuk mendukung ketahanan pangan keluarga.
Selain pangan alternatif, singkong bisa jadi kue
Tak hanya menjadi sumber pangan alternatif, singkong juga bisa menjadi bahan kue modern, antara lain egg roll. Berbeda dengan kue egg roll yang saat ini banyak beredar di pasaran, Egg Roll hasil produksi Kampung Cireundeu di bawah binaan Unpad ini sama sekali tidak menggunakan tepung terigu sebagai bahan dasarnya. Egg Roll ini menggunakan bahan dasar Rasi, atau “Beras Singkong”.
Rasi bukanlah bahan yang terbuat dari campuran antara beras dengan singkong, melainkan limbah yang tersisa dari proses produksi singkong menjadi tepung tapioka. Rasi ialah perasan singkong yang dikeringkan sehingga akhirnya bertekstur mirip beras. Rasi itulah yang menjadi makanan pokok sehari-hari masyarakat Kampung Adat Cireundeu, Kelurahan Leuwi Gajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat.
Dosen dan peneliti dari Fakultas Teknologi Industri Pertanian (FTIP) Unpad, Marleen Sunyoto, mengatakan, pembinaan pada Kampung Cireundeu mulai dilakukan sejak tahun 2007 sebagai bagian dari kegiatan pengabdian pada masyarakat. Tahun 2008 kemudian mulai dilakukan berbagai penelitian, hingga akhirnya memutuskan Egg Roll sebagai produk unggulan.
“Awalnya tertarik sekali kok ada masyarakat adat makanan pokoknya bukan seperti kita. Kita itu nasi kan, mereka ampasnya singkong,” ungkapnya.
Rasi telah menjadi makanan pokok masyarakat kampung adat tersebut selama ratusan tahun. Menjadikan Rasi sebagai makanan pokok, ternyata membuat masyarakat di kampung adat tersebut sehat dan jauh dari penyakit.
“Nah dari situ kita coba ajak mereka untuk memproduksi lebih untuk kita teliti. Kita buat tepungnya, tepungnya kita buat banyak produksi makanan. Salah satunya yang kita unggulkan adalah membuat egg roll. Itu hasil penelitian mahasiswa,” ungkap Marleen yang juga menciptakan formula khusus untuk kue tersebut.
Dengan menggunakan Rasi sebagai bahan dasar, maka Egg Roll ini menjadi kayak akan serat dan memiliki harga yang lebih murah. Egg Roll ini sudah mulai dipasarkan sejak tahun 2011, termasuk dijual di sejumlah toko kue di kota Bandung.
Konsumen yang berminat pun sudah banyak yang berdatangan ke rumah produksi di Cireundeu. Dalam hal ini, Unpad ingin memberdayakan masyarakat Kampung Cireundeu, agar dapat mengolah pangan asli daerah tersebut sehingga memiliki nilai tambah dan nilai jual tinggi dengan sentuhan teknologi.
“Selain meningkatkan nilai bahan baku dan produknya, kita juga ingin meningkatkan nilai ekonomi masyarakat disana,” ujar Marleen.
Saat ini, Egg Roll hasil binaan Unpad ini sedang dalam proses pengajuan HaKI. Bukan hanya Egg Roll, tim Unpad juga telah mencoba untuk memformulasikan berbagai hasil olahan pangan lainnya. Marleen pun mengaku masyarakat sudah berhasil mengembangkan hasil olahan pangan lainnya, seperti kue-kue yang dijual untuk bingkisan lebaran.
Egg Roll yang diproduksi memiliki aneka rasa dan dikemas dalam berbagai ukuran. “Ini pemberdayaan masyarakat saja. Tidak ada keuntungan bagi kami. Tapi yang paling kita harapkan adalah Unpad punya sesuatu yang sudah diberikan untuk masyarakat yang sangat tidak bersentuhan dengan teknologi,” tutur Marleen.
Kegiatan yang dilakukan ini merupakan salah satu kegiatan pengabdian kepada masyarakat Unpad, bekerja sama dengan Pemkot Cimahi dalam rangka mewujudkan Desa Wisata Ketahanan Pangan (Dewitapa) di Cireundeu. Berbagai penelitian pun telah dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut, termasuk melalui hibah dari Dikti pada PPM Ipteks bagi Wilayah (IbW) tahun 2011.
Sementara itu, Sekretaris LPPM Unpad, Sondi Kuswaryan, mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu bentuk hilirisasi penelitian di Unpad.
“Ini merupakan bagian dari strategi LPPM Unpad untuk hilirisasi produk. Produk kita klarifikasi menjadi dua, produk yang untuk kepentingan masyarakat langsung dan produk untuk kepentingan produksi. Yang untuk kepentingan masyarakat ya yang seperti ini,” jelas Sondi.
Dengan kegiatan ini, diharapkan dapat mewujudkan kedaulatan pangan yang merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Ada tiga pilar utama yang terlibat, yaitu masyarakat adat Cireundeu sebagai inventor, akademisi Unpad sebagai inovator, serta pemerintah sebagai fasilitator dan regulator.