Kabar dari INC-5 Busan untuk Indonesia: seruan untuk mendorong ambisi kuat menuju INC-5.2 terkait penanganan pencemaran sampah plastik.

Pahami dampak sampah plastik di lautan pada kehidupan. 12 miliar ton sampah di lautan 2050 mengancam hewan laut hingga kita. Bersama Greenpeace Indonesia pecahkan masalah sampah!
Greenpeace Indonesia

Keputusan PBB untuk melanjutkan perundingan antar negara dalam Intergovernmental Negotiating Committee (INC) 5.2 tahun depan menjadi peluang untuk memperkuat komitmen global dalam mencari solusi atas tantangan besar terkait pencemaran sampah plastik. Meski proses perundingan berjalan cukup lambat dan kontroversial, Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) menilai draft yang dihasilkan cukup menunjukan progres jelas, terutama terkait struktur perjanjian.

Hal tersebut disampaikan dalam media briefing bertajuk “Kabar dari Busan, INC-5 Plastics Treaty” yang digelar di Jakarta, Rabu (11/12/2024).

INC 5.2 diharapkan dapat memberikan lebih banyak waktu bagi negara-negara untuk menyelesaikan perbedaan pendapat dan mencapai kesepakatan atas naskah final. AZWI menyerukan agar negara-negara mengambil langkah yang lebih ambisius, terutama melalui pengurangan produksi plastik dan penghapusan senyawa kimia berbahaya dalam plastik.

Co-Coordinator AZWI sekaligus Manager Toxics Program Nexus3 Foundation, Nindhita Proboretno menyebutkan bahwa sebelumnya proses negosiasi putaran kelima yang diselenggarakan di Busan Korea Selatan memiliki tantangan terutama bagi para observer yang hadir. Tidak adanya transparansi informasi dan terbatasnya partisipasi masyarakat sipil  membuat kesempatan untuk memberikan masukan terhadap proses negosiasi menjadi tidak maksimal.

“Hal ini dikhawatirkan dapat mengurangi inklusivitas dan efektivitas dalam merumuskan kebijakan yang benar-benar mampu mengatasi krisis pencemaran plastik secara menyeluruh,” kata Nindhita, dalam keterangan resmi.

Sebagai perwakilan lembaga yang fokus pada isu bahan kimia beracun dalam plastik, Nindhita turut menyoroti dominasi kehadiran pelobi industri fosil, yang berpotensi menghambat kemajuan negosiasi. Ia mencontohkan Arab Saudi, yang secara tegas menolak pembatasan produksi plastik dan justru mendorong pendekatan yang lebih terfokus pada pengelolaan sampah. Negara-negara Asia, kecuali Bangladesh dan Filipina, juga memiliki ambisi yang lemah terhadap rancangan teks INC-5 terutama untuk mengurangi produksi plastik dan kandungan senyawa kimia berbahaya dalam plastik.

“Meskipun ada beberapa kemajuan, namun ada perlawanan nyata dari sejumlah besar negara-negara (oil countries) terkait dorongan untuk membuat semua proses, termasuk keputusan yang dibuat selama Conference of Parties (COP), bergantung pada konsensus. Jika konsensus terjadi, setiap kesepakatan yang dicapai dalam negosiasi akan menghambat kemajuan dalam mengatasi pencemaran plastik,” jelasnya.

Posisi Indonesia dalam menghadapi pencemaran sampah plastik global

Dalam negosiasi INC-5, posisi Indonesia dinilai kurang ambisius meskipun terdapat beberapa langkah positif, seperti dukungan terhadap negara-negara yang membutuhkan bantuan khusus dan pengaturan siklus hidup plastik. Namun, Indonesia juga mengusulkan beberapa klausul yang dianggap problematis, seperti perubahan terminologi dari “emissions and releases” menjadi “releases and leakages”. Usulan ini dinilai melemahkan fokus pengaturan emisi sepanjang siklus hidup plastik.

“Indonesia mengusulkan pergantian emissions and releases menjadi releases and leakages. Posisi pemerintah ini mendukung agar tidak mengatur emisi yang dihasilkan dari keseluruhan siklus hidup dari plastik. Tak hanya itu, Tidak ada proposal yang mengatur soal pekerja di semua siklus hidup plastik. Proposal Indonesia tidak mengakui kontribusi pekerja informal secara kuat, terutama pemulung dan masyarakat adat,” kata Ghofar.

Alih-alih fokus dalam konsep ekonomi sirkular yang mengadopsi model guna ulang, Indonesia juga dinilai masih fokus pada penanganan sampah di hilir dengan solusi-solusi semu seperti insinerasi sampah dalam bentuk Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), Refuse Derived Fuel (RDF), dan masih banyak lainnya. Berbanding terbalik dengan proposal soal ekosistem guna ulang yang relatif minor.

“Kami berupaya agar guna ulang bisa menjadi solusi inti, dan dapat terintegrasi dalam mekanisme Extended Producer Responsibility (EPR). Meningkatkan dukungan finansial khusus untuk infrastruktur dan inovasi guna ulang, memasukkan target guna ulang yang mengikat dalam rencana aksi nasional, mendorong metrik pengukuran guna ulang dalam pemantauan dan pelaporan serta menerapkan standar yang kuat untuk desain produk dan sistem yang dapat digunakan ulang harus menjadi prioritas,” jelas Deputy Director Dietplastik Indonesia, sekaligus Co-Coordinator AZWI, Rahyang Nusantara.

Peran media dan tantangan jurnalisme lingkungan terkait isu sampah plastik

Sementara itu, Senior Journalist Kompas Ahmad Arif yang juga hadir meliput INC-5 di Busan, menyampaikan kekecewaannya terhadap pemberitaan media Indonesia dalam isu lingkungan terutama COP29 serta INC-5 yang baru saja selesai. Menurutnya, pemberitaan dari perspektif keadilan iklim yang disuarakan CSO relatif terbatas. Tak hanya itu, suara masyarakat terdampak oleh kebijakan yang maladaptasi serta narasi sains terkait situasi iklim terkini juga minim.

“Menangani krisis iklim dan lingkungan global memerlukan jurnalisme yang akurat, independen, dan mudah diakses yang dapat menginformasikan perdebatan publik, dengan jelas menyoroti kepentingan publik, dan melindungi mereka yang paling terkena dampak krisis ini,” tegas Arif yang akrab disapa Aik.

Meski demikian, Aik tak menampik adanya tantangan sebagai jurnalis lingkungan. Menurut Data UNESCO (2024), 749 wartawan lingkungan hidup telah menghadapi kekerasan dan intimidasi dalam 15 tahun terakhir. Sebanyak 44 wartawan dibunuh antara tahun 2009 dan 2023, tetapi hanya lima yang dihukum. Laporan tahunan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers pada 2023: mencatat 87 serangan terhadap jurnalis, media, dan narasumber. Korbannya sebanyak 126 individu dan organisasi atau media.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mendokumentasikan 89 kasus serangan terhadap jurnalis dan media sepanjang 2023. Sebanyak 15 jurnalis Indonesia mendapat intimidasi karena meliput isu lingkungan hidup.

“Perlu adanya penguatan kapasitas jurnalis dengan fellowship peliputan, keamanan peliputan (fisik dan digital), kolaborasi media, CSO, akademisi, memperkuat media alternatif (msl, media publik, koperasi media, dll). Pengaturan kepemilikan media. Literasi publik terkait iklim dan lingkungan dan lain-lain,” tambahnya.

Strategi ambisius menuju INC-5.2 dalam isu pencemaran sampah plastik global

Senior Advisor Nexus3 Foundation Yuyun Ismawati mengatakan perjanjian plastik  harus mempunyai langkah-langkah pengendalian global yang berarti untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan, bukan hanya mengakomodasi kepentingan industri.

“Yang terjadi saat ini adalah toxic circulars.  INC 5.2 harapannya masih ada peluang negara-negara yang punya ambisi tinggi untuk bisa mengontrol plastik, potensi emisi dan pelepasan dari petrokimia, kompleks industri dan pabrik daur ulang plastik. Kita bisa mendorong penguatan transparansi pengendalian pencemaran dan pelaporan serta negara-negara juga harus kaji ulang peraturan baku mutu, termasuk Indonesia,” jelas Yuyun.

Yuyun berharap INC.5.2 dapat meninjau ulang kebijakan nasional seperti RIPIN dan RPJMN guna mengatasi keterbatasan pasokan di industri petrokimia dan produsen plastik. Selain itu, regulasi lingkungan perlu diperkuat untuk meningkatkan transparansi, pengendalian polusi, dan pelaporan. Perhatian khusus juga diberikan pada sektor prioritas yang harus bebas dari polusi plastik, seperti sektor pangan dan minuman, kesehatan, serta produk dan mainan anak, melalui langkah konkret untuk menghilangkan bahan kimia plastik beracun dari rantai pasokan.

Lebih jauh, integrasi data ke dalam sistem nasional, peningkatan pelabelan produk, dan penguatan hak masyarakat untuk mengetahui informasi terkait plastik menjadi langkah yang sangat penting. Dari sisi kesehatan, biomonitoring dan peningkatan kapasitas juga perlu diperhatikan guna melindungi masyarakat dari paparan bahan kimia berbahaya.

Sebelumnya, hampir 200 negara telah berpartisipasi dalam perundingan putaran kelima INC-5 on Plastic Pollution di Busan, Korea Selatan, November lalu. PBB menyatakan bahwa perundingan antar negara untuk membentuk sebuah perjanjian plastik global yang mengikat  itu akan dilanjutkan tahun depan, dengan INC 5.2. Keputusan ini diambil setelah momentum INC-5 gagal mencapai kesepakatan.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.