Perlu ada tahapan yang konkrit, semisal berapa persen target galon yang beredar yang menerakan label peringatan BPA pada 2025,
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), lembaga kuasi pemerintah di bidang perlindungan hak-hak konsumen, mengeluhkan perilaku industri Air Minum dalam Kemasan (AMDK) yang dianggap “kurang respek” terhadap peraturan pemerintah terkait label peringatan bahaya Bisfenol A (BPA), senyawa kimia yang bisa memicu kanker dan kemandulan.
“Industri ini yang agak sedikit kurang respek karena banyak dari mereka yang produknya belum bebas BPA,” kata Kepala BPKN, Muhammad Mufti Mubarok, dalam sebuah sebuah pernyataan, Jumat (6/12).
Dia merujuk pada masih maraknya peredaran galon bermerek yang tanpa disertai label peringatan BPA.
Dalam revisi peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tentang Label Pangan Olahan, disahkan dan berlaku per April 2024, disebutkan bahwa produsen galon bermerek yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat, jenis plastik keras pada umumnya galon bermerek, wajib memasang label tambahan pada kemasan galon berupa peringatan bahaya BPA. Aturan yang sama memuat ketentuan masa tenggang (grace period) selama empat tahun, hingga 2028, bagi industri dalam memenuhi kewajiban tersebut.
Berdasarkan data industri, dari sekitar 170 juta galon air minum bermerek yang beredar di pasaran setiap tahunnya, sekitar 95% di antaranya menggunakan kemasan dari jenis plastik keras polikarbonat yang dihasilkan dari proses pengolahan senyawa kimia BPA. Residu BPA yang terdapat pada galon polikarbonat tersebut diketahui rawan luluh (migrasi) ke dalam air dan terminum oleh konsumen.
Temuan BPOM pada 2021-2022 menyebutkan level migrasi BPA pada galon bermerek di sejumlah provinsi telah melampaui ambang batas aman bagi kesehatan.
“Sangat disayangkan pelaku usaha AMDK tidak segera mengadopsi kewajiban pencantuman label tersebut. Padahal, pelaku usaha kan untungnya sudah besar dalam bisnis air. Enggak ada orang jual air itu rugi. Pasti untung semua dan besar sekali (keuntungannya). Tapi, kenapa enggak dilakukan cepat, padahal hanya mengubah label kemasan saja,” kata Mufti.
“Kalau sudah begini, yang dirugikan tentunya konsumen yang berada di hilir,” tambahnya.
Paparan BPA pada tubuh, menurut pernyataan resmi BPOM, dapat berkorelasi dengan banyak penyakit. Termasuk di antaranya adalah gangguan sistem reproduksi baik pria maupun wanita, diabetes dan obesitas, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan ginjal, kanker, perkembangan kesehatan mental serta Autism Spectrum Disorder dan Attention Deficit Hyperactivity Disorder pada anak.
Karena itu, Mufti merekomendasikan pemberian sanksi yang tegas agar peraturan pelabelan tersebut mendapat perhatian yang serius dari pihak industri.
“Menurut kami, perlu ada paksaan agar industri cepat beradaptasi. Tanpa itu peraturan BPOM bisa-bisa dianggap sudah longgar tahun depan dan akhirnya pelaksanaannya kandas,” katanya.
BPKN, lanjutnya, merekomendasikan sanksi berupa penarikan galon dari peredaran. “Atau bisa juga berupa ultimatum ke produsen: bila sampai tahun kedua dan ketiga label peringatan tak dicantumkan, tentu izinnya harus dicabut,” katanya.
Mufti bilang BPKN “terpanggil” untuk berdiri di garis depan dalam mendorong BPOM, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian/Lembaga terkait lainnya untuk mengawasi pelaksanaan pelabelan BPA pada wadah galon isi ulang bermerek.
Dia juga berharap BPOM mengeluarkan petunjuk teknis dan pentahapan atas kewajiban produsen galon bermerek memasang label peringatan bahaya BPA. “Perlu ada tahapan yang konkrit, semisal berapa persen target galon yang beredar yang menerakan label peringatan BPA pada 2025. Dengan begini, bisa jadi industri bisa mentaati penuh kewajiban pemasangan label tersebut dalam satu atau dua tahun saja alias lebih awal dari grace period.
“Masa tenggang penerapatan aturan selama empat tahun itu waktu yang lama. Sementara dampak ketiadaan label peringatan tersebut langsung ke konsumen. Konsumen dirugikan karena tidak mendapatkan informasi terkait risiko dari produk yang mereka konsumsi sehari-hari. Apalagi jumlah produk galon guna ulang mengandung BPA ini banyak sekali,” katanya.
Dalam peraturan BPOM, label peringatan bahaya BPA (Pasal 61A) di semua galon wajib mengikuti redaksi: “dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan”.
- Menanti Pencabutan Izin PLTU Ombilin Sawahlunto
- Pengembangan pangan dan energi di Merauke berpotensi melanggar HAM
- Mimpi swasembada pangan minus kesejahteraan petani
- Bagi masyarakat adat Aara, wilayah adat adalah identitas
- Usulan revisi Undang Undang Pembaruan Agraria 1960 adalah pengingkaran konstitusi