Proyek sertifikasi kredit plastik dikritik para aktivis lingkungan di Indonesia dan masyarakat lokal. Salah satu proyek dikeluhkan di Bali.
Dalam laporan tanggal 11 Desember, lembaga sertifikasi kredit plastik, Verra, menyatakan bahwa Danone menarik diri dari proyek sertifikasi pengurangan limbah plastik menjadi bahan bakar di Indonesia.
Proyek ini, salah satu skema kredit plastik yang kontroversial, dikritik oleh para aktivis lingkungan di Indonesia dan masyarakat lokal sebagai kegiatan penghasil racun yang dilakukan tanpa dukungan masyarakat setempat.
Proyek ini menggunakan metodologi kredit plastik dengan tujuan menerapkan konsep akuntansi untuk melihat nilai tambah proyek terhadap aspek sosial dan lingkungan. Mereka menyatakan bahwa tidak ada rencana untuk mengajukan Kredit Plastik, dan hanya mengajukan sertifikasi pengurangan limbah plastik di tujuh lokasi.
Namun, dampak sosial dan lingkungan dari fasilitas yang menghasilkan refuse-derived fuel (RDF), yang menggunakan metode pengolahan limbah yang meragukan, melepas polusi udara beracun, dan limbah berbahaya lainnya, seperti abu sisa pembakaran yang beracun, air limbah dan abu, yang tidak diperhitungkan dalam skema sertifikasi Verra.
Pada April 2023, warga Angga Swara di Jimbaran, Bali, Indonesia, meminta Danone untuk menutup proyek Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku Jimbaran, yang dituding menggunakan komunitas mereka sebagai tempat pembuangan limbah plastik beracun.
Segera setelah itu operator proyek menghentikan kegiatan. Kemudian fasilitas ini mengalami kebakaran pada bulan Juli, diduga terkait erat dengan perselisihan antara penerima dana utama Danone, PT. Reciki Solusi Indonesia, dan mitra lokalnya, PT. Reciki Mantap Jaya.
Pengumuman Verra bulan Desember ini menjadi indikasi bahwa Danone AQUA Indonesia, sebagai pengusul proyek Skema Sertifikasi Pengurangan Plastik, telah menghentikan keterlibatannya dalam pendanaan dan operasional proyek serta tidak lagi berencana untuk mengklaim sertifikasi pengurangan limbah plastik lewat proyek yang didaftarkan di platform Verra (ID 2648).
Komunitas Angga Swara telah berkali-kali menyampaikan keluhan kepada Danone selama dua tahun terakhir, tentang bau tidak sedap dari fasilitas tersebut. Mereka juga mengungkapkan kekhawatiran atas pelanggaran Danone dalam proses perizinan, termasuk pemalsuan tanda tangan anggota masyarakat dalam proses pembangunan proyek tersebut.
Komunitas ini juga menyoroti rekam jejak Verra yang bermasalah, karena lembaga sertifikasi asal AS ini memiliki sejarah kegagalan panjang dalam proyek kredit karbon serupa.
Rezky Pratiwi, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, menyatakan, di Bali, proyek MiRF seperti Samtaku telah banyak ditolak karena dampak sosial dan lingkungannya.
“Komunitas lokal bahkan tidak dilibatkan dalam proses konsultasi sejak awal, dan hak-hak mereka diabaikan selama perkembangan proyek ini. Sertifikasi yang menyesatkan seperti ini harus dihentikan, dan pelaku bisnis harus bertanggung jawab atas pencemaran dan dampak sosial tersebut.” kata Rezky, diakses dari AZWI.
Verra dalam notifikasi mereka pada 11 Desember kepada Danone mengonfirmasi bahwa proponen proyek mengajukan permintaan penarikan pada 17 Oktober 2024 dan bahwa Danone “…sejak itu telah menghentikan keterlibatannya dalam pendanaan dan operasional proyek serta tidak lagi berniat untuk mengklaim sertifikasi dari proyek tersebut.”
Yuyun Ismawati, Co-chair IPEN dari Nexus3 Foundation Indonesia dan Aliansi Zero Waste Indonesia, menyatakan, “Meracuni komunitas untuk mengejar keuntungan dan memperbaiki citra bisnis Danone lewat sertifikat pengurangan limbah plastik palsu yang meracuni komunitas adalah tindakan tidak etis. Kami berharap Danone membersihkan lokasi fasilitas beracun ini, tidak mengulangi pendekatan yang sama di tempat lain, dan menghentikan dukungan mereka untuk skema greenwashing semacam ini.”
Proyek yang didanai Danone ini memiliki target menjual briket RDF kepada pengusaha laundry untuk boiler mereka dan kepada pemilik warung makan untuk bahan bakar di dapur, dengan risiko emisi sangat beracun dari proses pembakaran plastik secara terbuka tanpa pengendalian pencemaran sama sekali.
IPEN telah merilis secara rinci kelemahan produksi RDF dari limbah plastik dalam berbagai laporan yang telah dirilis sebelumnya (termasuk laporan tentang RDF di Indonesia) dan dokumen-dokumen yang dibagikan dalam kegiatan pembahasan Perjanjian Plastik baru-baru ini.
Ibar Akbar – Kepala Proyek Plastik Greenpeace Indonesia, menyatakan, “Danone belum transparan mengenai detail peta jalan pengurangan limbah mereka yang disampaikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup. Selain itu, tidak ada kejelasan tentang perkembangan peta jalan ini dan apakah program Samtaku Jimbaran termasuk di dalamnya. Danone belum menanggapi hal ini, yang menimbulkan kekhawatiran tentang komitmen perusahaan terhadap tanggung jawabnya. Kelalaian ini telah berkontribusi merusak kesehatan lingkungan dan masyarakat sekitarnya.”
Aliansi Zero Waste Indonesia dan anggotanya akan terus memantau proyek sertifikasi kredit plastik dan pengurangan limbah plastik yang didanai oleh perusahaan global yang dikenal sebagai pencemar plastik utama. Seperti kredit karbon atau offset, kredit plastik dan program sertifikasi hampir selalu menjadi skema greewashing yang digunakan oleh industri pencemar untuk menunda dan mengalihkan perhatian dari solusi nyata yang menangani akar penyebab operasi beracun mereka.
Sebuah laporan tahun 2023 oleh organisasi nirlaba Corporate Accountability bersama The Guardian menemukan bahwa 39 dari 50 (78%) proyek kredit karbon yang dianalisis kemungkinan besar “tidak bernilai” (junk), sementara delapan persen lainnya “bermasalah, dengan bukti yang menunjukkan bahwa proyek tersebut memiliki setidaknya satu kegagalan mendasar dan berpotensi tidak bernilai.”