Kuasa hukum warga penggugat membacakan kerugian materil dan imateril dari para penggugat akibat kabut asap karhutla.
Perjalanan sidang gugatan kasus kabut asap karhutla (kebakaran hutan dan lahan gambut) yang diajukan sebelas warga Sumatera Selatan memasuki babak lanjutan. Setelah serangkaian proses mediasi, Pengadilan Negeri Palembang menggelar agenda pembacaan gugatan warga terhadap tiga perusahaan penyuplai kayu di bawah kontrol Asia Pulp and Paper yang ditengarai menyebabkan kabut asap karhutla di Sumatera Selatan.
Tiga perusahaan tersebut adalah PT Bumi Mekar Hijau (BMH), PT Bumi Andalas Permai (BAP), dan PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries (SBA Wood Industries).
“Pengadilan Negeri Palembang telah secara patut memanggil pihak tergugat dalam sidang pertama dan kedua, tapi para tergugat tidak datang. Pada sidang ketiga, hanya satu tergugat yakni PT BMH, yang menghadiri undangan pengadilan,” kata Ipan Widodo, anggota tim kuasa hukum warga penggugat, dalam keterangan resmi diakses dari Greenpeace Indonesia, Senin, 16 Desember 2024.
“Selanjutnya para pihak juga telah melewati agenda mediasi yang berlangsung selama 30 hari. Namun para tergugat tak menjawab resume mediasi para penggugat, hingga proses mediasi berakhir dan berlanjut dengan pemeriksaan pokok perkara,” kata Ipan.
Dalam persidangan hari ini, kuasa hukum membacakan kerugian materil dan imateril dari para penggugat akibat kabut asap karhutla. Nilai kerugian materil berbeda-beda, merentang dari kisaran Rp200 ribu hingga Rp200 juta.
Adapun kerugian imateril dari tiap penggugat nilainya mencapai Rp10 miliar.
Kerugian imateril ini berangkat dari rasa sakit emosional para penggugat serta hilangnya hak atas kesehatan dan udara bersih–yang membuat mereka tak mampu beraktivitas secara normal akibat kabut asap.
Setelah persidangan, Greenpeace Indonesia juga mendaftarkan permohonan menjadi penggugat intervensi dalam perkara gugatan kabut asap karhutla. Permohonan ini merupakan salah satu bentuk aksi nyata dan solidaritas Greenpeace Indonesia untuk warga korban kabut asap yang berjuang mendapatkan keadilan.
Kiki Taufik, Kepala Global Kampanye Hutan Indonesia Greenpeace, mengatakan melalui gugatan intervensi ini, pihaknya ingin menyuarakan lebih kencang di ruang pengadilan tentang pentingnya pemulihan bagi korban kabut asap akibat karhutla.
“Ketiga korporasi penyebab kabut asap telah merugikan masyarakat dan negara, serta memicu kerusakan lingkungan hidup dan dampak iklim yang memperburuk kondisi Bumi. Negara semestinya menghukum mereka bukan hanya untuk mengganti kerugian warga, tapi juga memulihkan kerusakan lingkungan yang terjadi,” ujar Kiki Taufik.
Konsesi perusahaan kayu PT BMH, PT BAP, dan PT SBA Wood Industries berada di ekosistem Kesatuan Hidrologis Gambut Sungai Sugihan-Sungai Lumpur (KHG SSSL). Alih fungsi lahan gambut menjadi kebun hutan tanaman industri (HTI) jelas berdampak mengikis keanekaragaman hayati dan cadangan karbon, yang ujungnya berdampak memperparah pemanasan global.
Alih fungsi lahan untuk tanaman monokultur ini pula yang merusak ekosistem, sebab acapkali perusahaan mengeringkan gambut dengan membangun kanal. Walhasil, ekosistem gambut rentan terbakar. Dalam kurun 2001-2020, luas area terbakar di tiga konsesi korporasi itu mencapai 473 ribu hektare, atau setara 92 persen dari total areal terbakar di KHG SSSL.
Dari angka tersebut, sebanyak 46 persen di antaranya atau 217 ribu hektare terjadi dalam periode 2015-2020. Kebakaran berulang terjadi setidaknya di area seluas 175 ribu hektare.
Dari temuan tersebut, Greenpeace Indonesia menilai bahwa aktivitas usaha PT BMH, PT BAP, dan PT SBA Wood Industries merupakan salah satu sumber pencemar signifikan untuk kualitas udara dan ekosistem wilayah KHG SSSL. Selain berimbas ke kesehatan publik, aktivitas perusahaan hingga kabut asap karhutla dari konsesi mereka pun berkontribusi besar terhadap krisis iklim.
“Emisi karbon akibat karhutla dan kabut asap jelas menghambat upaya penurunan emisi, bahkan menggagalkan target iklim pemerintah Indonesia,” kata Kiki Taufik.
Sepanjang proses litigasi yang berjalan, dukungan dari berbagai pihak terus mengalir untuk warga penggugat kasus kabut asap. Selepas persidangan hari ini, belasan orang dari kelompok mahasiswa dan komunitas di Sumatera Selatan membentangkan banner bertuliskan “Belum Merdeka dari Asap”.
“Dukungan dari berbagai pihak sangatlah penting dan berarti bagi kami, warga Sumsel yang berjuang melawan asap, khususnya bagi para penggugat. Banyaknya teman-teman muda yang turut bersolidaritas menjadi bukti bahwa perjuangan melawan kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan gambut adalah perjuangan untuk masa depan,” ucap Kartika Lestari dari Komunitas Rawang.