Penyegelan tungku bakar milik Pemkot Depok oleh warga dilakukan karena menyebabkan pencemaran dan masalah kesehatan.

Warga Abadijaya, Sukmajaya, Depok, menyegel tungku bakar sampah milik Pemerintah Kota Depok, Selasa, 4 Februari 2025. Penyegelan tersebut dilakukan setelah protes yang dilakukan masyarakat di depan kantor Wali Kota Depok tidak mendapat tanggapan dari pemerintah.
Sebelumnya, masyarakat sempat melakukan aksi damai di depan kantor Walikota Depok untuk menuntut penghentian pengoperasian tungku bakar sampah di wilayahnya yang telah memberi dampak lingkungan dan kesehatan. Namun, aksi yang dilakukan sejak pagi sampai siang tersebut diabaikan oleh pemerintah yang sama sekali tidak menemui masa aksi.
“Kita dibuat menderita dengan asap insinerator dan tidak ada yg bertanggung jawab. Kami melapor dan memprotes tapi diabaikan, bahkan ditemui saja tidak. Sejak awal, kami juga tidak dilibatkan dalam proses pembangunan tungku bakar, persetujuan kami tidak pernah dipertimbangkan. Sebagai warga negara, kami berhak hidup sehat, dan pemerintah harus memenuhinya,” kata Manahan Panggabean, perwakilan warga Abadijaya, Sukmajaya, Depok, diakses 5 Februari 2025 dari AZWI.
Dari polusi udara sampai masalah kesehatan
Pascapembangunan fasilitas pembakar sampah di jl. Merdeka, Abadijaya, masyarakat merasakan adanya perubahan lingkungan dan masalah kesehatan. Pada beberapa waktu, masyarakat merasakan polusi udara yang ditandai dengan asap dan bau menyengat. Asap tersebut menurut kesaksian masyarakat kerap kali masuk ke dalam rumah warga sekitar, terlebih ketika angin mengarah ke permukiman yang berdekatan dengan lokasi tungku bakar.
Selain itu, tidak sedikit juga masyarakat sekitar fasilitas pembakaran sampah yang mengalami masalah kesehatan seperti sesak napas dan batuk. Sampai saat ini, berdasarkan pencatatan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar mesin pembakar sampah, terdapat setidaknya 36 orang yang mengalami gangguan kesehatan khususnya berkaitan dengan saluran pernapasan pasca pengoperasian mesin pembakar sampah. Adapun warga yang terdampak terdiri dari balita sampai lansia.
Walhi Jakarta menilai kerusakan lingkungan hidup dan masalah kesehatan yang dialami masyarakat tidak terlepas dari kelalaian pemerintah dalam mengelola sampah dalam kota dan pengabaian atas hak-hak masyarakat untuk hidup sehat dan mendapat lingkungan hidup yang baik. Atas kegagalan dalam mengelola sampah, pemerintah kemudian secara gegabah dan memaksa menggunakan tungku bakar di tengah permukiman masyarakat yang kemudian berdampak buruk pada warga sekitar.
“Pemerintah yang gagal masyarakat yang menjadi korban. Pemerintah harus bertanggung jawab atas terjadinya pencemaran dan masalah kesehatan seperti yang dialami masyarakat Abadijaya. Sebab kejadian tersebut turut disebabkan oleh keangkuhan pemerintah yang memaksa menggunakan tungku bakar sampah tanpa mempertimbangkan hak hidup masyarakat,” kata Muhammad Aminullah, Juru Kampanye Walhi Jakarta.
- Hutan Kalimantan di bawah kuasa raksasa ekstraktif
Penghancuran kawasan resapan air di hulu hutan Kalimantan demi akumulasi modal telah mengirimkan bencana ke wilayah pesisir. - Prahara di hulu Batang Toru, bencananya mengalir hingga hilir
Rusaknya Batang Toru bukan hanya merugikan warga korban banjir, hutan ini satu-satunya rumah bagi orangutan Tapanuli. - Suara masyarakat adat terbungkam di rimba Mayawana
Konflik di Mayawana Persada telah berevolusi dari sekadar sengketa lahan menjadi ancaman serius terhadap kebebasan sipil. - Menjaga “taman” Sriwijaya, narasi ekologi dari Rumah Sri Ksetra
Rumah Sri Ksetra membuktikan bahwa untuk menjaga bumi, kita harus mulai dengan mengenali kembali identitas kebudayaan - Deru mesin di surga karang dan pertaruhan status Geopark Ciletuh
Kawasan Ciletuh-Palabuhanratu UNESCO Global Geopark (CPUGGp) Sukabumi, sejatinya adalah benteng konservasi. - Ingin perluas kebun sawit dan tebu di Papua, presiden dinilai tak punya empati
WALHI menilai rencana perluasan kebun kelapa sawit dan tebu di Papua merupakan sikap tak punya hati dan empati.





