Pendidikan Anyndha Tri Rahmawati di UGM menunjukkan betapa pentingnya prestasi akademik dan inovasi kewirausahaan.

Anyndha Tri Rahmawati (18 tahun) resmi diterima Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM. Inovasi di bidang kewirausahaan mengantarkannya masuk kampus negeri di Yogyakarta.
Pagi itu di sebuah warung soto yang berada di pinggir jalan Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kulonprogo, Anyndha sibuk membantu sang ibu, Tuginem (49), melayani pembeli. Warung soto seluas seperempat lapangan voli ini, menjadi sumber penghasilan orang tua Nindhya. Penghasilan dari berjualan soto, Tuginem dan suaminya, Ngadiman (54) bisa menyimpan tabungan sebesar Rp 1 juta rupiah per bulan.
Beruntung bagi Tuginem, memiliki putri yang sarat prestasi di sekolahnya. Nyndha lulus dari SMA Negeri 1 Bantul sebagai peringkat tujuh terbaik di sekolahnya dengan nilai rata-rata di angka 88,2. Tidak hanya pintar secara akademik, Nyndha juga berprestasi di luar kelas.
Hal ini dibuktikan dengan penghargaan yang diraihnya dalam ajang Festival Inovasi dan Kewirausahaan Siswa Nasional (FIKSI) jenjang SMA pada tahun 2024. Produk inovasinya saat itu mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di tahap final dan sukses menyabet medali emas.
“Saat itu, saya dan teman saya membuat produk namanya E-Terminator. Produknya itu pembasmi rayap dengan bahan alami,” terangnya, diakses dari laman resmi, Kamis (14/8/2025).
Produk inovasinya di bidang kewirausahaan mengantarkannya mendaftar ke UGM. Kedua orang tuanya sempat menanyakan apakah jurusan ini sudah sesuai dengan pilihannya. Tekad Nindha untuk menjadi mahasiswa FEB UGM sudah bulat dan orang tuanya pun akhirnya mendukung penuh keputusan putrinya.
Keputusannya itu tidak salah. Sebab, kini Nyndha resmi diterima di Program Studi Manajemen, FEB UGM. Saat hasil SNBP diumumkan, ia langsung memeluk dan menangis bersama sang ibu, Tuginem. Nyndha, demikian ia akrab dipanggil, diterima menjadi mahasiswa baru UGM a melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Lebih daripada itu, ia juga menerima beasiswa UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi 100% sehingga ia tidak perlu membayar uang kuliah selama di UGM.
Di mata Tuginem, Nyndha dikenal sebagai sosok gadis yang pendiam. Namun, memiliki tekad kuat dan selalu belajar keras untuk mengejar keinginannya, salah satunya ketika ingin bercita-cita masuk ke UGM. “Perjuangannya sangat sulit, apalagi teman-temannya di SMA juga pintar dan berprestasi. Dia tidak minder dan dia membuktikan dia bisa,” sebut Tuginem.
Kedua orang tua Nyndha tidak berharap banyak. Keduanya hanya menitipkan pesan agar Nyndha mampu mempergunakan kesempatan ini dengan baik. “Selagi masih bisa diberi kesempatan dan kemampuan untuk berjuang di UGM itu, jangan menyerah. Semoga juga bisa menjadi orang yang sukses dan berguna bagi nusa dan bangsa serta untuk semua orang,” harapnya.
Nyndha kini sedang mempersiapkan diri untuk memulai perkuliahan di awal Agustus mendatang. Nyndha percaya bahwa semua kesusahan yang telah dan akan ia lewati pasti ada kemudahan sebab ia percaya akan kemampuannya.
Tidak lupa, ia ucapkan terima kasih kepada kedua orang tuanya yang telah mendukungnya menghadapi semua proses hingga saat ini. Untuk itu, ia berpesan kepada teman-teman yang sedang memperjuangkan diri masuk ke kuliah ke perguruan tinggi untuk terus bersemangat.
“Pokoknya semangat, jangan takut untuk mencoba, jangan takut untuk gagal, karena kita tidak tahu kedepannya akan seperti apa, entah akhirnya akan sesuai apa yang kita mau atau tidak, tetapi yang penting kita sudah mencoba karena pengalaman itu tidak bisa dibeli dan pengalaman itu akan jadi hal yang bermanfaat,” pungkasnya.
Akses pendidikan tinggi terbatas
Di luar kabar baik yang datang dari Anyndha Tri Rahmawati yang diterima di UGM, Indonesia memiliki pekerjaan rumah besar untuk meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) mendorong perlunya strategi nasional untuk meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi hingga 38,04% pada 2029, sesuai amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) (7/3).
Namun, merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia saat ini berada di angka 31,45%. Angka ini menunjukkan masih banyaknya lulusan sekolah menengah yang belum dapat melanjutkan ke jenjang perdidikan tinggi.
Hal tersebut disampaikan pada Rapat Koordinasi antara Dirjen Pendidikan Tinggi Khairul Munadi dengan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan Kemenko PMK Ojat Darojat, di Gedung Kemenko PMK, diakses dari laman resmi.
Strategi baru diharapkan dapat menggandeng pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan pihak terkait lainnya, merancang skema pembiayaan inovatif, dan mengoptimalkan data. Strategi ini diharapkan dapat menjawab tantangan sistemik yang selama ini menghambat perluasan akses pendidikan tinggi.
Dalam pertemuan tersebut, Dirjen Khairul Munadi menekankan bahwa strategi peningkatan APK selama ini masih bergantung pada pemberian beasiswa.
“Usaha menaikkan APK belum terintegrasi secara optimal dan pendekatannya masih parsial. Karena itu kami mendorong agar hal ini menjadi perhatian bersama. Kita perlu menyusun strategi nasional yang tepat dan integratif, karena keberhasilannya memerlukan keterlibatan banyak pihak dan tidak bisa hanya bergantung pada satu sektor saja,” ungkap Dirjen Khairul.
- Melihat keterbatasan akses pendidikan tinggi dari cerita anak penjual soto kuliah gratis di UGM
- Kesadaran kolektif bisa jadi kunci atasi masalah sampah di Kota Sorong
- Krisis Sampah di Kota Pontianak bisa jadi potensi ekonomi
- Bahaya penggunaan insinerator dan RDF dalam mengelola sampah
- Jatiwangi dalam bayangan industri dan mimpi Terakota yang berdaulat lingkungan
- Banjir di tengah musim kemarau, bukti nyata krisis iklim