BRIN memantau aktivitas magnet bumi untuk memahami pengaruhnya terhadap perubahan iklim dan gejala vulkanologi.

Aktivitas magnet bumi berdampak terhadap perubahan iklim, kegempaan, dan aktivitas vulkanologi. Hal itu karena perubahan cuaca antariksa akan terlihat pada level disturbansi dan variasi medan magnet bumi.
“Ketika terjadi aktivitas matahari yang cukup tinggi, akan terjadi gangguan terhadap medan magnet bumi yang disebut dengan badai geomagnet,” ungkap Peneliti Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Setyanto Cahyo Pranoto, di Kawasan Konservasi Ilmiah Kebun Raya Eka Karya (KKI KREK), Kamis (10/7/2025), diakses dari laman resmi, Selasa (5/8/2025).
Oleh karena itu, pihaknya melakukan pemantauan aktivitas magnet bumi. Pemantauan itu dilakukan dengan menggunakan magnetometer yang dapat mendeteksi magnet bumi. “Kami sedang mengambil data perubahan medan magnet bumi menggunakan alat magnetometer yang dipasang sejak tahun 2022 di KKI KREK,” ungkap Pranoto.
Mira Juangsih, Periset PRA BRIN menyampaikan bahwa badai geomagnet (magnet bumi) dapat menyebabkan gangguan dan kerusakan satelit yang sedang beroperasi mengelilingi bumi. Anomali ini juga bisa menyebabkan listrik padam, terganggunya sinyal navigasi. Selain itu perubahan medan magnet bumi dapat mengganggu komunikasi radio.
“Pemantauan cuaca antariksa dilakukan setiap hari pukul 14.00 WIB oleh periset PRA dan bisa diakses melalui laman https://swifts.brin.go.id/,” terangnya.
Terakhir, Mira menyebutkan kegiatan ini dapat memberikan informasi penting mengenai perilaku medan magnet yang terekam di KKI KREK. Data yang diperoleh dapat dimanfaatkan lembaga terkait melalui pertukaran data riset.
Dampak cuaca antariksa
BRIN juga memaparkan hasil riset antariksa, termasuk pengembangan teknologi pengukuran cuaca antariksa. “Di luar angkasa, badai yang terjadi adalah badai energi bermuatan dari matahari yang dampaknya bisa terasa hingga ke teknologi yang kita gunakan sehari-hari,” kata Peneliti Ahli Muda Bidang Ionosfer, Pusat Riset Antariksa BRIN, Rizal Suryana, di Bandung.
Rizal menjelaskan, aktivitas matahari, geomagnet, dan ionosfer merupakan tiga parameter utama dalam memprediksi cuaca antariksa. Perubahan pada parameter tersebut berpotensi memberikan pengaruh terhadap aktivitas kehidupan manusia, salah satunya sistem komunikasi, operasional satelit dan navigasi berbasis global positioning system (GPS).
“Ketika terjadi badai matahari, geomagnet, dan ionosfer dalam intensitas kecil, sedang, atau besar, salah satu dampaknya dapat menurunkan akurasi posisi GPS. Ini akan berdampak pada aktivitas sehari-hari, seperti pemesanan ojek online, pengiriman makanan secara online, dan navigasi,” terangnya.
Dampak cuaca antariksa juga sangat signifikan terhadap operasi satelit. Oleh karena itu, BRIN melakukan pengamatan melalui dua pendekatan utama, berbasis satelit (space-based) dan berbasis bumi (ground-based).
Rizal memaparkan bahwa BRIN saat ini tengah mengembangkan berbagai program strategis di bidang sains antariksa. Mulai dari pengembangan satelit, eksplorasi luar angkasa, hingga pemanfaatan data observasi Bumi untuk mendukung pembangunan nasional.
BRIN tengah mengembangkan teleskop di Observatorium Nasional Timau, Nusa Tenggara Timur yang mampu mengamati benda-benda langit dan satelit yang melintas di antariksa.
Upaya pengembangan peralatan riset juga terus dilakukan. Salah satunya Callisto berbasis software defined radio (SDR), yaitu alat pengamat cuaca antariksa untuk menerima frekuensi yang bersumber dari semburan matahari, memungkinkan pemantauan intensif sepanjang hari. Alat ini dapat mengetahui intensitas semburan, baik kecil, sedang, maupun besar.
“Teknologi ini lebih murah dan penggunaanya bisa dikuasai secara penuh,” sebut Rizal.
Dia menyampaikan bahwa BRIN menyediakan berbagai skema program beasiswa dan magang riset yang dapat diakses oleh mahasiswa yang tertarik mendalami sains dan teknologi, khususnya keantariksaan. Beasiswa ini menjadi bagian dari strategi BRIN membangun ekosistem talenta nasional di bidang riset dan inovasi.
- Kampus di Kalimantan bertani jagung dan kopi, dorong ketahanan pangan berbasis masyarakat
- Penelitian: bagaimana aktivitas magnet bumi mempengaruhi perubahan iklim
- Memilah sampah jadi uang ala mahasiswa Tekom University
- Warga tolak klaim sosialisasi PLTP Cipanas oleh Balai Besar TNGGP
- Reforma agraria bisa terwujud: Belajar dari Gunung Anten, Langensari, dan Kasepuhan Jamrut
- 7 wilayah di Papua desak pengesahan RUU Masyarakat Adat