The Tropical Forests Forever Fund (TFFF) mekanisme endowment fund sebagai insentif jangka panjang kepada negara-negara pemilik hutan tropis

Krisis iklim tak bisa diatasi tanpa menyelamatkan hutan tropis. Dari Brasil hingga Indonesia, kawasan hijau yang menyimpan 60 persen keanekaragaman hayati dunia itu terus terancam oleh deforestasi dan konflik lahan. Di tengah KTT Perubahan Iklim COP30 di Belem, Brasil, satu ide segar menarik perhatian dunia: Dana Abadi Hutan Tropis/Tropical Forest Forever Fund (TFFF).

Inisiatif senilai US$125 miliar yang digagas Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva ini menawarkan cara baru membayar negara-negara tropis yang menjaga hutannya tetap hidup—selamanya. Berbeda dari program konservasi berbasis hibah atau donasi, TFFF beroperasi sebagai dana investasi berkelanjutan. Negara berhutan tropis akan menerima pembayaran tahunan berbasis hasil—US$4 per hektare hutan yang tetap berdiri setiap tahun, selama hutan itu terus terlindungi.

Apa itu TFFF?

The Tropical Forests Forever Fund (TFFF) adalah mekanisme pendanaan global berbasis endowment fund (dana abadi) yang dirancang untuk memberikan insentif jangka panjang kepada negara-negara pemilik hutan tropis. Berbeda dari skema berbasis proyek seperti REDD+, TFFF memberikan dukungan berkelanjutan dan tanpa batas waktu, selama hutan tetap utuh dan terjaga.

Dana abadi TFFF akan diinvestasikan secara internasional, dan hasil investasinya — bukan pokok dananya — akan disalurkan setiap tahun kepada negara penerima. Besarannya dihitung berdasarkan luas dan kondisi hutan yang terlindungi. Skema ini mirip dengan climate dividend: negara penjaga hutan akan memperoleh “dividen lingkungan” selama mereka berhasil menahan laju deforestasi.

Komitmen Dunia

Sejak diumumkan, sejumlah negara langsung menyatakan dukungan finansialnya:

  • Brasil: US$1 miliar
  • Indonesia: US$1 miliar
  • Kolombia: US$250 juta
  • Norwegia: US$3 miliar selama 10 tahun
  • Belanda: US$5 juta untuk sekretariat di Bank Dunia
  • Portugal: 1 juta euro

Jerman, Prancis, Tiongkok, dan Uni Emirat Arab juga menyatakan dukungan politik dan akan mengumumkan kontribusinya dalam waktu dekat. Para pendukung TFFF menyebut mekanisme ini sebagai “peta jalan global untuk menghentikan deforestasi sebelum 2030”.

Setidaknya 20% dari dana tersebut akan disalurkan langsung kepada masyarakat adat dan komunitas lokal, untuk menandai langkah bersejarah menuju kesetaraan dalam pendanaan iklim global.

Bagaimana Mekanismenya?

  1. Pendanaan awal global dikumpulkan dari negara maju, lembaga donor, filantropi, dan sektor swasta berkomitmen tinggi terhadap iklim.
  2. Dana disimpan sebagai dana abadi internasional yang dikelola secara transparan oleh lembaga independen.
  3. Hasil investasi tahunan disalurkan ke negara-negara hutan tropis yang memenuhi kriteria konservasi dan tata kelola lahan.
  4. Pembayaran berbasis kinerja: insentif diberikan sesuai capaian perlindungan hutan, bukan janji atau proyek jangka pendek.
  5. Audit dan pemantauan independen memastikan dana benar-benar menjaga hutan dan masyarakat di dalamnya.

Dengan mekanisme ini, TFFF menjawab masalah klasik pembiayaan iklim: bagaimana membuat insentif yang permanen, adil, dan bebas dari siklus politik atau proyek jangka pendek.

Apa beda TFFF dan REDD+?

Selama lebih dari satu dekade, skema REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) menjadi andalan dunia dalam menekan deforestasi. Namun REDD+ bersifat berbasis proyek dan temporer — dana cair hanya ketika ada program tertentu, dan sering kali berhenti setelah proyek selesai.

Sebaliknya, TFFF bersifat permanen dan berbasis hasil. Tidak ada jual beli kredit karbon, tidak ada spekulasi harga, dan tidak bergantung pada pasar karbon sukarela. TFFF lebih mirip sistem penghargaan global untuk negara yang menjaga paru-paru dunia.

Mengapa TFFF Diperlukan?

Hutan tropis berperan penting menahan pemanasan global lebih dari 1 derajat Celsius. Namun, kemampuannya terus menurun akibat degradasi dan penebangan. Tingkat kehilangan hutan kini 63 persen lebih tinggi dari batas aman untuk mencapai target global nol deforestasi pada 2030. Deforestasi menyumbang sekitar 11 persen dari total emisi global.

Dengan TFFF, negara-negara tropis diharapkan bisa melihat hutan sebagai aset ekonomi yang hidup, bukan sekadar lahan yang ditebang untuk komoditas.

Melengkapi Janji Lama

TFFF juga menjadi kelanjutan dari Forest and Land Tenure Pledge, komitmen global senilai US$1,7 miliar yang diluncurkan di COP26 Glasgow untuk mendukung hak atas tanah masyarakat adat. Jika Pledge berfokus pada pengakuan hak atas lahan, maka TFFF menyediakan pendanaan permanen untuk memastikan lahan itu tetap terjaga.

Komitmen Global: Forest & Land Tenure Pledge (2025–2030)

Lahir sejalan dengan visi TFFF, dunia juga menyaksikan komitmen besar lain: Forest & Land Tenure Pledge (2025–2030). Lebih dari 35 pemerintah dan donor internasional sepakat mengucurkan USD 1,8 miliar untuk memperkuat hak tanah masyarakat adat dan komunitas lokal — aktor utama dalam perlindungan hutan.

Salah satu inisiatif turunannya adalah Intergovernmental Land Tenure Commitment (ILTC) — kesepakatan global pertama yang menargetkan pengakuan atas 160 juta hektar lahan hingga 2030. Komitmen ini dipimpin oleh Brasil, Peru, dan Norwegia, dengan kontribusi terbesar berasal dari Brasil yang menjanjikan 59 juta hektar wilayah hutan untuk diakui secara hukum bagi masyarakat adat dan komunitas tradisional.

Dengan pengakuan hak atas tanah, masyarakat adat dapat berperan lebih besar dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan — dan inilah fondasi utama keberhasilan TFFF: memastikan penjaga hutan benar-benar memiliki hak atas tanah yang mereka lindungi.

Harapan Baru bagi Hutan Tropis

Jika berhasil dijalankan, TFFF dan ILTC dapat menjadi tonggak baru dalam diplomasi iklim global. Skema ini menandai pergeseran paradigma: dari sekadar menghitung karbon, menjadi menghargai keadilan ekologis dan hak masyarakat adat.

Bagi negara seperti Indonesia, TFFF membuka peluang pembiayaan permanen bagi konservasi hutan tanpa bergantung pada utang atau proyek jangka pendek. Dengan transparansi, tata kelola kuat, dan pengakuan terhadap masyarakat adat, dana ini bisa menjadi instrumen paling menjanjikan untuk menyelamatkan paru-paru bumi — selamanya. (*)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses