WALHI menilai rencana perluasan kebun kelapa sawit dan tebu di Papua merupakan sikap tak punya hati dan empati.

Lebih dari seribu orang meninggal dunia, ratusan orang masih berstatus hilang, jutaan orang kehilangan tempat tinggalnya, akibat bencana ekologis yang terjadi di Sumatera, akhir November 2025 lalu. Mereka bukan sekadar angka, tetapi korban atas kebijakan yang mengenyampingkan hak hidup orang banyak lewat penggundulan hutan.

Lebih dari tiga pekan berlalu, masyarakat yang terdampak kini masih berjuang untuk bertahan hidup. Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengutarakan keinginannya untuk memperluas perkebunan kelapa sawit dan tebu di wilayah Papua, sedangkan perhatian terhadap rehabilitasi pasca banjir belum maksimal.

Pernyataan inilah yang dikritik oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Salah satu organisasi lingkungan terbesar di Indonesia ini menyatakan bahwa pernyataan dan agenda pembukaan lahan sawit skala besar di Papua yang diutarakan presiden menunjukkan kurangnya empati terhadap penderitaan korban bencana.

“Presiden Prabowo seperti tak punya hati dan empati atas penderitaan rakyat di Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara, juga seluruh rakyat Indonesia yang selama ini menjadi korban pembangunan dan pertumbuhan ekonomi,” kata Uli Arta Siagian, Kepala Divisi Kampanye Eksekutif Nasional WALHI, mengungkapkan pandangan kerasnya tentang rencana itu.

Kebijakan yang mengabaikan krisis ekologis

Alih-alih memimpin evaluasi izin usaha yang bermasalah dan menegakkan hukum terhadap pelaku perusakan lingkungan, WALHI menilai pemerintah justru memilih untuk mendorong strategi pembukaan lahan baru atas nama swasembada pangan dan energi. Padahal, menurut organisasi ini, kondisi darurat yang dialami masyarakat korban bencana di Sumatera memerlukan perhatian ekstra.

Keputusan membuka lahan seluas jutaan hektar bagi tanaman seperti sawit dan tebu di Papua dinilai berpotensi mengulang krisis ekologis yang sama seperti yang terjadi di beberapa provinsi di Sumatera.

“Bahkan, pembukaan lahan 2 juta hektar untuk pangan dan energi yang sekarang berjalan dampaknya telah dirasakan oleh rakyat di Merauke, mulai dari perampasan wilayah adat, hilangnya sumber pangan lokal, banjir, kekerasan bahkan kriminalisasi,” ujarnya. 

Tak hanya itu, dalam catatan WALHI Papua, hutan primer di wilayah ini telah kehilangan sekitar 688 ribu hektar, dengan deforestasi antara tahun 2022-2023 mencapai 552 ribu hektar hutan alam. Angka yang yang sangat besar hingga membuat Papua menyumbang sekitar 70 persen dari total deforestasi nasional.

Organisasi ini mengingatkan bahwa rencana ekspansi sawit dan tebu ini berpeluang mengulang bencana ekologis yang terjadi di Sumatera bisa dialami juga oleh rakyat Papua. Selain itu, kebijakan yang mengabaikan krisis ekologis ini  juga akan memperparah krisis iklim dan cuaca ekstrem yang sudah menjadi ancaman nyata bagi jutaan masyarakat Indonesia.

Kritik yang dilayangkan WALHI tidak hanya tertuju pada ekspansi lahan sawit di Papua, tetapi juga pada praktik perizinan yang dianggap buruk dan tidak akuntabel secara lingkungan. Menurut organisasi ini, rencana membuka hutan untuk menanam tanaman yang menghasilkan bio energi bukanlah solusi baru, tetapi bagian dari pendekatan pembangunan berbasis ekspansi lahan yang telah dikritik selama ini.

“Pembukaan hutan untuk sawit, tambang, dan proyek ekstraktif lainnya merupakan salah satu penyebab struktural terjadinya krisis lingkungan, termasuk mengurangi kemampuan lanskap untuk menyerap curah hujan ekstrem, memperparah banjir, dan merusak sumber penghidupan masyarakat adat serta masyarakat lokal,” tegas Ulil.

Menurut WALHI, kedaulatan energetika harus menjadi prioritas negara, tidak cukup hanya swasembada pangan dan energi. Energetika harus diletakkan dalam kerangka hak, sebab akses terhadap energi yang mendasari keberlanjutan dan martabat hidup manusia.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses