Posted in

POTENSI BENCANA HIDROMETEOROLOGI AKAN MENINGKAT

thumbnailPotensi bencana ke depannya akan memperlihatkan tren yang semakin meningkat secara signifikan, 70 persen diantaranya adalah bencana hidrometeorologi. Tren peningkatan potensi bencana tersebut seiring dengan meningkatnya perubahan iklim global dan degradasi lingkungan.

Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sugeng Tryutomo pada saat Workshop Pengembangan Analisis Resiko Bencana Nasional baru-baru ini di Jakarta.

Menurut Sugeng, Dalam situasi tidak terjadi bencana, perlu dilakukan perencanaan penanggulangan bencana seperti pengurangan resiko bencana, pencegahan terjadi bencana dan pemaduan dalam perencanaan pembangunan.

Untuk itu lanjutnya, perlu segera menyelesaikan amanat Pasal 41 Undang-undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. “Dalam hal ini perlunya penyamaan persepsi dan pemahaman tentang analisis resiko bencana, perlunya koordinasi dengan kementerian/lembaga yang kuat dan perlunya dibentuk Tim Penyusun Analisis Resiko untuk Penanggulangan,” kata Sugeng.

Pada kesempatan itu, Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertingal Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Dr. Suprayoga, bahwa lemahnya kinerja penanggulangan bencana di Indonesia disebabkan oleh keterbatasan kapasitas dalam pelaksanaan tanggap darurat serta upaya rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah pasca bencana.

Selain itu, tambahnya, rendahnya kesadaran terhadap resiko bencana, pemahaman terhadap kesiapsiaagaan dalam menghadapi bencana.

“Untuk itu, pentingnya mengtahui karakteristik kebencanaan di Indonesia sebagai analisa pertimbangan dan pentingnya integrasi kebijakan penanggulangan bencana dalam perencanaan pembangunan,” ujarnya.

Adapun Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Ekologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Surono meminta, agar Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selaku coordinator penanggulangan bencana untuk mengokordinasikan terbentuknya analisis risiko bencana di Indonesia berupa integrasi peta rawan bencana Indonesia yang saat ini dibuat masing-masing kementerian.

Dalam pembuatan peta dan analisis risiko bencana, kementerian siap berkoordinasi, agar tidak terjadi tumpang tindih sosialisasi dan tentunya mengarah pada penghematan anggaran.

“Sebaiknya memang perlu koordinasi dan bersama saat sosialisasi misalnya. Sebab, terkadang sosialisasi di waktu berbeda tapi di tempat yang sama. Jadi, perlu langkah efektif dan efisien,’’ jelasnya

Sejauh ini tambahnya kementerian ESDM sudah memiliki peta daerah rawan bencana gunung api seperti diamanatkan UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU 26/2007 tentang Penataan Ruang.

Indonesia tergolong kawasan unik yang dikelilingi tiga lempeng yang memberikan dampak positif berupa tanah subur, pemandangan indah dan kaya logam. Namun, juga memiliki sisi negatif, yakni rawan bencana gempa bumi, tsunami, gerakan tanah, dan letusan gunung api.

“Di Indonesia berdasarkan pemetaan terdapat 129 gunung api. Tiga persennya masih aktif di dunia. Delapan puluh gunung aktif dari tahun 1.600 sampai kini dan terdapat tiga gunung api bawah laut dan 65 gunung api sangat aktif,” paparnya. (teddy setiawan)

 

 

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.